Ical, Cinta Monyet, dan Monyet Lampung

Oleh: Dewi Arkowati (Wiwik)

Teman Lama di TK dan SD Perwari

Saya sudah lama kenal dengan Aburizal Bakrie, yang akrab kita panggil Ical. Saya dan Ical adalah teman sejak TK sampai Sekolah Rakyat atau SD Perwari. Kami bersama-sama sejak TK sampai kelas enam SD, meski kita tidak selalu satu kelas.

Kesan saya selama berteman dengan Ical, banyak sekali. Yang paling menonjol, buat saya, dia sosok yang pintar dan baik hati. Bayangkan saja, Ical adalah anak yang pintar dan kaya, namun dia tidak sombong, tidak pilih-pilih dalam bergaul, dan tetap baik hati dengan teman-temannya.

Padahal sebagai anak orang kaya yang pintar, dia berpeluang jadi orang sombong. Namun, itu tidak dilakukannya. Ical yang saya kenal sejak kecil sampai tua tetap saja seperti itu. Bahkan, meski sudah menjadi tokoh besar, dia terus ingat dan sering berkumpul dengan teman-temannya sampai hari ini. Inilah yang saya paling salut dan kagumi dari dia.

Hal yang menonjol lainnya dari Ical adalah soal keberuntungan. Keberuntungan ini sangat menonjol dalam dirinya, selain kepintarannya. Soal pintar, murid sekelas tahu Ical anak yang pintar sekali. Tapi, dia juga terkenal selalu beruntung dalam setiap kompetisi. Dulu, setiap ada pertandingan atau lomba, misalnya lomba makan kerupuk atau lomba-lomba lain, dia selalu menang. Rupanya keberuntungan dan kemenangan memang selalu berpihak kepada dia.

Kenangan masa kecil dengan Ical dan kawan-kawan lainnya tersebut kembali mengemuka saat novel “Anak Sejuta Bintang” ditulis. Selain mewawancarai Ical dan keluarganya, penulis Akmal N. Basral juga menggali kisah dengan mewawancarai kami teman-temannya.

Semua kisah masa kecil Ical dan persahabatannya dengan kami tertuang semua di novel itu. Gara-gara novel itu pula saya semakin terkenal. Ini karena kisah “cinta monyet” Ical ke saya akhirnya terungkap di sana. Lalu, ada banyak orang, terutama wartawan, mencari tahu siapa Wiwik di dalam novel tersebut yang pernah ditaksir Ical. Di acara peluncuran novel ini Januari lalu, topik cinta monyet ini juga banyak ditanyakan.

Sebetulnya, saya tidak pernah tahu bahwa Ical ketika itu suka sama saya. Yang saya ketahui, saat itu Ical kecil selalu mengikuti saya, selalu ada di belakang saya. Saat itu, biasanya dia diam saja, tapi terus melihat dan memperhatikan saya.

Rupanya Ical naksir saya–tentu saja naksirnya anak kecil atau cinta monyet. Saya juga tidak tahu mengapa dia naksir saya. Mungkin dia naksir saya karena melihat saya ini tidak sama dengan anak perempuan lain yang main-main bekel, manis-manis. Mungkin karena saya aneh dan suka main sama anak laki-laki. Saya sih waktu itu tidak terlalu peduli, bahkan menolak saat Ical “nembak” saya. Bahkan, saking kesalnya, ketika itu saya mengatakan dia seperti “monyet Lampung” … hahaha.

Karena kisah ini banyak teman dan orang bertanya kepada saya, “Wik kamu nyesel gak, gak jadi sama Ical?”

Menyesal karena tidak berjodoh sih tidak, tapi saya menyesal karena waktu kecil itu saya pernah kasar sama dia.

Itulah kisah cinta monyet yang terjadi di antara banyak kisah persahabatan kami. Kalau diingat-ingat lucu sekali. Namanya juga cerita anak-anak. Kisah-kisah seperti itu dan yang lainnya selalu terkenang ketika kami berkumpul bersama. Yang terpenting, alhamdulillah, persahabatan kami yang sudah terjalin sejak TK terus terjalin sampai kini.

  1. No comments yet.

  1. No trackbacks yet.