Hadiah Nobel Juga Pernah Ditolak

Pada tahun 2001 saya bertemu Saudara Rizal Mallarangeng yang baru pulang sekolah di Amerika. Kami berbincang di rumah. Saya saat itu baru bangkit dari kebangkrutan akibat krisis 1998. Pada tahun 2001, kami baru bisa melangkah lagi.

Saat itu, saya yang bergelar S1 tidak mempunyai pengetahuan yang banyak. Saya katakan pada Rizal, “Saya tantang kamu bikin satu institusi. Institusi yang isinya orang-orang pandai. Saya kan bukan orang pandai. Orang-orang yang pandai untuk memikirkan beberapa hal yang berguna bagi bangsa ini”.

Kita mesti berbicara mengenai demokrasi. Kita harus bicara mengenai nasionalisme, dan kita harus bicara mengenai ekonomi global dan pasar bebas. Yang semuanya itu bisa dibilang bertentangan tapi bisa dikatakan saling mendukung.

Saya bilang pada Rizal, saya akan membantu mendanai institusi ini. Lalu saya dikenalkan beberapa orang pandai. Anak-anak muda yang pendidikannya lebih tinggi dari saya, S3 dan sebagainya. Kami berdiskusi. Pertanyaan mereka adalah, “Apakah institusi ini akan dikontrol oleh Pak Aburizal?” Saya katakan, “Bagaimana saya bisa mengontrol sebuah institusi yang semua anggotanya PhD. Saya hanya berikan dukungan agar semua bergerak.”

Kemudian berdirilah Freedom Institute. Lembaga ini membuat penelitian, tulisan-tulisan dan sebagainya. Saya senang bangga anak-anak muda mempunyai dedikasi yang baik. Kemudian datang para scholars dari luar negeri. Waktu itu kantor Freedom masih di Jalan Irian, Menteng.

Dua tahun kemudian saya katakan, “Cel (Celli, nama panggilan Rizal) negara ini mempunyai orang-orang yang mempunyai prestasi besar, orang-orang yang dalam bidang keilmuannya masing-masing mempunyai prestasi besar. Kenapa kita tidak bikin suatu penghargaan? Sebuah penghargaan yang diberikan kepada orang-orang yang memiliki dedikasi tinggi pada negeri ini.

Saya tidak punya maksud apa-apa. Saya mempunyai idealisme bahwa negeri ini harus maju. Untuk maju, harus memberitahu kepada yang muda, bahwa orang-orang yang berdedikasi tinggi dan berprestasi bisa mendapat penghargaan. Maka mulailah pada tahun 2003 Penghargaan Achmad Bakrie pertama. Sekarang sudah Penghargaan Achmad Bakrie ke-8. Kita mulai dengan penghargaan di bidang sosial, budaya serta sastra. Kemudian terus berkembang ke bidang kedokteran, teknologi, dan sebagainya.

Saya bangga, bahwa pada saat ini saya berhadapan dengan orang-orang yang berdedikasi tinggi yang telah memberikan darmabakti dan hidupnya bagi bangsa dan negara. Saya gembira dan bangga, Bapak, Ibu sekalian, adik-adik saya, yang telah memberikan dedikasi dan hidupnya demi kemajuan bangsa ini.

Kita beri contoh bagi yang muda-muda, bahwa uang bukan segala-galanya. Kita beri contoh pada yang muda, bahwa dedikasi yang tinggi pada segala bidang itu juga patut dan layak mendapatkan penghargaan.

Sekarang kita melihat materialism menjadi panutan hidup bagi banyak orang di Indonesia, terutama kalangan anak muda. Penghargaan pada ilmu dan orang berdedikasi sangat kurang. Dengan penghargaan ini, saya mengharapkan ada orang-orang dan anak-anak muda yang akan mengikuti jejak-jejak Ibu Bapak sekalian. Jejak orang-orang yang berdedikasi bagi bangsa ini.

Oleh karena itu, Penghargaan Achmad Bakrie 2010 Kamis besok, 5 Agustus 2010, akan disiarkan langsung agar seluruh Indonesia mengetahui masih banyak orang-orang yang berdedikasi tinggi dan mempunyai prestasi yang berguna bagi bangsa dan negara serta kemanusiaan. Kita siarkan langsung, sehingga semua bisa melihat mengenai hal itu.

Namun, dalam perjalanan Penghargaan Achmad Bakrie, mungkin karena saya dulu businessman dan sekarang menjadi politisi, banyak yang menganggap penghargaan ini bagian dari strategi politik. Mereka lupa bahwa Penghargaan Achmad Bakrie sudah diberikan sejak delapan tahun yang lalu. Ini yang kedelapan, bukan yang pertama. Saya jadi politisi itu baru kemarin.

Tapi saya bangga, ada beberapa orang yang menolak penghargaan ini. Hadiah Nobel juga pernah mendapat penolakan, saat Jean Paul Sartre pada 1964 menolak penghargaan prestisius ini. Sartre menolaknya untuk menyuarakan satu aspirasi politik. Tapi saya tetap hargai, tanpa melupakan jasa-jasa mereka.

Saya menghargai dan tetap menghargai jasa-jasa mereka, meskipun menolak atau mengembalikannya. Saya menganggap penghargaan ini dipakai oleh mereka yang menolak, seperti juga Sartre menolak Nobel, untuk menyuarakan aspirasi politik.

Ke depan kita bisa melihat anak-anak muda yang akan mengikuti jejak Bapak Ibu sekalian. Kita akan melihat orang Indonesia yang terkenal di dunia. Yayasan Achmad Bakrie telah memberikan beasiswa ke Amerika, Jerman dan universitas dalam negeri. Sholarship ini kita berikan terutama kepada anak-anak muda.

Di samping itu, bapak-ibu membaca di media mengenai Bakrie Chair for Southeast Asia yang diluncurkan di Carnegie Endowment di Washington, DC. Kemudian setelah itu akan kita adakan di Canberra, Singapura dan Beijing. Ini untuk memberikan kontribusi pemikiran daerah-daerah itu tentang pentingnya Southeast Asia bagi dunia internasional.

Untuk mendidik anak-anak muda mengenyam pendidikan tinggi, kita mendirikan Bakrie Fellowship. Kami memberikan Bakrie Fellowship tahun 2010 ini untuk pendidikan S2 dan S3 dan beberapa pendidikan di luar negeri. Harvard University, Stanford University, Nanyang University, University of Melbourne dan 10 universitas di Indonesia. Saat ini yang sudah ditandatangani kerjasama dengan IPB dan ITB.

Yang ada pada kami di keluarga Bakrie adalah semata keinginan untuk menghargai pendidikan dan menghargai negara ini. Ayah saya, Achmad Bakrie, selalu mengatakan tanpa freedom, tanpa kemerdekaan, kita tidak bisa apa-apa. Kemerdekaan memberikan harapan, dan harapan memberikan cita-cita, memberikan kesempatan. Ini yang kami percayai. Karena itulah, kepada saudara-saudara yang diberikan penghargaan saya mengucapkan terimakasih. Terimakasih atas jasa-jasa Bapak Ibu sekalian bagi bangsa negara dan kemanusiaan.

Saya terus terang bangga. Saya merasa sebagai S1 saya tidak bisa apa-apa. Saya pasti tidak bisa seperti Bapak Ibu sekalian. Tapi saya menghargai, dan saya harapkan suatu saat kita akan melihat pemenang-pemenang Nobel dari Indonesia. Untuk Freedom Institute, terus berikan penghargaan kepada mereka yang berprestasi dan memajukan Bangsa ini.

  1. No comments yet.

  1. No trackbacks yet.