Harapan Saya pada Tenis Indonesia
Setelah sebulan lebih tidak bermain tenis, karena bulan puasa, akhirnya minggu ini saya bisa bermain tenis lagi. Bermain tenis di pagi hari memang sudah lama menjadi rutinitas saya. Saya selalu membuka hari dengan berolah raga, dan tenis adalah olah raga yang saya pilih dan saya tekuni sejak masih muda dulu.
Saya bisanya bermain tenis dengan para sahabat saya. Kemarin, saya bermain dengan Yustejo Tarik dan Hadiman. Dua sahabat saya ini adalah legenda tenis Indonesia. Pasangan Hadiman – Yustejo adalah peraih medali emas Asian Games di Bangkok (1978) dan New Delhi (1982).
Dalam sejarah tenis Indonesia, keduanya adalah peraih medali emas terbanyak. Hingga saat ini belum ada petenis nasional yang menyamai prestasi keduanya di level internasional. Saya sudah mengenal mereka sejak lama dan sampai saat ini kami masih bersahabat dan main tenis bersama.
Saya juga sudah lama akrab dengan dengan dunia tenis. Dulu saya mempunyai sebuah club tenis yang bernaung di bawah POR Pelita Jaya. Di sana ada Yayuk Basuki, Utaminingsih, Suharyadi, Wailan Walalangi, Sulistyono, Januar Mangitung, dan lain-lain. Saya juga banyak mengirim atau membiayai petenis berbakat untuk berlatih di Amerika Serikat. Terakhir petenis Nadya Rafita, putrinya mantan petenis Luki Tejamukti.
Selain Yustejo, petenis yang saya kenal dan berprestasi bagus adalah Yayuk Basuki. Dia juga merupakan legenda tenis Indonesia. Prestasinya tak kalah membanggakan. Dia dua kali masuk perempat final Wimbeldon, dan kalah dari petenis top Stefi Grafy dan Martina Nabratilova.
Saya punya cerita menarik soal Yayuk. Dulu, saya pernah menjanjikan atau bertaruh pada dia, jika bisa menembus peringkat 50 dunia, saya akan memberi hadiah mobil mewah padanya. Ternyata, Yayuk bisa menjawab tantangan saya, bahkan dia berhasil menembus peringkat 40 dunia.
Sesuai janji saya, pada tahun 1991 itu saya menghadiahkan sebuah mobil sport Nissan ZX 300 V-6 Turbo kepada Yayuk yang saat itu adalah petenis nomor satu Indonesia. Tapi rupanya mobil tersebut tidak cocok bagi dia. Setelah dua tahun digunakan, Yayuk kemudian mengembalikan mobil tersebut karena merasa tidak cocok dan kerepotan merawat mobil sport.
Bagi Yayuk, mobil itu sangat berharga. Karena itu dia memilih mengembalikan pada saya dan bukan menjualnya. Sebagai gantinya, saya memberikan Yayuk sebuah mobil Great Corolla. Mobil ini bagi Yayuk lebih cocok dengan dirinya dan digunakannya untuk mobilitasnya sehari-hari.
Sayang, pasca Yayuk, tidak ada lagi atlet tenis Indonesia yang berprestasi secemerlang dia. Kini tidak ada lagi petenis yang bisa bertanding di centre court, sejak kejayaan Yayuk.
Saya sering mendengar keprihatinan Yayuk dan Yustejo pada dunia tenis Indonesia. Mereka sangat ingin dunia tenis nasional kembali berjaya dan bisa berbicara banyak di ajang internasional seperti dulu.
Keprihatinan dan kecemasan yang sama juga saya rasakan. Sebagai orang yang sudah lama mengenal dan bergelut dengan dunia tenis, saya juga mempunya mimpi yang sama dengan mereka. Kami berharap suatu hari akan ada atlet tenis Indonesia yang bertanding bahkan menjuarai ajang bergengsi tenis dunia, bukan cuma sekadar menjadi penonton.
Semoga ke depan PELTI dan pemerintah akan bersungguh-sungguh melahirkan bibit-bibit atlet tenis. Mereka harus melakukan pembinaan sejak usia dini dan tidak ragu memberikan hadiah, bonus, atau penghargaan yang layak pada atlet yang berprestasi. Ini agar banyak orang yang termotivasi untuk menjadi atlet yang berprestasi.
Saya optimis dunia tenis Indonesia bisa bangkit. Saya tetap punya mimpi bahwa suatu saat ada petenis putra atau putri Indonesia yang bertanding di Turnamen Grand Slam. Saya tidak tahu entah kapan mimpi saya itu jadi kenyataan. Tapi dengan kesungguhan dan kerja keras, saya yakin mimpi itu akan jadi nyata.
No comments yet.