Berbincang Soal Politik Sampai Kemacetan Bersama Anak Muda Amerika
Rabu malam, 15 Desember 2010 lalu, saya kedatangan tamu istimewa. Serombongan anak muda Amerika yang tergabung dalam American Council of Young Political Leader berkunjung ke kantor saya, Wisma Bakrie, Rasuna Said, Kuningan. Mereka datang berenam, didampingi tim The United States-Indonesia Society (Usindo).
Saya menerima mereka di dampingi pengurus Partai Golkar, antara lain Wakil Ketua Umum Partai Golkar Theo L Sambuaga, juga Juru Bicara Partai Golkar Nurul Arifin, dan Tantowi Yahya. Setelah berkenalan dengan enam anak muda itu, saya tahu ternyata mereka datang dari berbagai latar belakang. Ada Zack Hudgins (State Representative of Washington State), Lindsay Mueller (Director of Operations, White House), Denise Feriozzi (Director NGO Women Vote!), Nicole La Cour Young (Communication Director D’iberville City), Kimberly Matej (Council Legislative Analyst City of Tukwila), dan Gabriel Quintana (Activist, Political Consultant Washington State).
Mereka datang untuk mempelajari Indonesia, khususnya mengenai politik. Kepada saya, mereka ingin tahu lebih banyak mengenai Partai Golkar dan perpolitikan di Indonesia. Seperti biasa saya menjelaskan mengenai seluk beluk Partai Golkar yang saya pimpin. Misalnya Golkar adalah partai besar dan tertua di Indonesia. Saya jelaskan bahwa Golkar memegang teguh empat prinsip yaitu: Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan dasar dan falsafah negara. Golkar juga percaya pada Tuhan Yang Maha Esa. Ini penting, saat dahulu Golkar berhadapan dengan Partai Komunis Indonesia.
Kemudian Golkar juga menjaga eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Terakhir Golkar menjaga Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu. Nilai ini penting untuk memperkokoh persatuan bangsa ini. Saya juga menjelaskan bahwa secara perolehan suara di pemilu 2009 lalu Golkar menduduki posisi ke dua terbesar setelah Partai Demokrat. Maka di parlemen, jumlah kursinya Partai Golkar nomor dua, meski demikian Golkar selalu unggul dan memimpin dalam diskusi atau isu-isu perpolitikan Indonesia.
Selain itu, Golkar juga bergabung dengan koalisi pemerintahan dan membuat kontrak politik dengan presiden. Lalu partai koalisi ini berhimpun dalam sekretariat gabungan atau setgab. Mengenai mengapa Golkar memilih berkoalisi dengan pemerintahan, saya jelaskan bahwa sikap ini penting untuk menjaga stabilitas politik. Setelah terpilih sebagai Ketua Umum, saya kemudian mengambil pilihan koalisi. Golkar ingin mengawal pemerintah dan menjamin tidak berhenti di tengah jalan. Sebab sejarah menunjukkan, pemimpin kita selalu jatuh atau dijatuhkan di tengah jalan.
Presiden pertama Soekarno dijatuhkan, presiden ke dua Soeharto juga. Lalu penggantinya BJ Habibie yang hanya sebentar memimpin juga ditolak pertanggungjawabannya. Kemudian terpilihlah Presiden Gus Dur atau Abdurrahman Wahid. Namun nasibnya sama dijatuhkan juga. Penggantinya Megawati Soekarnoputri memang tidak dijatuhkan, namun dia hanya sebentar karena menggantikan Gus Dur.
Hanya Presiden SBY saja, presiden yang memimpin secara penuh dalam 5 tahun dan tidak dijatuhkan. Karena itu di termin ke dua pemerintahan SBY, Golkar akan membantu mengawal. Dengan demikian pemerintah bisa fokus bekerja. Namun meski berkoalisi bukan berarti Golkar tidak kritis. Golkar akan tetap kritis terhadap kebijakan yang tak pro rakyat.
Mengenai isu politik yang sedang hangat, saya ceritakan mengenai polemik Yogyakarta, juga mengenai isu OJK, isu pembatasan BBM bersubsidi, dan sebagainya. Intinya di dalam setgab atau koalisi biasa ada perbedaan pendapat soal isu-isu tersebut. Perbedaan memang tidak dilarang dan dijadikan bahan berdiskusi untuk dicari formula terbaik. Perbincangan dengan mereka tentu tidak hanya soal politik atau yang berat-berat.
Saya juga bertanya apa kesan mereka tentang Indonesia. Mereka mengaku sangat senang berada di sini. Lalu saya tanya apakah sudah ke Bali? Mereka mengatakan sudah, bahkan ada yang sudah beberapa kali ke sana. Saya katakan bahwa Bali itu sangat mengagumkan. Selain secara alam cukup indah, Bali juga patut diacungi jempol dan dijadikan percontohan karena merupakan
daerah yang bisa menjaga tradisinya dengan baik.
Meski banyak turis datang, budaya Bali tak terpinggirkan. Budaya dan adat setempat masih sangat lekat. Ini tentu berbeda dengan Jepang misalnya, yang ketika banyak turis datang mereka mengadopsi budaya pendatang dan budaya lokal mulai terpinggirkan. Lihat saja bangunan dan dandanan orang-orang Jepang sudah mulai meniru barat. Semenatara di Bali kita melihat mereka masih melestarikan nilai-nilai adat dan budaya. Masih banyak sesajian, tarian, bunga, dan upacara di sana.
Dalam perbincangan itu saya sempat menanyakan juga pada mereka apakah merasa panas di Indonesia. Soalnya kan mereka biasa dengan cuaca dingin. Namun mereka mengatakan tidak merasa panas di sini. Lalu saya katakan sama mereka; “pantas saja anda kan pakai AC..haha.”
Saya lalu menanyakan bagaimana Jakarta menurut mereka, jawabannya kompak: macet. Lalu ada kelakar dari pendamping mereka bahwa kalau ke sini kata yang dipelajari pertama adalah kata: macet. Rupanya ada yang memperhatikan bajaj yang bisa digunakan untuk menembus kemacetan. Saya jelaskan bahwa bajaj itu awalnya adalah merek kendaraan asal India. Kemudian lama-lama menjadi nama kendaraan roda tiga yang memang bermerek Bajaj.
Namun sekarang bajaj juga membuka dealer motor di Indonesia. Sehingga ada dua bajaj sekarang; roda dua dan roda tiga. Soal macet ini saya katakan pertama adalah karena mis manajemen dalam mengurus Jakarta. Namun yang kedua juga menunjukkan roda perekonomian yang bergerak di Indonesia. Ini bukan omong kosong, sebab sekarang pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah yang tertinggi di ASEAN dan juga 20 besar di dunia.
Di akhir pertemuan saya memberikan mereka buku soal pengalaman menanggulangi kelaparan di Yahukimo Papua dan tulisan mengenai masalah Papua. Tak lupa saya juga menunjukkan lukisan padi menguning dan saya ceritakan mengenai kalimat di pidato saat HUT Golkar; “Langit masih tetap biru, tetapi padi sudah semakin menguning hingga ke pelosok-pelosok desa”. Mereka paham bahwa itu merupakan perumpamaan politik bahwa kuning adalah warna Golkar dan Golkar sudah menguasai pilkada. Lalu mereka pun tertawa.
Mendapat tamu orang luar yang ingin tahu lebih banyak soal Partai Golkar bukan yang pertama. Sebelumnya saya juga menerima delegasi dari Singapura untuk hal yang sama. Bagi yang ingin belajar dan tahu lebih banyak mengenai partai, politik dan tentang Indonesia, Golkar sangat terbuka.
No comments yet.