Membangun Karakter dengan Karate
Untuk kesekian kali, saya kembali mengunjungi kampus Institut Teknologi Bandung, Jumat, 20 Januari 2012 lalu. Di kampus tempat saya kuliah itu, saya datang bukan untuk memberikan kualiah umum seperti yang saya lakukan sebelumnya, tapi untuk membuka Kejuaraan Nasional Karate “Bakrie Cup 2012”.
Pembukaan acara ini digelar di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) ITB. Acara Jumat siang itu, juga dihadiri Ketua Umum KONI Pusat Tono Suratman, Ketua PB FORKI Lumban Sianipar, Wakil Gubernur Jawa Barat yang juga dikenal sebagai karateka yang suka membintangi film action, Dede Yusuf.
Ini adalah kejuaraan karate nasional khusus untuk mahasiswa. Tercatat sebanyak 122 perguruan tinggi, dengan sekitar 553 mahasiswa mengikuti kejuaraan beladiri ini. Kejuaraan ini bernama “Bakrie Cup” karena Kelompok Usaha Bakrie (Bakrie Group) berpartisipasi di dalamnya. Ini juga merupakan rangkaian acara perayaan ulang tahun Group Bakrie ke-70, serta bentuk kepedulian Bakrie pada olahraga nasional, khususnya karate.
Saya sendiri tidak asing dengan olahraga karate ini. Meski selama ini saya banyak dikenal dekat dengan olahraga tenis, namun sebenarnya sejak muda saya sangat lekat dengan karate. Sayakebetulan seorang karateka pemegang ban hitam. Saya mendalami olahraga ini sejak masih “kohai” alias siswa, sampai menjadi “sempai” atau pelatih.
Saya masih ingat, saat masih mahasiswa dulu, saya selalu membagi waktu dengan ketat setiap harinya. Untuk belajar, ibadah, jalan-jalan, dan tak lupa olahraga karate. Dulu saya latihan karate setiap pagi. Setiap subuh saya bangun lalu sholat. Nah setelah sholat, dengan udara segar di pagi hari inilah saya latihan karate.
Sambil kuliah, saya terus aktif menekuni dan mengembangkan olahraga karate. Khususnya di kalangan mahasiswa, saya merupakan salah satu perintis olahraga karate di kampus ITB. Saya bersyukur dan gembira, unit karate ITB sampai saat ini masih tetap berdiri dan masih aktif melakukan kegiatan.
Karena itu, saya setuju dan mendukung penuh kompetisi karate yang digelar khusus untuk mahasiswa ini. Sebab dengan kompetisi mereka akan lebih bersemangat menekuni olahraga ini. Dengan kompetisi yang akan dilaksanakan secara berkesinambungan, juga akan bisa menjadi sarana bagi para mahasiswa untuk mengukur prestasi.
Dari sini juga bisa dijaring bibit atlit-atlit nasional. Mahasiswa merupakan salah satu sumber bibit atlit yang layak diperhitungkan. Banyak sekali mahasiswa yang kemudian tumbuh jadi atlit berbakat dan berprestasi baik di tingkat nasional maupun dunia.
Di ajang SEA Games, karate juga menyumbang medali emas untuk Indonesia. Tercatat ada 10 medali emas disumbangkan cabang ini. Jika pembinaan olahraga ini terus dilakukan, maka bukan mustahil sumbangannya akan lebih banyak lagi. Pembinaan generasi muda seperti mahasiswa dan diadakan banyak turnamen itu salah satu kuncinya. Karena itu “Bakrie Cup” hadir.
Saya merasakan sendiri bahwa olahraga beladiri karate ini memiliki manfaat yang sangat besar, terutama untuk anak muda seperti para mahasiswa. Karate tidak saja menyehatkan badan, tapi juga membangun jiwa kompetitif dan sportifitas. Lebih dari itu, dia juga dapat menjadi sarana pembangunan karakter seseorang.
Dalam karate ada banyak filosofi yang bertujuan membangun karakter. Misalnya saja ada “rei” yang mengajarkan sikap saling menghormati, ada “muga” atau berkonsentrasi penuh, dan “shubaku” atau senantiasa berhati lembut. Selain itu, ada juga “tai no sen” yang mengajarkan karateka untuk selalu memiliki inisiatif, “keiko” yang mengajarkan untuk selalu rajin, dan sebagainya. Semua ini harus dilakukan untuk mencapai “do” atau jalan yang sebenarnya.
Dalam pencapaian “do” inilah, karakter karateka akan terbentuk dengan menjalankan berbagai ajaran tersebut. Seperti beladiri yang lainnya, dalam karate latihan jasmani dan rohani berjalan seimbang. Pembangunan karakter ini adalah hal terpenting dalam karate. Oleh karena itu tema “Karate Membangun Karakter” di kejuaraan ini sangat tepat.
Itu semua cocok dengan kondisi sekarang, di mana banyak kita saksikan kabar mahasiswa terlibat perkelahian dan tawuran di kampus. Coba mereka diarahkan ke olahraga beladiri ini, agresivitas mereka akan bisa diredam dan disalurkan ke hal yang positif, karakter mereka terbentuk, dan bahkan bisa berprestasi.
Karena sebenarnya karate ini dapat membentuk manusia Indonesia yang rendah hati, tetapi punya isi. Tangguh, teguh, dan konsisten dengan sikapnya. Karate juga membentuk jiwa kompetitif untuk meraih kemenangan. Namun di sisi lain juga menanamkan sikap sportif yang bisa menerima kekalahan. Saya akui, banyak karakter saya dalam kehidupan dan memimpin organisasi terbentuk oleh karate, terutama soal disiplin, tegas, berani, konsisten bersikap, kompetitif, dan lain sebagainya.
Para mahasiswa adalah generasi penerus bangsa. Merekalah yang kelak akan menjadi para pemimpin bangsa ini. Karena itu, karakter mereka harus dibentuk dengan baik. Karate akan membentuk karakter yang berani, pekerja keras, disiplin, kompetitif, sportif, namun tetap rendah hati. Ini adalah karakter yang sangat dibutuhkan untuk menjadi pemimpin.
Dalam kompetisi karate, menang atau kalah bukanlah tujuan utamanya, tapi pembangunan good character penting di sini. Karena itu, saya sangat berharap ajang Kejuaraan Karate Bakrie Cup 2012 yang bertema “Karate Membangun Karakter”, bisa mewujudkan hal itu.
No comments yet.