Persahabatan Rumpun Melayu: Peran Universitas di Tengah Perubahan Dunia
Disampaikan dalam Kuliah Umum di Universiti Utara Malaysia, Kedah, Malaysia, 3 Oktober 2017
Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam sejahtera buat kita semua
Bapak dan Ibu yang saya hormati
Hadirin yang saya muliakan
Pertama-tama saya ingin mengajak kita semua untuk menyampaikan puji dan syukur pada Allah SWT sebab hanya atas rahmatnya kita dapat bertemu dalam acara yang penting ini.
Selanjutnya, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan penghargaan serta terima kasih kepada panitia penyelenggara yang telah mengundang serta memberi saya kesempatan untuk menyampaikan satu atau dua pesan di hadapan hadirin yang berbahagia pada hari ini. Saya selalu senang apabila berkunjung ke Malaysia, bertemu dengan saudara-saudara serumpun, terutama di tengah kaum cerdik-pandai yang memiliki banyak ilmu dan kearifan.
Secara khusus, kepada Universiti Utara Malaysia, saya menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya. Perguruan ini tumbuh cepat dan semakin berwibawa sebagai lembaga pendidikan tinggi. Ia adalah pertanda tumbuhnya kepercayaan diri Malaysia untuk menjadi negara terdepan di Asia dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Sebagai sahabat, saya menyampaikan selamat atas semua pencapaian ini.
Insya Allah, kerjasama antara Universiti Utara Malaysia dan Universitas Bakrie akan berlanjut dan di tahun-tahun mendatang, menjadi salah satu pilar bagi kerjasama rumpun Melayu dalam merebut kemajuan serta menghasilkan inovasi-inovasi baru yang bermanfaat bagi umat manusia.
Set your course by the stars, not by the lights of every passing ships, tetapkan tujuanmu pada bintang-bintang di langit, bukan pada kerlap-kerlip lampu kapal yang datang dan pergi. Ungkapan dari Jenderal Omar Bradley ini sangat baik untuk kita jadikan fondasi bagi kerja sama dua universitas yang strategis ini.
Kita harus bertekad bahwa Universiti Utara Malaysia dan Universitas Bakrie akan mencapai tujuan yang terjauh, yaitu transformation of humanity, perubahan peradaban umat manusia untuk menjadi lebih baik lagi di abad ke-21.
Kita harus yakin, setelah Amerika dan Eropa melakukan revolusi ilmu pengetahuan sejak abad ke-17 hingga awal abad ke-20, kali ini bangsa-bangsa di Asia, termasuk Malaysia dan Indonesia, akan berdiri di garis terdepan dalam mendorong tapal batas kemajuan ilmu dalam meningkatkan hidup dan kehidupan manusia.
Sekarang, China dan Korea Selatan, dan juga Jepang, sudah mulai melangkah cepat dengan memanfaatkan teknologi terbaru baik dalam dunia bisnis, baik dalam dunia e-commerce, transportasi massal, kesehatan dan yang lainnya. Tahun depan, misalnya, di Dubai salah satu perusahaan China akan mulai launching taxi terbang tanpa pengemudi, driverless air taxi, dengan teknologi berbasis drone.
Kalau berhasil, bisa ditebak akan terjadi revolusi dalam transportasi umum, dalam pola manusia bermukim, serta dalam arsitektur pengembangan kota-kota di dunia.
Demikian pula dengan kemajuan teknologi 3D printer. Bayangkan, sekarang teknologi 3D printers telah berhasil membuat 10 rumah dalam 24 jam, dengan harga USD10.000 untuk setiap rumah berukuran 200 m2. Memiliki sebuah rumah dengan harga terjangkau adalah impian setiap keluarga dalam kehidupan mereka. Jika mahasiswa-mahasiswa Universiti Utara Malaysia dan Universitas Bakrie bisa membuat secara massal semurah dan secepat itu, maka kita akan dikenang masyarakat sebagai pembuat solusi yg sangat berarti bagi kehidupan mereka.
Tentu masih banyak contoh lainnya yang bisa kita jelaskan di sini. Tetapi satu hal sudah jelas, bahwa China dan bangsa-bangsa di Asia sudah mulai menggeliat dan memimpin aplikasi teknologi dan berbagai aspek kehidupan manusia.
Malaysia dan Indonesia sebenarnya juga sudah mulai bangkit. Beberapa inovasi dan perusahaan yang didirikan oleh anak-anak muda, seperti Gojek, Grab, Traveloka, Tokopedia sudah berkembang dan mencuri perhatian kaum investor dunia. Dalam beberapa hal, perkembangan mereka luar biasa. Gojek sekarang sudah mempekerjakan lebih 200 ribu orang, sementara seluruh anak perusahaan Bakrie, misalnya, sebuah usaha yang telah berdiri lebih setengah abad, “hanya” memiliki pegawai sekitar satu pertiga dari itu.
Hal itu membuktikan bahwa, dengan teknologi dan business model yang baru, percepatan dan loncatan jauh ke depan semakin mungkin dilakukan, dengan akibat yang fundamental terhadap berbagai aspek kehidupan manusia. Jadi visi kita tdk boleh hanya jangka pendek dan sekedar untuk kebanggaan saja, tetapi harus visi jangka panjang dengan dampak yang berarti bagi the transformation of human life yang lebih baik. Dengan itulah kita bisa hidup secara berguna bagi masyarakat kita dan dunia.
Dalam bidang ilmu dan teknologi lainnya, telah terjadi berbagai perkembangan pesat. Dalam biologi, dalam neuroscience, artificial intelligence, dalam aeronotika, computer science, dan semacamnya. The frontiers of human mind will forever expand to the delight of us all.
Ilmu pengetahuan akan terus berkembang, dan untuk itulah semua usaha harus kita fokuskan dalam merebut serta mengarahkannya.
Bapak dan Ibu yang saya hormati
Hadirin yang saya muliakan
Dengan semua itu, sekali lagi saya ingin menekankan bahwa kerjasama antar-universitas seperti yang dilakukan Universiti Utara Malaysia dan Universitas Bakrie sangat bermanfaat dan bersifat strategis bagi wilayah dan kawasan kita di tahun-tahun mendatang.
Sejak setengah abad terakhir, pertumbuhan dunia berlangsung sangat cepat dalam tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dunia menjadi sebuah jaringan negara dengan sistem ekonomi yang saling berhubungan dan diberi sebuah istilah populer, yaitu global village.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, manusia di berbagai bangsa menjadi begitu dekat, saling mempengaruhi, dan saling berdagang – semua ini menghasilkan sebuah kecenderungan baru yang oleh Profesor Richard Baldwin disebut sebagai the great convergence.
Kita tentu bangga dan bersyukur bahwa dalam perkembangan baru tersebut, bukan hanya Amerika dan Eropa yang bergerak maju, tetapi juga Asia, termasuk Malaysia dan Indonesia. Bahkan bisa dikatakan bahwa sebenarnya salah satu pusat terpenting dari dinamisme pertumbuhan dunia dalam beberapa dekade terakhir justru terjadi di Asia.
Dari Jepang, Korea, dan Taiwan, hingga Singapura, Malaysia, Indonesia, serta dua raksasa Asia, yaitu China dan India: walau dalam tingkat yang berbeda-beda, semua negara Asia ini menunjukkan kreatifitas serta dinamisme yang mengagumkan. Seperti dalam formasi angsa terbang, the flying geese formation, negara-negara Asia ini satu per satu mencapai kemajuan dalam berbagai bidang sekaligus, seperti pertumbuhan GDP, peningkatan bisnis, serta peningkatan level pendidikan umum.
Singkatnya, dengan semua pencapaian tersebut, Asia berhasil mengejar ketertinggalan dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini adalah sebuah prestasi tersendiri, suatu pencapaian yang saat ini menjadi contoh bagi banyak negara lainnya.
Tentu saja, dengan semua itu, kita tidak boleh lengah dan merasa puas diri. Walaupun prestasi Asia sudah sangat bagus, jalan yang harus kita tempuh masih cukup panjang. Dan khususnya negara seperti Malaysia dan Indonesia, tingkat kemajuan rakyat kita masih terpaut relatif jauh dengan tingkat kemajuan peradaban di Amerika dan Eropa.
Artinya, justru kita sekarang harus bergerak lebih cepat lagi. Dan karena itulah saya berkata di awal tadi bahwa peran universitas dan kerjasama antar-perguruan tinggi seperti yang telah dilakukan oleh Universiti Utara Malaysia dan Universitas Bakrie bersifat sangat strategis. Di awal abad ke-21 ini, kalau kita mau bergerak cepat, tidak bisa lain kita harus mengandalkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Malaysia, Indonesia dan negara-negara Asia lainnya tidak bisa lagi hanya mengandalkan sumber daya alam atau hanya menjadi produsen barang-barang kebutuhan yang sifatnya low-tech. Kita juga tidak bisa lagi hanya bersandar pada konsep comparative advantage yang dibangun berdasarkan jumlah pekerja yang masif, dengan gaji relatif rendah.
Kata kuncinya sekarang adalah inovasi, kreatifitas, kualitas manusia dan pendidikan tinggi. Inilah our new philosopher’s stones, rahasia sukses untuk merebut kemajuan lebih lanjut di abad ke-21.
Jadi pada intinya, di masa kini dan terutama di masa depan, Indonesia, Malaysia serta negara-negara Asia lainnya harus semakin bersandar pada mutu dan kemampuan universitas kita untuk menjadi the centerpiece dari semua itu.
Bapak dan Ibu yang saya muliakan
Hadirin yang saya cintai
Sejauh kita berbicara tentang universitas, kita tidak perlu berkecil hati untuk mengakui fakta bahwa perguruan tinggi modern adalah institusi yang relatif baru dalam masyarakat kita. Di Indonesia, universitas terbesar dan tertua seperti ITB, UI dan UGM belum berusia satu abad, sementara Harvard University di AS sudah berusia hampir 400 tahun, dan universitas di Eropa, seperti Oxford, Sorbonne dan Bologna, sudah berumur sekitar 1.000 tahun.
Jadi, harus diakui bahwa universitas sebagai pusat pencarian pengetahuan modern memang masih relatif baru dalam masyarakat kita. Tapi usia muda bukanlah sebuah hambatan, malah justru sebaliknya.
Dalam hal ini, barangkali kita perlu belajar dari prestasi Stanford University di Palo Alto, Amerika Serikat. Universitas ini juga masih berusia sangat muda, dan pada tahun 1930-an masih dianggap perguruan desa yang terpencil. Namun, dengan langkah-langkah pengembangan yang tepat, dalam waktu singkat Stanford University menjadi pusat ilmu dan teknologi dengan melahirkan mikrocip dan mikroprosesor, sebuah penemuan yang sejajar dengan penemuan mesin uap di abad ke-18.
Dari lingkungan Stanford University telah muncul banyak pemenang Hadiah Nobel, termasuk sejumlah enterpreneur yang melahirkan begitu banyak perusahan teknologi kelas dunia (Hawlett-Packard, Intel, Apple, Google, dan sebagainya) yang membentuk sebuah wilayah yang dikenal sebagai Lembah Silikon, Silicon Valley. Praktis, dalam setengah abad terakhir ini, tidak ada penemuan besar yang mengubah wajah masyarakat modern yang tidak berasal atau setidaknya difasilitasi oleh Stanford University.
Karena itulah, walau masih berusia relatif muda, Stanford University kini dianggap sebagai salah satu perguruan tinggi terbaik dan paling bergengsi di dunia.
Kalau Stanford University bisa, saya yakin bahwa universitas di negeri kita, khususnya Universiti Utara Malaysia dan Universitas Bakrie juga pasti bisa, sejauh kita mempunyai vision ke arah itu.
Kata kuncinya adalah the willingness to strive for the improvement of human life.
Kalau berhasil, maka saya yakin bahwa dalam satu generasi ke depan Malaysia dan Indonesia akan menjadi negara yang sepenuhnya maju serta menjadi contoh bagi negara-negara sedang berkembang lainnya.
Kita berharap dan yakin bahwa pada saatnya nanti Malaysia dan Indonesia dapat melahirkan inovator-inovator besar seperti Steve Jobs dan Elon Musk yang mengubah dunia dengan otak dan kreatifitas mereka. Kita akan menjadi pelaku aktif yang memberi kontribusi positif pada peradabad dunia abad ke-21.
Alangkah bangganya kita yang hidup sekarang jika semua itu memang terjadi kelak.
Saudara-saudara yang saya muliakan
Hadirin yang saya hormati
Sebelum menutup sambutan ini, saya ingin mengingatkan pada fakta historis serta pada fakta geografis yang menjadi pengikat kita sebagai rumpun Melayu. Malaysia dan Indonesia terletak dalam semanjung dan kepulauan yang menghubungkan dua lautan besar, yaitu Samudera Indonesia (atau Samudera India, Indian Ocean) dan Samudera Pasifik. Kita juga persis diapit oleh Benua Asia dan Australia.
Karena lokasi strategis inilah, kita adalah masyarakat yang terbentuk karena pergaulan dan saling-pengaruh antar-bangsa lebih seribu tahun yang lalu. Pada awalnya adalah pengaruh India dan Cina, kemudian Arab dan bangsa-bangsa Eropa: semua pengaruh dan pergaulan ini kita serap dan dengan kreatif kita jadikan milik kita sendiri.
Dari proses historis itulah lahir Bahasa Melayu dan kebudayaan Melayu. Karena itu, kalau bisa disimpulkan, kekuatan dan tradisi kita bersandar pada keterbukaan dan kemampuan adaptif untuk mengintegrasikan elemen-elemen yang berbeda menjadi suatu keseluruhan yang dinamis, toleran, dan berpandangan ke depan, seperti laut lepas dengan horizon yang luas.
Itulah esensi rumpun Melayu. Kita tidak boleh menjadikan kebudayaan Melayu sebagai kebudayaan primordial dan hanya bergantung pada pemerintah. Kita harus bersandar pada tradisi asli kita yang terbuka, pekerja keras, independen, dinamis dan selalu optimistis melihat masa depan.
Kebudayaan serta warisan sejarah semacam itu sangat cocok untuk menjadi pendorong dalam konteks globalisasi yang terjadi sekarang. Dunia berputar semakin cepat, semakin terbuka, dan karena itulah, kebudayaan serta persaudaraan Melayu sudah semestinya menjadi pelaku terdepan yang merebut kemajuan di masa mendatang.
Akhirnya, sesuai dengan tradisi Melayu, perkenankanlah saya menutup sambutan ini dengan membacakan dua bait pantun:
Kalau tidak ada tinta
Tulis di pasir ungkapkan hati
Kalau bukan karena cinta
Tidak berkunjung beta kemari
Waktu berjalan seperti terburu
Pesawat berangkat sebentar lagi
Kalau ada kata yang keliru
Maafkan beta sepenuh hati
Demikianlah sambutan singkat ini. Sekali lagi, saya ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada panitia penyelenggara serta kepada tuan rumah, yaitu Universiti Utara Malaysia.
Wabillahi taufiq walhidayah
Wassalamu alaikum Wr. Wb.
No comments yet.