Operasionalisasi Ideologi

Pidato dalam acara Penyegaran Kader Ideologi Partai Golkar, di Jakarta, Jumat 15 April 2011.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Hadirin yang saya muliakan, kader dan pengurus Partai Golkar dan saudara-saudara sekalian yang saya hormati. Salam sejahtera untuk kita semua.

Pertama, saya ingin menyampaikan rasa bangga saya kepada pengurus dan seluruh kader Partai Golkar dari berbagai tingkatan yang hadir.

Acara ini adalah sebuah proses pembelajaran bersama, sebuah upaya untuk memikirkan dan merumuskan kembali berbagai hal yang kita anggap penting dan kita anggap perlu. Karena itu, saya menyambut baik inisiatif dari pengurus DPP Partai Golkar Bidang Kaderisasi untuk terus mengadakan acara seperti ini.

Sebelum berbicara mengenai ideologi, saya ingin mengingatkan bahwa pada Mei 2011, kita akan memeringati hari Kebangkitan Nasional ke-103. Sengaja saya mengingatkan kita untuk hal ini, sebab peristiwa besar tersebut harus terus menjadi sumber inspirasi bagi kita semua.

Pada tahun 1908, para pendiri bangsa kita menyatukan tekad untuk memulai sebuah perjalanan panjang pembentukan bangsa, yakni bangsa Indonesia. Mereka berani bermimpi, mereka berani bertekad, bahwa suatu waktu kelak, lewat sebuah gerakan modern, Indonesia akan menjadi satu kesatuan besar, menjadi sebuah bangsa, bangsa yang merdeka, bangsa yang maju, dan bangsa yang sejahtera.

Keberanian untuk bermimpi dan keteguhan tekad seperti itulah yang harus terus kita warisi. Mimpi itu tidak akan pernah selesai. Kemajuan adalah sebuah konsep yang dinamis, bukan konsep yang statis. Kondisi Indonesia sekarang jelas jauh lebih baik, daripada pada awal atau pertengahan abad ke-20. Tetapi, kita tidak boleh berhenti. Kita tidak boleh berhenti melangkah. Masih banyak hal yang perlu kita lakukan. Masih banyak mimpi-mimpi kita yang belum terwujud. Masih begitu besar potensi kita untuk menjadi sebuah negeri yang maju.

Di dalam konteks demikianlah, maka pembicaraan masalah ideologi secara umum, dan ideologi Partai Golkar secara khusus, menjadi sangat relevan. Ideologi adalah sebuah gugusan daripada ide-ide yang mendasar; satu visi yang relatif lengkap tentang tujuan dan metode pencapaiannya, dalam rangka mewujudkan satu masyarakat yang lebih baik.

Ideologi adalah sebuah landasan perjuangan, sebuah kerangka konseptual, yang mampu mempertebal semangat, mempertebal loyalitas serta dedikasi terhadap perjuangan itu sendiri. Tentu saja, manakala kita bicara tentang gagasan dasar serta ideologi di dalam konteks kekinian, kita tidak ingin mengulang kembali suatu ekses-ekses yang terjadi dalam beberapa tahap dalam sejarah di masa lalu, baik di masa Orde Lama atau pun di masa Orde Baru. Bangsa Indonesia sudah berjalan begitu jauh dan belajar untuk tidak kembali terperosok ke dalam jurang yang sama, yakni di satu pihak mendewakan ideologi, serta di pihak lain memaksakan dan menafsirkan ideologi secara kaku dan tertutup.

Di dalam era demokrasi, kita harus menganut sebuah ideologi yang terbuka dengan tingkat fleksibilitas yang memadai, untuk menyerap keragaman dan tuntutan dari perkembangan zaman. Namun demikian, filosofi dasar, paham fundamentalnya, serta cita-cita luhur yang terkandung di dalam sebuah visi dan ideologi harus terus kita abadikan di dalam konteks apa pun. Itulah pertautan kita semua dengan sejarah. Itulah yang mempertautkan kita, kita semua, dalam sebuah ungkapan besar, yakni jati diri bangsa Indonesia.

Dengan visi dan ideologi yang jelas, seorang individu partai, atau bahkan suatu bangsa, akan berjalan ke tujuan yang hendak dicapai. Sebagaimana sebuah kapal berlayar dengan arah yang pasti. Pada umumnya, mereka yang memiliki ideologi, visi atau kerangka pemikiran yang pokok, terhadap sebuah tujuan perjuangan, biasanya tidak mudah terombang-ambing, tidak mudah goyah atau tidak sedemikian pragmatis dalam kehidupan, termasuk dalam kehidupan politik. Misalnya, dengan bergonta-ganti partai dan afiliasi politik, serta mengambil sikap hanya mengikuti arah angin bertiup.

Partai Golkar lahir sebagai sebuah instrumen politik untuk mengoreksi ekses negatif di masa Orde Lama. Partai yang kita cintai ini hadir menawarkan sebuah paradigma baru yang pada zaman itu kadang disebut partai baru. Bagi Partai Golkar, ideologi harus dilihat di dalam beberapa tataran. Pada tataran normatif, sebagaimana tercermin di dalam lambang Partai Golkar, ideologi kita adalah Pancasila. Lalu, disimbolkan sebagai sebuah pentagon segi lima yang mengitari rangkaian beringin, padi dan kapas. Dengan demikian, Pancasila adalah pengikat kita; sebuah bingkai yang asas-asasnya mengatur kehidupan kita bersama. Beringin menyimbolkan satu persatuan yang teduh, sementara padi dan kapas menyiratkan sandang dan pangan.

Dengan simbolisasi seperti itu, Partai Golkar ingin mengatakan satu hal yang mendasar bahwa bahwa dalam naungan persatuan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kita harus tetap memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat. Persatuan dan kemajemukan. Kemajemukan yang diungkapkan dalam semboyan bhinneka tunggal ika serta penghargaan pada hukum dengan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum tertinggi, toleransi dan kesejahteraan. Semua hal itulah yang menjadi kata kunci dasar Partai Golkar.

Dalam mempertahankan dan memperjuangkan elemen-elemen dasar tersebut, yakni Pancasila, NKRI, Undang-Undang Dasar 1945, bhinneka tunggal ika, maka Partai Golkar tidak akan mundur sejengkal pun.

Selain simbol-simbol tersebut, yakni pentagon, beringin, padi dan kapas, kita jangan pernah lupa bahwa nama partai kita adalah Golongan Karya. Justru pada nama inilah terletak satu distingsi Partai Golkar sebagai sebuah partai dan gerakan politik. Dengan ini, kita ingin mengatakan kepada semua elemen bangsa Indonesia bahwa cara atau metode untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila, merawat persatuan bangsa Indonesia, menciptakan kesejahteraan dan kemajuan adalah dengan berkarya.

Bekerja dan berkarya lewat perbuatan dan bukan hanya berbicara, bukan hanya berteori, bukan hanya berceramah, atau sekedar berpolitik untuk mencari kekuasaan. Kemajuan dan kesejahteraan Indonesia tidak akan datang begitu saja, dan tidak akan diberikan oleh pihak lain, oleh orang lain, oleh bangsa lain. Kemajuan Indonesia adalah karena karya kita, karena perbuatan dan kerja kita sendiri. Itulah dasar dari filosofi kita.

Dengan filosofi karya dan kekaryaan, partai kita menempatkan diri sebagai partai yang menghargai praksis: sebuah tindakan, perbuatan, kerja yang terus-menerus untuk mencapai tujuan yang telah kita tetapkan. Jika, misalnya, kita telah menetapkan bahwa jalan, bandara, dan infrastruktur lainnya, harus kita ciptakan demi kesejahteraan rakyat, maka kita harus terus langsung mengerjakannya, bukan terus terseok dari satu rencana ke rencana lainnya, dari proposal satu ke proposal lainnya, atau terus berkutat pada tingkat perencanaan dan studi kelayakan.

Karena itulah, filosofi partai kita sangat cocok pada sebuah bangsa seperti Indonesia, yang harus bergerak cepat menjalankan pembangunan dan mengejar ketertinggalan kita di berbagai bidang.

Ideologi pada tataran normatif tersebut membutuhkan juga suatu pandangan pada tingkat operasionalisasi. Visi dan ideologi yang berhenti pada tataran normatif akan menjadi sebuah dogma yang mati, dogma yang melayang di langit tanpa kaki untuk membumi dan mengarahkan serta membuat sejarah.

Machiavelli, sebagai peletak ilmu politik modern, telah mengingatkan bahwa politik bukan hanya berhubungan dengan apa yang seharusnya, tetapi apa yang juga senyatanya terjadi di dalam masyarakat. Kita harus menghubungkan langit dengan bumi. Dan, jembatan ini adalah satu tataran ideologi yang bersifat operasional.

Karena itulah, kita memiliki beberapa kerangka pemikiran praktis yang berhubungan dengan pembangunan ekonomi, pembangunan kebudayaan, peningkatan ketahanan dan keamanan nasional, peningkatan pemerataan sosial-ekonomi, dan sebagainya. Dalam bidang ekonomi, misalnya, kita menerima globalisasi dan keterbukaan sebagai sebuah keniscayaan sejarah.

Kita tidak takut pada keterbukaan, kita tidak cemas pada globalisasi, tetapi justru kita ingin memanfaatkan segala kemungkinan yang ada demi kepentingan bangsa kita sendiri. Sebab, dalam keterbukaan ekonomi, sebagaimana dalam kehidupan umumnya, kita harus selektif dan kita harus memiliki satu prioritas.

Kita harus mendahulukan pelaku-pelaku ekonomi bangsa sendiri, baik swasta maupun pemerintah, sejauh mereka memang produktif dan efisien. Hal ini terutama harus diterapkan dalam bidang-bidang yang strategis, seperti sektor finansial dan perbankan, sektor energi dan sumber daya alam serta sektor pertanian. Pemikiran seperti ini makin mendesak untuk kita kedepankan sekarang, mengingat begitu banyak hal yang telah salah jalan, seperti dominasi penguasaan asing dalam dunia perbankan serta aset-aset produktif sumber daya alam, khususnya minyak dan gas bumi di negeri ini.

Tanpa harus terjebak pada sentimen asing, kelemahan tersebut harus segera kita koreksi lewat kerja politik di berbagai bidang, baik di dalam maupun di luar parlemen. Dalam bidang pembangunan kebudayaan juga begitu.

Di dalam jati diri bangsa dan semangat ke-Indonesia-an semakin tergerus, terutama di kalangan generasi muda. Sebagian besar pelaku kriminal, dan mayoritas penghuni penjara kita sekarang berkaitan dengan kasus narkoba. Ke-Indonesia-an adalah sebuah konsep yang terus berkembang. Tetapi, kita tidak boleh bersikap anything goes; semua boleh; semua pantas dan silakan dilakukan.

Masih banyak hal lain lagi yang dapat kita katakan di dalam soal itu. Tetapi, pada intinya kita ingin mengatakan bahwa ke-Indonesia-an harus berkaitan dengan keterbukaan yang kreatif, toleransi yang ramah, penghargaan pada ilmu pengetahuan, penghargaan kejujuran, pada keteguhan, pada kesungguhan, serta yang sangat penting adalah kecintaan pada Tanah Air yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.

Kita masih harus terus mengembangkan konsepsi operasional di berbagai bidang kehidupan sebagaimana yang disyaratkan di dalam visi dan gagasan dasar dari partai kita: Partai Golkar. Inilah salah satu tugas besar kita di masa mendatang. Dan, karena itu pula, saya sering mengatakan bahwa Partai Golkar harus menjadi the party of ideas; sebuah partai yang menggerakkan orang banyak lewat gagasan-gagasan yang cemerlang dan langsung menjawab kebutuhan Indonesia untuk maju dan berkembang.

Saudara-saudara sekalian, izinkan saya menutup pidato ini dengan mengutip bait ketiga dan keempat dari mars partai kita, yang nanti akan kita nyanyikan bersama. Amanat rakyat menjadi panduan/ Rahmat Tuhan jadi kekuatan/ Mari berkarya dalam pembangunan, mewujudkan cita-cita bangsa.

Selanjutnya, kita mengaitkan Golongan Karya dengan bangsa Indonesia. Di dalam mars itu: Maju Golongan Karya/ Maju bangsa Indonesia/ Hidup Golongan Karya/ Hidup bangsa Indonesia.

Di dalam mars Partai Golkar itu, kita sekali lagi menetapkan tekad bahwa dengan rahmat Allah, dengan terus berkarya dalam pembangunan, Golkar akan menjadi menjadi partai yang semakin maju, dan bersamanya pula tercipta kemajuan bangsa Indonesia yang akan membanggakan kita semua.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

  1. No comments yet.

  1. No trackbacks yet.