Memimpin Adalah Memilih

Selama ini banyak orang bertanya kepada saya mengenai kiat menjadi pengusaha sukses. Dalam berbagai forum, mereka bertanya bagaimana memulai usaha, dengan maupun tanpa modal. Pengalaman saya jatuh bangun membangun usaha sudah saya singgung dalam sejumlah tulisan di blog ini.

Selain kiat menjadi pengusaha, banyak yang bertanya kepada saya mengenai kepemimpinan. Kepemimpinan, pada dasarnya mempunyai pola yang sama, baik memimpin dunia usaha maupun memimpin negara. Hanya perlu improvisasi di sana-sini.

Dalam kepemimpinan, saya menyukai ungkapan mantan Presiden Perancis Charles de Gaulle. Dia mengatakan “to govern is to choose”, memerintah adalah memilih. Artinya, seorang pemimpin harus mampu mengambil keputusan atas pilihannya.

Dalam bisnis seorang pemimpin perusahaan harus bisa memilih mana yang akan dijalankan perusahaannya. Demikian pula dalam kepemimpinan negara, dibutuhkan kemampuan kepala negara untuk mengambil keputusan tepat dan berani. Memilih dan mengambil keputusan ini penting, sebab pilihan pemimpin akan menentukan masa depannya.

Memilih bagi seorang pemimpin berarti pemimpin telah mengambil keputusan mana yang diambil dari alternatif yang ada. Bukannya malah memberi alternatif untuk diputuskan bawahannya, tapi dia harus memutuskan dan berani mempertahankan keputusannya.

Tentu tidak semua orang suka dengan keputusan yang diambil. Tidak mungkin semua senang, pasti ada yang tidak senang. Karena itu dibutuhkan keberanian untuk mengambil keputusan dan harus berani mengambil resiko dari keputusan kita. Pemimpin tidak boleh ragu-ragu atau bimbang.

Untuk bisa mengambil keputusan dengan baik, seorang pemimpin negara harus memiliki pengetahuan semua permasalahan. Tentu hanya perlu mengetahui secara umum, secara garis besar saja, dan tidak perlu tahu detail dan teknis. Misalnya jika seorang presiden, dia tidak perlu tahu cara menanam padi, tapi presiden harus tahu padi perlu ditanam dengan metode yang modern, agar kebutuhan padi tercukupi.

Meski demikian seorang pemimpin juga harus mengerti perkembangan terakhir. Kita ambil contoh seorang presiden, dia harus memahami perkembangan terkini tidak hanya di dalam, namun juga di luar negeri. Misalnya di ASEAN, bagaimana sikap Indonesia terhadap Myanmar, terhadap Iran, dan lain-lain. Ini penting agar kita bisa memilih bersikap. Sehingga bisa berdiri sendiri tapi dihormati oleh negara lain. Mungkin teknisnya menteri luar negeri, tapi kita juga perlu tahu secara garis besar.

Hal yang sama juga berlaku untuk masalah ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Intinya seorang pemimpin harus memiliki visi secara garis besar untuk memerintah dan mengatasi masalah bangsa.

Menjadi seorang pemimpin harus mampu menjadi pemimpin semua pihak. Jika dalam kehidupan bernegara, pemimpin negara berarti menjadi pemimpin seluruh warga negara. Karena itu pemimpin harus memiliki dukungan yang kuat. Dukungan kuat dapat diperoleh jika dia merangkul hati rakyat. Pemimpin juga harus merangkul semua golongan.

Kalau pemimpin hanya mewakili satu golongan, atau satu daerah, maka dia sulit diterima, dan tidak akan mendapat dukungan yang luas. Maka pemimpin haruslah sosok yang bisa membangun kerjasama dengan orang dari kalangan berbeda-beda; beda agama, beda daerah, dan sebagainya. Jika kita lakukan itu, kita akan populer dan orang akan memilih kita.

Dalam memimpin, seorang pemimpin juga harus menegaskan perannya sebagai pimpinan tunggal. Dalam satu negara, sama halnya dalam suatu perusahaan, tidak boleh ada dua matahari. Di tata surya saja cuma ada satu matahari. Maka dalam semua organisasi harus ada satu pemimpin, tidak bisa ada pemimpin kembar yang bisa membuat jalannya kepemimpinan terganggu.

Mari kita tengok sejarah kepemimpinan di Indonesia. Negara ini pada dasarnya masih berproses untuk melahirkan kepemimpinan bangsa yang ideal. Beda dengan Amerika Serikat yang sudah ratusan tahun merdeka, Indonesia baru merdeka pada tahun 1945. Jika dibandingkan, tentu kalah jauh.

Dalam sejarah kepemimpinan Indonesia, saya lihat ada dua tipe pemimpin. Pertama jenis pemimpin dari tokoh pemikir, yang kedua jenis pemimpin dari tokoh aktivis, tokoh yang bergerak di lapangan.

Pada kepemimpinan pertama setelah kemerdekaan dua jenis ini bergabung. Tokoh pemikir ada pada Bung Hatta dan tokoh pergerakan pada Bung Karno. Kepemimpinan pertama ini melakukan hal yang sangat penting dalam membangun semangat kebangsaan, membangun semangat persatuan dan kesatuan dari republik atau nation.

Ini sangat penting dalam sebuah negara atau organisasi bagaimana kita membangun semangat persatuan dan kesatuan di dalamnya. Yang anggotanya adalah rakyat, rakyat mau bersatu, rakyat mau bersama dalam NKRI.

Kepemimpinan tentu berbeda dalam setiap masa. Masa kini atau mendatang tentu berbeda dengan masa awal negara ini ada. Lihat saja saat ini, arus globalisasi dan teknologi informasi begitu cepat. Dari satu tempat kita bisa tahu apa yang terjadi di tempat lain, di luar negeri, bahkan di gunung pun kalau ada internet kita bisa tahu informasi dunia luar. Semua bisa memantau apa yang terjadi.

Di era demokrasi seperti saat ini, pemimpin tidak bisa lagi melakukan instruksi semena-mena, dia tidak bisa lagi menangkap atau memenjarakan orang yang tak sejalan dengannya. Dia hanya bisa meyakinkan pada rakyat bahwa kebijakan yang diambilnya adalah benar.

Demokrasi akan terus bersama kita. Jangan heran bila demonstrasi akan terus ada. Televisi atau media yang mengritik pemerintah juga akan selalu ada. Karena itu, pemerintah harus mengerti apa kemauan rakyat. Pemimpin harus membuktikan dan meyakinkan dia mensejahterakan rakyat.

Untuk meyakinkan rakyat, pemimpin harus bisa memberi harapan dan memenuhi harapan rakyat. Pemimpin harus bisa mengambil hati rakyat. Karena itu Partai Golkar yang saya pimpin memakai slogan “Suara Golkar, Suara Rakyat”.

Dalam memimpin kita harus mendekati dan menyelami apa yang dibutuhkan rakyat. Kita harus dekat dan memperhatikan mereka. Tidak bisa hanya saat menjelang pemilu baru memperhatikan mereka. Setelah mengetahui keinginan rakyat, kita mampu memilih kebijakan apa yang tepat untuk mensejahterakan mereka.

  1. No comments yet.

  1. No trackbacks yet.