Janji Saya untuk Papua
Minggu sore, 12 Februari 2012, saya kedatangan tamu istimewa. Serombongan tokoh asal Papua berkunjung ke rumah saya di Jl. Mangunsarkoro. Salah satu yang hadir sore itu adalah Alex Mebri, Panglima Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN OPM).
Alex datang bersama 11 aktivis gerakan Papua datang ke rumah saya didampingi Yorris Raweyai, politikus asal Papua yang juga anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI. Saya senang sekali dengan kedatangan mereka. Papua bagi saya sudah seperti kampung halaman. Mendapat kunjungan dari Papua, seperti dapat kunjungan dari kerabat sekampung halaman.
Mengenai kedekatan saya dengan Papua ini sudah sering saya sampaikan di mana-mana. Dalam blog ini pun, sudah sering pula saya tulis (silakan baca di sini dan di sini).
Tak bisa dipungkiri, kedekatan saya dengan Papua terkait pengalaman saya saat menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra). Ketika itu saya pernah beberapa bulan tinggal di Yahukimo, daerah pegunungan, 20 kilometer dari Wamena, dalam rangka menangani kelaparan di sana. Itu merupakan pengalaman mendalam dalam hidup saya. Bahkan, saking cintanya saya dengan Papua, saya memakai nama “Yahukimo” untuk ID BlackBerry Messenger saya.
Pertemuan saya dengan Alex sore itu memang baru pertama kali. Tetapi, ketika kami mengobrol santai sambil makan-makan, saya merasakan ada satu keakraban, seolah kami ini sudah lama saling mengenal. Banyak hal yang kami bincangkan, terutama sekali seputar permasalahan Papua.
Dalam perbincangan, Alex menyatakan ingin kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, kembali ke NKRI. Saya terharu. Apalagi Alex mengatakan mereka pun berkomitmen untuk mengakhiri seluruh konflik dan kekerasan yang terjadi selama ini. Mereka berkomitmen untuk bersama-sama pemerintah Indonesia mencari solusi bagi seluruh permasalahan Papua, serta membangun Bumi Cendrawasih menjadi lebih sejahtera dan damai.
Alex mengatakan kekerasan dan konflik di Papua sesungguhnya bukan karena perkara merdeka atau tetap menjadi bagian dari NKRI, tapi lebih pada persoalan konflik elite politik di sana. Selain itu, yang jauh lebih penting adalah tuntuntan kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik. Katanya, tidak sedikit oknum yang mengatasnamakan OPM dan berdalih memperjuangkan kemerdekaan Papua, lalu memicu konflik dan kekerasan di tengah masyarakat. Padahal, rakyat Papua sendiri tidak mereka perhatikan.
Saya amat setuju dengan pendapat Alex. Apalagi ketika dia mengatakan bahwa Papua tidak akan pernah menjadi lebih baik dan lebih sejahtera kalau terus-menerus dililit konflik dan kekerasan. Pembangunan tidak akan pernah berjalan kalau keamanan di tanah Papua masih bermasalah. Karena itu, Alex dan para pengikutnya bertekad mengakhiri seluruh konflik dan kekerasan agar bisa bersama-sama membangun serta menyejahterakan Papua.
Pertemuan saya dengan Alex ini mengingatkan saya dengan tokoh pencetus OPM, Nicholas Jouwe, yang juga pernah bertemu saya di rumah, sebelum akhirnya dia kembali ke NKRI. Dulu saat masih menjadi Menko Kesra, saya mengirim orang untuk membujuk satu-satunya pendiri OPM yang masih hidup dan telah menetap serta menjadi warga negara Belanda selama lebih kurang 40 tahun ini. Saya bujuk dia untuk datang ke Indonesia dan bertemu di rumah saya.
Tak seperti Alex, membujuk Nicholas untuk kembali ke NKRI tidaklah mudah. Dia sempat tidak mau memakai bendera Merah Putih dan lambang Garuda. Pada saat itu banyak rekan saya di kabinet marah dan menilai dia tidak perlu dipertemukan dengan Presiden. Padahal, saya berpendapat dia perlu bertemu Presiden untuk dijelaskan mengenai masalah Papua.
Saya bilang ke Presiden waktu itu: “Pak, saya kalah voting, tapi Bapak sebagai Kepala Negara, bukan sebagai Kepala Pemerintahan, ada baiknya menerima Nicholas Jouwe ini.” Akhirnya, Presiden bersedia menemui Nicholas di Cikeas. Pada saat itu dia mengatakan: “Bapak Presiden, saya akan kembali menjadi warga negara Indonesia dan membantu pemerintah Indonesia menyelesaikan masalah Papua.”
Singkat cerita, akhirnya Nicholas tinggal kembali menjadi WNI dan tinggal di Papua. Sampai saat ini kami masih berhubungan baik. Tiap Lebaran, biasanya Nicholas dan keluarganya berkunjung ke rumah saya, tempat di mana kami dulu bertemu dan membicarakan masalah Papua bersama-sama.
Tak hanya pemimpin-pemimpin OPM saja yang pernah saya temui. Saat masih di Papua dan mengunjungi daerah-daerah pelosoknya, saya sering bertemu dengan prajurit-prajurit OPM. Banyak pasukan OPM yang menyerahkan senjata sukarela pada saya dan berikrar kembali ke NKRI. Tanpa paksaan. Ini karena mereka melihat daerah mereka dibangun, daerah mereka disejahterakan kala itu.
Kalau sekilas melihat tentara OPM, penampilan mereka memang seram-seram. Namun, saya tidak melihat penampilan luarnya, saya meyakini pada dasarnya semua manusia itu sama. Jika kita berlaku baik pada dia, maka dia juga akan baik pada kita.
Selama berada di sana, bahkan ketika bertemu para pimpinan militer OPM, saya tidak pernah menggunakan pengawalan pasukan. Saya juga tidak pernah memakai rompi anti peluru. Buktinya saya aman-aman saja. Tidak ada yang memanah saya, tidak ada yang menembak saya. Mereka tidak membenci orang, mereka cuma memperjuangkan kesejahteraan untuk daerah mereka.
Saya sering mengatakan di mana-mana dan berulang-ulang bahwa masyarakat Papua sebenarnya tidak ingin merdeka dari NKRI, mereka hanya ingin merdeka dari kemiskinan dan ketertinggalan akibat tidak meratanya pembangunan. Karena itu saya katakan pendekatan kesejahteraan adalah solusi yang tepat bagi Papua, bukan pendekatan keamanan.
Karena itu, kepada tamu dari Papua, kepada Alex dan rombongannya, sore itu saya katakan sebagai Ketua Umum Partai Golkar saya berjanji akan terus-menerus memperjuangkan kesejahteraan Papua. Saya bilang kepada Pak Alex, “Bapak, saya janji, dan janji saya ini tentu disaksikan Tuhan dan kita semua yang ada di sini: saya akan memperjuangkannya dengan seluruh kekuatan saya. Saya janji.”
Melalui Fraksi Partai Golkar, sebagai salah satu fraksi terbesar di parlemen, Partai Golkar juga akan memperjuangkan kebijakan yang baik dan tepat untuk Papua. Banyak legislator Papua di sana, salah satunya Yoris, yang sore itu juga hadir. Saya juga akan memanfaatkan posisi saya sebagai Wakil Ketua di Sekretariat Gabungan partai politik pendukung pemerintah untuk mengarahkan pemerintah agar mampu membuat program atau kebijakan yang tepat untuk Papua.
Sebelum Alex dan rombongan pamit, saya mendengar dari Alex bahwa mereka dijadwalkan bertemu Ketua DPR RI, Marzuki Alie dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tujuannya sama: menyampaikan komitmen untuk kembali ke pangkuan NKRI dan bersama-sama membangun Papua serta segera mengakhiri segala konflik dan kekerasan di sana.
Saya sungguh berharap pertemuan itu dapat menghasilkan rumusan-rumusan positif dan bermanfaat bagi Papua. Semoga masalah Papua bisa segera terselesaikan, sehingga kedamaian dan kemakmuran segera hadir kembali di Bumi Cendrawasih.
No comments yet.