Jangan Menyerah Pada Kegagalan
Bertemu mahasiswa salah satu aktivitas yang saya sukai. Rabu kemarin, 27 April 2011, saya berkunjung di Universitas Airlangga (Unair), Surabaya. Saya diundang ke sana menjadi pembicara pada acara “Serial Kuliah Tamu: Kepemimpinan dan Kebangsaan bersama Aburizal Bakrie”. Acara diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Airlangga dan Sukarelawan Indonesia untuk Perubahan di Fakultas Ekonomi kampus tersebut.
Mahasiswa yang hadir di acara itu sebagian menginginkan saya berbagi pengalaman. Terutama bagaimana kiat sukses menjadi pengusaha. Maka langsung saja, saya mengawali kuliah dengan menceritakan pengalaman saya. Saya ceritakan bagaimana saya belajar membangun usaha dan menghadapi kegagalan-kegagalan dalam perjalanannya.
Karena di hadapan para mahasiswa, maka saya mulai menceritakan pengalaman saya sewaktu kuliah di ITB pada tahun 1960an. Saat itu, saya memiliki ayah yang sudah berkecukupan di zaman itu. Tetapi bagi saya, hal itu tidak berarti semuanya serba mudah. Saya dan adik-adik saya tidak tumbuh dalam kemanjaan. Sebaliknya, sambil kuliah, saya belajar berusaha dan mencari uang sendiri.
Saya belajar berusaha dengan menjual tas dan kaos. Saya berjualan tas yang ada logo kampus seperti ITB, UI, Trisakti, dan sebagainya. Ada juga yang berlogo SMA. Saat itu, tas berlogo kampus atau sekolah sangat digemari karena kebanggaan mahasiswa dan pelajar pada almamaternya sangat tinggi. Karena itu, barang dagangan saya sangat laku.
Saya juga menjual kaos yang di cap dengan macam-macam desain. Misalnya pada saat Perang Vietnam, saya membuat kaos dengan tulisan “Not War”. Barang dagangan saya, semua saya jual dengan menitipkan di Pasar Cikini, Pasar Tanah Abang, dan Pasar Senen. Setiap hari Sabtu, saya ke Jakarta untuk mengantarkan barang baru dari Bandung dan mengambil uang hasil penjualan barang sebelumnya.
Ada cerita lucu soal aktivitas kuliah sambil jualan saya ini. Gara-gara sibuk jualan, saya pernah bolos kuliah. Celakanya ayah pacar saya, yang sekarang jadi istri, yang hari itu memberikan kuliah. Saya tidak tahu kalau ada kuliah umum beliau hari itu. Seperti kebiasaan umum mahasiswa, karena tidak hadir, saya nitip absen pada teman saya.
Malamnya saya ngapel atau berkunjung ke rumah pacar, dan ketemu ayah pacar saya yang tadi siang saya tidak ikut kuliahnya. Beliau bertanya, tadi saya kemana. Saya katakan; “Ada saya di situ”. “Kok gak lihat,” balasnya. “Wah Bapak gak lihat, padahal saya ada di situ,” kilah saya. Dia senyum-senyum tahu saya tidak ada. Untunglah beliau bijaksana.
Dalam berusaha, walaupun ayah saya sebenarnya dapat memberikan fasilitas, tetapi saya harus belajar berdiri di kaki sendiri. Saya dan adik-adik saya diajarkan mandiri dan berani menghadapi kegagalan. Karena usaha apapun dalam kehidupan pasti ada kegagalan. Memang dalam perjalanannya, saya beberapa kali gagal dan terperosok. Ayah saya berkata bahwa justru dengan kegagalan, kita dapat tumbuh lebih kuat. Kegagalan adalah langkah awal bagi keberhasilan.
Pelajaran untuk jangan menyerah pada kegagalan ini sangat penting. Kepada mahasiswa yang hadir saya berpesan, kalau gagal jangan terpuruk dan terus menyerah di dalam kegagalan. Soal ini, ayah saya mengatakan; jika kita berada di tempat yang gelap, bayangan pun akan lari. Bayangan yang paling setia, ikut kita ke mana-mana saja lari, apalagi teman-teman kita. Makanya kita harus keluar dari tempat gelap, keluar dari kegagalan.
Saya pernah mengalami kegagalan yang sangat besar. Misalnya, pada saat Krisis Moneter 1998, saya betul-betul jatuh. Saya dan seluruh keluarga saya terjebak pada lubang kesulitan yang sangat dalam. Saat itu saya benar-benar bangkrut. Waktu itu, hutang kami jauh lebih besar ketimbang harta kami yang tersisa. Kami lebih miskin dari pengemis yang termiskin sekalipun. Pengalaman ini pernah saya tulis di blog ini dengan judul Saya Pernah Lebih Miskin dari Pengemis.
Tetapi semua itu tidak mematahkan semangat saya. Tahun 2001 saya selesaikan semua permasalah itu. Karena saya tidak bisa bayar hutang memakai uang, saya bayar pakai saham. Waktu itu saham saya di perusahaan yang didirikan oleh ayah saya dari 55% tinggal 2,5%. Sebagian besar saham (95%), dari perusahaan yang didirikan ayah saya jadi milik bank. Saya tinggal punya 2,5% dan sisanya, 2,5% milik publik.
Hidup jadi sangat pahit saat itu. Jika sebelumnya ke mana-mana naik pesawat pribadi, setelah bangkrut 1998, terpaksa saya naik pesawat ekonomi. Tadinya saya sangat dihargai, sampai-sampai bank semua menawarkan kredit besar pada perusahaan kami. Namun saat saya gagal, semuanya berbalik. Jika sebelumnya mereka yang mengemis-ngemis ke tempat saya, gantian saya yang mengemis-ngemis ke tempat dia. Semua orang yang dulu percaya jadi tidak percaya dan mengatakan tidak mungkin Bakrie bangkit lagi.
Tapi saya tidak mau menyerah dan terus berusaha dan mencari jalan keluar. Sebab dalam kegagalan tidak boleh patah semangat dan harus terus berusaha. Saya tidak terjebak dalam pesimisme dan sikap menyalahkan orang lain. Alhamdullilah, akhirnya atas pertolongan Allah dan kerja keras, usaha saya bisa tumbuh lagi dan akhirnya justru lebih besar lagi dari masa sebelumnya.
Apa yang saya lakukan untuk bangkit dari kegagalan? Saya terus berdoa dan bekerja keras. Saya belajar membaca tren dunia saat itu, yang masih relevan untuk saat ini. Ada tiga hal pokok yang sangat di butuhkan dunia yaitu: food (makanan), energy (energy), and water (air), kalau kita singkat: few. Itu tren yang ada dan saya masuk ke sana mengambil bidang energi dan menggeluti bisnis baru yaitu batubara. Bisnis ini dan beberapa lainnya kemudian membangkitkan dan membesarkan bisnis saya.
Pengalaman saya membuktikan bahwa kegagalan bukan akhir dari segalanya. Jangan takut dan jangan pernah lari dari persoalan. Jika ada persoalan maka harus dihadapi. Jangan sembunyi atau minta bantuan orang. Jika tidak pernah bisa menghadapi maka persoalan tidak akan pernah selesai. Semua itu tentu berkat pertolongan Allah SWT. Tetapi pertolongan dan kesempatan ini tidak akan datang tanpa usaha.
Kepada para mahasiswa dan anak muda saya berpesan agar tidak takut berusaha. Usaha tidak selalu harus dimulai dengan uang dan fasilitas yang besar. Usaha hanya perlu mimpi dan kerja keras. Karena itu bermimpilah yang besar dan gantungkan cita-citamu setinggi langit.
Saya juga berpesan, untuk sukses, anak muda juga harus belajar mengatur waktu. Masa muda memang perlu bermain-main dan menikmati hidup, tapi harus juga diatur waktunya. Dulu saat kuliah saya juga mengatur waktu kapan kuliah, pacaran, berlatih karate, dan aktivitas lainnya. Rencanakan waktu anda sehingga anda bisa mengerjakan berbagai pekerjaan di dalam waktu yang sempit.
Dari kebiasaan mengatur waktu sejak muda, sekarang saya bisa membagi waktu saya untuk menjalani aktivitas saya yang sangat padat. Sebagai gambaran, saya akan memaparkan kegiatan saya beberapa pekan belakangan ini. Senin pergi ke Beijing, sampai di sana malam. Besoknya di sana banyak rapat dan pertemuan yang harus dihadiri. Dalam dua hari di sana ada 13 rapat. Kemudian hari Rabu malamnya saya berangkat dari Beijing ke Bali. Jam 12 malam saya terbang, sampai di Bali jam 7 pagi. Jam 2 siang saya menghadiri acara Dharmasanti, perayaan hari raya nyepi bersama umat Hindu di sana.
Kemudian besoknya saya pergi ke Larantuka di Flores untuk menghadiri prosesi Jumat Agung bersama saudara-saudara kita yang merayakannya. Hari Sabtu saya ke Pulau Komudo, hari Minggu saya di Banten. Lanjut hari Senin pagi saya berangkat ke Sukabumi dan tengah malamnya saya berangkat ke Morotai. Di sana hanya 4 jam dan saya langsung terbang ke Surabaya untuk menghadiri acara di Madura dan kuliah umum di Unair ini.
Hampir setiap hari jadwal dan kesibukan saya hampir sama dengan itu. Jika tidak membiasakan mengatur waktu sejak muda, maka akan susah. Karena itu, kepada para anak muda dan mahasiswa saya berpesan agar membiasakan menjadwalkan waktunya. Tidak hanya kualiah, waktu pacaran juga perlu dijadwal. Yang terpenting tentu saja berdisiplin mematuhi jadwal itu.
Itulah beberapa hal dari banyak hal yang saya sampaikan saat memberikan kualiah di Unair. Tema lain yang berbeda, akan saya tuangkan dalam tulisan saya selanjutnya. Saya berharap pengalaman saya itu dapat bermanfaat sebagai pembanding dan bekal dalam kehidupan para mahasiswa dan anak-anak muda yang akan jadi penerus bangsa ini. Di tangan para anak mudalah nasib bangsa ini digantungkan. Jika anak muda gagal, maka gagallah bangsa ini. Sebaliknya jika anak muda berhasil, maka akan berhasil pulalah bangsa ini.
No comments yet.