Kegelisahan HMI dan Dominasi Asing
Selasa sore, 12 Juli lalu, saya menerima kunjungan anak-anak muda yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Rombongan pengurus HMI yang dipimpin Ketua Umumnya, Noer Fajriensyah, ini berkunjung dalam rangka silaturahmi ke tokoh-tokoh partai politik. Selain ke tokoh parpol, rencananya mereka juga akan bertemu kalangan cendekiawan dan pimpinan media.
Dalam pertemuan tersebut, Fajri menyampaikan bahwa dalam silaturahmi ini mereka bermaksud menyampaikan berbagai kegelisahan atas masalah bangsa. Dia menyampaikan bahwa saat ini dominasi politik terlalu tinggi, sehingga masalah hukum dan masalah pembangunan terabaikan. Mereka juga mengeluhkan Pancasila yang mulai terlupakan, dan kurang menjiwai kehidupan kita sebagai bangsa.
Selain itu, juga dikeluhkan soal pendidikan tinggi yang kian mahal dan tak terjangkau. Bahkan, perguruan tinggi negeri yang dulu dikenal murah, sekarang semakin tak terjangkau. Mereka berharap Golkar dan parpol lainnya ikut mencari solusi masalah ini. Mereka mengajak semua elemen, termasuk parpol, memikirkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Terus terang, saya gembira dapat bertemu dan berdialog dengan anak-anak muda di HMI ini. Apalagi mereka menunjukkan bahwa mereka memiliki kepedulian terhadap masalah bangsanya. Ini mengingatkan saya waktu masih muda dulu. Saya dulu juga seperti mereka. Saya dulu aktivis gerakan mahasiswa tahun 60an. Kepada mereka saya katakan, saya sendiri juga gamang melihat keadaan yang ada sekarang. Koreksi dan perbaikan memang harus dilakukan.
Mengenai persoalan ekonomi, saya mengungkapkan kepada mereka bahwa saat ini dominasi asing terlalu kuat atau terlalu besar. Saya menggambarkan bagaimana sektor perbankan kita terlalu banyak dikuasai oleh asing.Pada sektor perbankan di negara lain, misalnya di Malaysia, asing hanya boleh menguasai maksimal 49 persensaham. Sedangkan di Indonesia, investor asing boleh menguasai perbankan hingga 100 persen. Perbankan Indonesia asal uangnya kan dari rakyat Indonesia. Karena itu, harusnya kita pertahankan kepemilikannasional sehingga maksimal asing bisa memiliki 49 persen saja. Yang ada saat ini, yang dikuasai asing mencapai70 persen.
Ini sudah masuk dalam situasi yang bisa membuat pembangunan ekonomi Indonesia diatur oleh asing. Ini tidak boleh dibiarkan dan harus ada perbaikan. Belum lagi kalau kita lihat masalah energi dan sumber daya alam. Sektor minyak bumi dan gas, dan pertambangan lainnya, banyak dikuasai asing. Apalagi perusahaan yang besar-besar, semua dikuasai asing.
Harusnya ada transfer pengetahuan dari asing ke kita, agar rakyat Indonesia bisa mendidik putra-putrinyauntuk bisa mengelola sendiri sumber daya alamnya, bukan hanya jadi penonton. Itu baru dua contoh.
Belum lagi contoh bagaimana pengaruh IMF kepada Indonesia. Sebagai contoh, kebijakan IMF yang merugikanterhadap industri pesawat terbang nasional, IPTN. Saat krisis tahun 1998 dan negara ini nyaris bangkrut, IMF mau membantu dengan salah satu syarat: IPTN kebanggaan kita itu harus ditutup. Akibatnya, terjadilaheksodus besar-besaran ahli-ahli pesawat terbang kita keluar negeri, seperti Brasil, Malaysia, dan Kanada. Akibatnya, industri pesawat terbang kita kini kalah dengan Negara-negara tersebut. Padahal, dulu Brasil dankita sama-sama mulai membangun industri ini.
Kita start-nya sama, tetapi Brasil sekarang jauh lebih maju. Mereka sudah bisa membuat private plane sendiri, pesawat tempur, dan pesawat komersial sendiri. Sementara Indonesia, tetap begitu-begitu saja. Bahkan,sekarang kita hanya mampu membuat satu bagian dari pesawat terbang. Ini kasus yang membuat saya sangat kecewa dan menunjukkan bahwa pembangunan kita meninggalkan aspek teknologi dan aspek kebangsaan sama sekali.
Saya berkeyakinan dalam pembangunan kita jangan hanya fokus pada pertumbuhan atau economic growth saja. Bisa saja economic growth kita tumbuh 10 persen per tahun, tapi yang menjalankan adalah asing atau golongan tertentu saja. Pertumbuhan 10 persen saja tidak cukup. Harus dijamin bahwa yang menjalankanroda ekonomi harusnya adalah orang-orang kita sendiri. Karena itulah Partai Golkar mengkonsepkan bahwapembangunan Indonesia harus dimulai dari desa. Karena di sana, di desa, ada orang-orang kecil yang mampu asal dibukakan akses. Waktu saya jadi Menko Kesra, terbukti mereka yang diberikan kredit mampu mengembangkan usaha dan berhasil mandiri.
Jangan salah paham, saya tidak anti asing. Kita tidak boleh menafikan pentingnya modal asing. Kita ambil contoh Malaysia. Mereka juga tidak anti asing. Namun mereka mengontrol agar asing tidak terlalu dominan, sehingga di sana kepemilikan asing tetap dikontrol di angka 49 persen.
Masalah hukum juga merupakan masalah penting yang harus diselesaikan. Masalah hukum yang buruk juga bisa menjadi penghambat investor masuk ke Indonesia. Salah satu contohnya adalah masalah Bank Century. Partai Golkar sangat concern terhadap masalah ini. Pansus Century DPR telah memberikan rekomendasi untuk ditindaklanjuti secara hukum, tapi setelah setahun KPK belum bisa menyatakan bahwa apakah benar atau tidak, telah terjadi penyelewengan dalam kasus ini. Jadi, masalah Century itu secara politik sudah dinyatakan ada kesalahan, namun saat diproses secara hukum sudah setahun lebih belum juga ada kesimpulan apakah ada kesalahan atau tidak. Karena itu, Partai Golkar mengharapkan KPK untuk memberikan jawabannya sebelum tanggal 30 September 2011, agar semuanya menjadi jelas.
Mengenai masalah pendidikan di perguruan tinggi yang makin lama makin mahal, saya sendiri juga sangat tidak setuju. Solusinya menurut saya pemerintah memberikan bantuan lebih pada pendidikan tinggi. Kita perlu banyak lulusan perguruan tinggi agar SDM kita meningkat kualitasnya. Karena itu hendaknya dana pemerintah jangan hanya bertitik berat untuk pendidikan dasar. Sebaiknya, SD dan SMP biayanya ditanggung oleh Kabupaten/Kota, sedangkan SMA oleh Provinsi, dan Pendidikan Tinggi oleh Pusat. Dengan demikian pendidikan tinggi bisa turun biayanya.
Dalam kunjungan saya ke daerah, banyak orang yang mengaku tidak terlalu membutuhkan bantuan dana di tahap pendidikan dasar. Mereka masih mampu membiayai. Namun, kebanyakan dari mereka tidak mampu meneruskan anaknya untuk bersekolah di perguruan tinggi. Pendidikan tinggi ini penting untuk meningkatkan daya saing, karena saya percaya persaingan nanti tidak dilakukan oleh negara-negara, tidak oleh perusahaan-perusahaan, tapi oleh manusia-manusia. Karena itu manusia-manusia Indonesia harus berkualitas.
Semua problem tersebut harus diselesaikan agar bangsa ini selamat. Semua problem pembangunan itu menurut saya utamanya adalah karena ketidaktegasan. Kita memerlukan pemimpin yang tegas dan berani untuk membangun negara ini di atas kepentingan rakyat. Pemerintahan yang tegas akan membangun tanpa kegamangan, akan maju terus, dan tidak jalan di tempat. Meskipun ada satu, seratus, seribu orang yang menyatakan tidak setuju, tapi pemerintah harus bersikap tegas dan jalan terus.
Contohnya negara Tiongkok yang sangat tegas dan selalu konsisten dalam membangun, kini jauh menyalip kita. Padahal, dahulu kita mulai membangun jalan tol 20 tahun lebih awal dari mereka. Namun, kini kita ketinggalan jauh. Jalan tol kita belum ada 100 km, sementara itu Tiongkok sekarang sudah punya 79.000 km jalan tol. Ini membuktikan kita punya masalah kelambatan dan ini harus diatasi.
Kepada anak-anak muda itu saya mengatakan memang saat ini ada banyak kesulitan. Persoalan kita begitu besar. Namun semua itu harus kita hadapi dengan optimistis. Kita harus optimistis bahwa ke depan kita akanmenjadi lebih baik. Jika kita pesismistis, masa depan niscaya bakal semakin parah. Tak ada pilihan lain bagi kitaselain bersikap optimistis dan terus berusaha keras membangun bangsa ini.
No comments yet.