Adopsi Konsep Grameen Bank, Bakrie Micro Finance Digulirkan dari Karawang

Pemberdayaan rakyat melalui program kredit mikro beberapa kali telah saya bahas di blog ini. Kali ini, saya akan membahas salah satu lembaga kredit-mikro yang dilahirkan oleh Kelompok Usaha Bakrie, yaitu PT Bakrie Micro Finance Indonesia (BMF). Lembaga ini diluncurkan Rabu kemarin, 15 Desember 2010, di Desa Kalangsari, Karawang, Jawa Barat.

Saya memimpin acara peluncuran lembaga ini yang dihadiri tiga generasi keluarga Bakrie. Bakrie Microfinance ini bukan sebuah unit bisnis baru, tapi sebuah program kemanusiaan yang didirikan Kelompok Usaha Bakrie. BMF akan memberikan kredit tanpa agunan untuk masyarakat miskin atau pra-sejahtera. Kredit ini akan digunakan oleh masyarakat kecil untuk membangun usaha yang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup mereka.

BMF mengadopsi konsep dan falsafah Grameen Bank, sebuah lembaga keuangan mikro yang didirikan peraih Nobel Muhammad Yunus di Bangladesh. Jadi, BMF ditujukan untuk membantu mengentaskan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat. Modal yang akan diberikan BMF sebesar USD100 atau sekitar Rp1 juta per orang. Pinjaman ini diberikan tanpa jaminan atau tanpa agunan dengan angsuran sangat ringan, sekitar Rp25 ribu per minggu.

Dengan modal itu, banyak usaha kecil bisa dilakukan. Penerima kredit ini adalah khusus para ibu-ibu atau kaum wanita. Mengapa mereka? Sebab, kaum wanita dinilai pandai mengatur keuangan. Mereka juga dinilai peduli terhadap keluarga, juga pendidikan anak-anaknya. Saya pernah berkelakar, jika yang menerima bapak-bapak, bisa-bisa malah dipakai kawin lagi. Selain itu, kaum perempuan juga biasanya memiliki tanggungjawab besar untuk mengembalikan pinjaman.

Dana yang dikembalikan akan diberikan kepada keluarga lainnya bila yang bersangkutan tidak memerlukan lagi. Namun, jika masih memerlukan pinjaman dan tertib dalam pengembalian dan penggunaannya, nasabah akan mendapat peningkatan pinjaman sebesar 20 persen. Nantinya, pinjaman akan bergulir dan menjangkau banyak keluarga pra-sejahtera.

Sebelum lembaga ini diresmikan, dalam waktu dua minggu, BMF telah memiliki 1000 nasabah atau penerima manfaat. Untuk tahun pertama, di tahun 2011 ini, BMF mengalokasikan modal sebesar Rp100 miliar per tahun. Jumlah ini tentu belum seberapa jika dibandingkan potensi penerima bantuan yaitu masyarakat pra-sejahtera di Indonesia yang jumlahnya masih banyak.

Karena itu, program BMF ini akan melengkapi program-program serupa yang dijalankan pemerintah, misalnya Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan lainnya. Selain itu, saya menghimbau agar perusahaan-perusahaan lain juga melakukan hal yang sama. Kewajiban pengentasan kemiskinan bukan hanya merupakan tugas pemerintah, melainkan tugas kita semua.

Bakrie Micro Finance tidak sekadar memberikan bantuan modal, namun juga akan memberikan bimbingan usaha dan penyuluhan pemberdayaan perempuan. Ini sangat dibutuhkan mereka. Buktinya, saat berdialog dengan saya, ada ibu-ibu yang meminta diberikan penyuluhan mengenai pengelolaan keuangan dan kesehatan. Semua ini nantinya akan kami berikan di kelompoknya masing-masing.

Agar sesuai sasaran, kami juga meminta penerima kredit berjanji tidak menggunakan pinjaman ini untuk keperluan konsumtif. Modal dan hasil usaha hanya boleh digunakan untuk meningkatkan gizi keluarga dan pendidikan anak-anak mereka. Tentu saja, juga untuk biaya kesehatan keluarga.

BMF didirikan semata-mata demi membantu masyarakat. Karena itu, keuntungannya tidak akan dinikmati perusahaan, melainkan diputar di masyarakat untuk memberdayakan mereka. Ini adalah bagian dari komitmen Bakrie untuk membantu mensejahterakan masyarakat, sesui pesan ayah saya dan pendiri Kelompok Usaha Bakrie, Ahmad Bakrie, yang mengatakan: “Setiap sen yang dihasilkan Bakrie harus bermanfaat bagi rakyat banyak.”

Kami berharap hadirnya BMF mampu memberikan kontribusi dalam pengentasan kemiskinan. Seperti diketahui, saat ini masyarakat miskin masih banyak. Data BPS tahun 2010 menunjukkan jumlah penduduk miskin Indonesia sebesar 35 juta jiwa, sementara, data Bank Dunia menyebut ada 100 juta jiwa. Meski angkanya berbeda, pesannya sama: bahwa masyarakat miskin masih banyak dan mereka membutuhkan bantuan.

Pemerintah sudah berbuat banyak untuk mengatasi kemiskinan dengan berbagai program. Namun, peran serta masyarakat atau swasta juga diperlukan. Karena itu perlu banyak lembaga microfinance yang membantu masyarakat. Bagi saya, semakin banyak semakin baik, dan lembaga-lembaga lain itu bukanlah saingan BMF melainkan mitra dalam memberdayakan masyarakat. Jika banyak perusahaan yang mau melakukan hal yang sama, pemberdayaan masyarakat akan lebih cepat. Dan jika masyarakat diberdayakan, saya yakin kesejahteraan bangsa akan segera kita raih.

  1. No comments yet.

  1. No trackbacks yet.