Bergaul Luas dan Menjaga Persahabatan
Oleh: H. Azkarmin Zaini
Wartawan, Sahabat Lama
Semasa di SMA 3/Teladan B Negeri, Setiabudi – Jakarta (1961-1964), sebagai teman di sekolah dan sahabat di luar sekolah, ada beberapa hal yang menonjol pada Aburizal Bakrie atau sering dipanggil Ical. Yang paling menonjol adalah, ia selalu menjadi bintang kelas karena nilai rapornya selalu bertengger di atas. Menjadi bintang kelas juga merupakan “trade mark” ketiga adik Ical, yaitu Roosmania (Odi), Nirwan (Iwan), dan Indra.
Ical sangat bersungguh-sungguh dalam belajar. Kalau dia punya pekerjaan rumah (PR), apalagi kalau besok ada ulangan, jangan harap Ical mau diajak bepergian. Andaikata kurang puas dengan hasil ulangan, dia terlihat kesal. Tapi kekesalan itu dilampiaskannya dengan lebih keras lagi belajar mata pelajaran itu.
Kami bersahabat berenam, yang sebagian di antaranya, termasuk saya, seangkatan tapi tidak sekelas dengan Ical. Namun di luar kelas selain bermain sehari-hari, kami juga sering belajar bersama. Kadang kami belajar di rumah Ical di Jalan Mataram I/1 Kebayoran Baru, kadang di rumah teman lain. Menjelang ujian akhir SMA, kami belajar bersama di rumah peristirahatan Keluarga Bakrie di Cibulan, Puncak. Dalam belajar bersama,Ical biasa menjadi tempat bertanya, jika ada pelajaran yang kami tidak mengerti.
Aburizal juga terkenal banyak teman. Ical disukai kawan-kawannya, baik pria maupun kawan wanita. Selain pintar, ia “anak orang kaya” yang rendah hati, tidak sombong, bahkan luwes bergaul.Karena itu pergaulannya luas sekali. Di sekolah maupun di luar sekolah, Ical, saya, dan 4 kawan lagi, jadi kami berenam, bersahabat baik. Kami bermain bersama, jalan bersama, nonton bersama, belajar pencak silat bersama, bermain badminton bersama.
Kami pernah bermain band bersama, meski cuma sekadar untuk tampil pada acara perpisahan sekolah. Nama band kami The BE’s, singkatan dari “Basket Eyes” hehe. Ical memegang lead guitar. Band The BE’s dibentuk spontan hanya sekitar dua mingguan menjelang acara perpisahan sekolah. Kami berlatih Cuma beberapa kali, lalu tampil saat acara perpisahan sekolah. Ternyata sambutan para hadirin atas penampilan kami cukup membuat kami senang. Tapi setelah tampil di perpisahan itu, band The BE’s mati begitu saja. Niat kami memang bukan membentuk band permanen.
Semasa SMA dulu, kalau hari Jumat pulang sekolah, saya sering ke rumah Ical. Lalu kami pergi sembahyang Jumat bersama. Adik laki-laki Ical, yaitu Iwan dan Indra, juga ikut. Ayah Ical, Haji Achmad Bakrie, juga biasa pergi sholat Jumat bersama anak-anak. Dari rumahnya depan pom bensin Jalan Mataram, kami berjalan kaki bersama menuju Masjid Agung Al Azhar yang jaraknya hanya sekitar 200 meter. Pak Achmad Bakrie, Ical, Iwan, Indra, dan saya. Kadang kalau waktu sudah mepet, kami pun naik mobil.
Setelah tamat SMA, meski Ical tidak lagi di Jakarta, sampai beberapa tahun kemudian kalau hari Jumat saya masih sering singgah di rumah Jalan Mataram I/1. Lalu saya pergi sembahyang Jumat ke Masjid Agung Al Azhar dengan Iwan dan Indra, kadang juga bersama Pak Haji Achmad Bakrie.
Pak Haji Achmad Bakrie pernah saya tanya, mengapa kalau hari Jumat tengah hari beliau sering ada di rumah. Katanya, beliau sengaja memerlukan pergi bersembahyang Jumat bersama anak-anak untuk mendidik mereka bahwa sholat Jumat itu wajib hukumnya, sebagaimana juga sholat lima waktu. Pak Haji Achmad Bakrie memang biasa mendidik anak-anaknya dengan memberi contoh tauladan.
Meski saya bersama teman-teman The BE’s bersahabat akrab, kami semua menyadari bukan cuma kami saja sahabat Ical. Ada sejumlah teman lain yang juga menjadi sahabat Ical, baik teman sekelasnya dan juga yang tidak sekelas. Selain itu, ia juga tetap setia membina persabahatan dengan teman-teman sekolah masa kecilnya. Saya pun terbawa berteman dengan beberapa teman masa kecil Ical.
Semasa mahasiswa pun saya tahu ia punya sejumlah sahabat. Beberapa di antara sahabat mahasiswanya juga saya kenal karena kadang saya ikut Ical ke Bandung dan ikut bergaul dengan teman-teman mahasiswanya. Setelah lulus, di kemudian hari, banyak sahabatnya menjadi pengusaha, juga pegiat berbagai organisasi. Demikian juga Aburizal Bakrie sudah menjadi pengusaha besar yang bahkan sempat dijuluki “orang terkaya di Indonesia”, dan sekarang sudah menjadi tokoh nasional dan salah satu pemimpin bangsa ini.
Namun, persahabatan Ical dengan saya, dengan teman-teman masa SMA-nya yang lain, bahkan dengan teman-teman masa TK-SD-SMP-nya, dengan para sahabatnya yang lain dari berbagai masa dan kalangan, tak pernah putus. Sekali-sekali, Ical yang supersibuk masih menyisihkan waktu untuk berkumpul dengan sahabat-sahabatnya. Entah itu para sahabat masa SMA, masa kecil, ataupun sahabat dari berbagai masa dan kalangan. Dan kalau sudah berkumpul dengan para sahabat, Ical betul-betul melepas segala atribut yang tersandang di pundaknya. Ia larut dalam obrolan santai, ia bercanda, ia tertawa terpingkal-pingkal saat bercerita lucu atau mendengar cerita yang lucu menggelikan.
Pada setiap bulan Ramadan misalnya, keluarga Aburizal Bakrie biasa mengundang berbuka puasa dan shalat tarawih banyak kalangan. Di antara yang diundangnya pasti terdapat banyak sahabatnya, sahabat sekarang maupun sahabat lama.
Silaturahmi tetap terjaga sampai kami sama-sama berusia “kepala 6″ sekarang. Aburizal Bakrie orang yang sangat menghargai dan menjaga persahabatan.
No comments yet.