Soal Capres Golkar, Tahun Depan Saja
Partai Golkar mulai tanggal 26 sampai 28 Oktober 2011, menyelenggarakan Rapat Pimpinan Nasional 2011, di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta. Banyak isu yang berkembang, terutama bahwa Rapimnas kali ini akan menentukan calon presiden Partai Golkar.
Isu seputar calon presiden ini bukan hal baru. Pada Rapimnas sebelumnya, isu ini juga muncul. Hanya saja, kali ini isu soal capres ini lebih kencang dan menjadi perbincangan hangat. Penyebab lain, wacana capres mulai ramai karena laporan sejumlah hasil survei yang melansir nama-nama capres.
Setiap saya bertemu wartawan, pasti pertanyaan yang diajukan adalah soal itu: siapa calon presiden Partai Golkar dan apakah saya yang akan dijadikan capres Partai Golkar.
Sebenarnya soal capres Partai Golkar ini sudah sering saya jawab dan jelaskan. Di blog ini, saya juga sudah pernah tulis (baca di sini).
Tapi untuk memperjelas lagi, kemarin saya menjawab panjang lebar pertanyaan itu kepada wartawan dan sudah dimuat di berbagai media. Melalui blog ini, saya akan menjelaskan lagi masalah tersebut.
Mengenai calon presiden ini, sebagaimana sudah lama saya ungkapkan, Partai Golkar menggunakan survei untuk menentukan siapa calon yang akan diusung. Calon yang popularitasnya tinggi berdasarkan hasil survei itulah yang akan menjadi calon presiden Partai Golkar. Jadi, calon bukan ditentukan oleh keputusan rapat DPP misalnya, namun oleh rakyat melalui survei.
Metode ini sudah berjalan untuk pemilihan umum kepala daerah (Pilkada). Semua calon Partai Golkar, ditentukan oleh survei. Terbukti, mereka berhasil, dan sekarang Partai Golkar memenangi separuh lebih Pilkada di seluruh Indonesia.
Nah, untuk calon presiden hal yang sama juga akan diberlakukan. Jadi tidak bisa saya sebagai ketua umum otomatis maju. Demikian pula halnya ketua DPD, tidak bisa dia otomatis maju sebagai calon kepala daerah. Semua harus melalui survei.
Ada yang bertanya mengapa Partai Golkar tidak memakai model konvensi seperti yang dulu dilakukan?
Konvensi itu baik. Dulu saya juga mengikuti konvensi ini. Namun saat ini kami menilai survei lebih pas. Sebab survei ini memotret suara rakyat Indonesia, bukan hanya suara kader Golkar saja. Beda survei dengan konvensi, kalau konvensi yang menentukan kader atau elit partai saja, sedangkan survei yang menentukan rakyat.
Dalam pemilihan langsung seperti Pilpres atau Pilkada, yang memilih adalah rakyat Indonesia, bukan cuma kader partai atau golongan tertentu saja. Karena itu survei untuk membaca suara rakyat penting dilakukan. Surveinya tentu tidak boleh sembarangan. Lembaganya harus kredibel dan hasilnya harus dapat dipertanggungjawabkan. Kami tidak mau survei diatur-atur. Buat apa survei diatur-atur? Itu tidak ada gunanya, cuma menyenangkan diri sendiri saja.
Karena itu, kepada mayoritas kader yang menginginkan saya maju menjadi capres, saya berikan pengertian. Kepada mereka saya katakan, kita coba naikkan lagi suara Partai Golkar saat ini. Sebab, berdasarkan sejumlah survei terbaru, meskipun Partai Golkar berada di posisi paling atas, namun suaranya masih sekitar 18 persen.
Karena itu kepada kader saya katakan agar bekerja keras untuk menaikkan suara partai hingga minimal 25 persen. Dengan suara sebesar itu, maka barulah Partai Golkar bisa bicara mengenai rencana mengusung capres sendiri. Dalam Pemilu 2014 nanti, kita ingin seperti Partai Demokrat yang bisa mengusung capres sendiri tanpa perlu tergantung pada suara partai lain.
Dengan melihat itu semua, maka yang perlu dibicarakan dengan kader Partai Golkar adalah bagaimana memperbaiki popularitas partai agar bisa lebih besar. Dalam pidato pembukaan Rapimnas, saya bahkan menargetkan meraih 35 persen suara, agar kemenangan Partai Golkar sebesar PDI Perjuangan pada 1999 silam.
Di Rapimnas kali ini saya menyampaikan itu pada kader-kader saya. Selama setahun mendatang kita harus bekerja keras. Di Rapimnas 2012 nanti akan kita lihat peta dan peluang calon presiden dari Partai Golkar. Di situ kita akan tentukan siapa calon presiden Partai Golkar.
Jadi, soal capres, tahun depan saja.
No comments yet.