Penguatan Karakter Bangsa dan Visi Indonesia dalam Menghadapi Tantangan Globalisasi

Orasi Ilmiah Wisuda Sarjana Universitas Nasional (Unas), Tahun Akademik 2011/2012. Jakarta Convention Center, 30 September 2012.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Salam Sejahtera bagi kita semua.

Yang saya hormati Ketua Pembina Yayasan Universitas Nasional, Bapak Prof. Ir. Ibrahim Abdullah, MIE. MA.

Yang saya hormati Ketua Pengurus Yayasan Universitas Nasional, Bapak Drs. Ramlan Siregar, M.Si.

Yang saya hormati Rektor Universitas Nasional, Bapak Drs. El Amry Barmawi Putra MA.

Yang saya hormati Senat Guru Besar, para Dekan dan Dosen, Lembaga Kemahasiswaan serta Civitas Academica Universitas Nasional.

Yang saya cintai dan banggakan adik-adik wisudawan dan wisudawati, serta orang tua dan hadirin sekalian yang berbahagia.

Sebagai insan yang beriman, marilah kita bersama-sama memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan perkenan-Nya, kita semua dapat hadir dalam keadaan sehat wal afiat pada acara Wisuda Sarjana Universitas Nasional hari ini.

Selanjutnya, saya atas nama pribadi dan keluarga mengucapkan SELAMAT kepada adik-adik wisudawan dan wisudawati beserta seluruh keluarga yang selama ini memberikan dukungan lahir dan batin. Saya ikut bersyukur dan berbahagia atas diraihnya prestasi akademik.

Hadirin yang saya hormati

Sebelum saya menyampaikan orasi ilmiah dengan judul “Penguatan Karakter Bangsa dan Visi Indonesia Dalam Menghadapi Tantangan Globalisasi”, saya juga ingin mengucapkan selamat kepada segenap civitas academica Universitas Nasional yang telah berhasil mencetak sarjana-sarjana baru. Sudah tentu para sarjana baru ini menambah modal bangsa Indonesia dalam ikhtiar membangun masa depan yang lebih baik. Semoga Unas dapat terus meningkatkan kualitas perannya dalam mengemban amanah Tridharma Perguruan Tinggi; mencetak manusia-manusia Indonesia yang berilmu, berintegritas tinggi, dan berwawasan luas; melakukan penelitian yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat; dan melakukan pengabdian bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Amanat Tridharma Perguruan Tinggi tersebut menjadi semakin relevan diaktualisasikan dalam dunia yang berubah dengan cepat di era globalisasi ini, dimana persaingan antar-bangsa pada tingkat global semakin ketat. Bangsa kita tidak hanya butuh manusia-manusia Indonesia yang berilmu dan berwawasan luas, tetapi yang lebih mendasar adalah manusia-manusia Indonesia yang berkarakter kebangsaan yang kuat.

Saya yakin hal tersebut sejalan dengan semangat dan etos dasar pendirian Unas sebagai perguruan tinggi swasta tertua di Jakarta dan yang tertua kedua di Indonesia. Unas didirikan dalam suasana revolusi fisik mempertahankan kemerdekaan, yakni pada tahun 1949. Unas mewarisi etos perjuangan bangsa. Maka, sudah sangat tepat manakala pada Lustrum Unas kedua, pada tahun 1959, Presiden Soekarno memberikan predikat kepada Unas sebagai UNIVERSITAS PERJUANGAN. Tentu saja hal tersebut merupakan suatu kebangaan, karena tidak banyak universitas yang berpredikat sebagai UNIVERSITAS PERJUANGAN. Karenanya, sudah selayaknya manakala seluruh civitas academica Unas bersyukur dan berbangga dengan akar sejarahnya sebagai UNIVERSITAS PERJUANGAN.

Apabila dimaknai secara mendalam, maka perjuangan yang dilakukan oleh perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan, merupakan alat perjuangan yang ampuh dalam membangun kesadaran kebangsaan, karena lembaga pendidikan merupakan kawah candradimuka untuk mempersiapkan sumber daya manusia unggul yang dibutuhkan untuk mengisi kemerdekaan. Kesadaran dan semangat ke arah itulah yang harus terus dirawat oleh segenap Civitas Academica Unas sebagai kampus pelopor dan UNIVERSITAS PERJUANGAN dalam memperkokoh karakter dan jati diri bangsa.

Para wisudawan dan wisudawati serta hadirin yang saya banggakan.

Pada kesempatan ini, saya ingin mengajak kita semua untuk meyakini bahwa kesuksesan kita sebagai bangsa, ditentukan oleh keberhasilan kita membangun jati diri bangsa, yaitu bagaimana kita “meng-Indonesia”, menjadi manusia Indonesia yang sejati dan seutuhnya. Dengan memahami, menjiwai dan mengamalkan karakter jati diri bangsa ini merupakan prasyarat mutlak agar kita berhasil menjadi pemenang di era globalisasi.

Namun demikian, belakangan ini kita semua tersentak dan merasa sangat prihatin dengan maraknya perkelahian pelajar dengan korban jiwa yang tidak sedikit. Hal tersebut jelas merupakan fenomena yang sangat serius dan dapat menghambat upaya kita untuk membangun karakter bangsa. Perkelahian pelajar yang telah menjadi permasalahan klasik kita, tidak saja terjadi di Jakarta tetapi juga telah merambah ke berbagai kota di Indonesia.

Tentu saja, kita semua harus mau instrospeksi dan mawas diri, mengingat perkelahian pelajar dan/atau mahasiswa tersebut disebabkan oleh banyak faktor dan tidak berdiri sendiri. Dalam perspektif pendidikan, kita semua harus mengkaji lebih jauh, apakah pendekatan kita selama ini telah benar, pendekatan yang dimaksudkan selain untuk mencetak insan akademis yang mampu menguasai ilmu pengetahuan, tetapi juga memperkuat kepribadian karakter bangsa dan mencetak insan-insan terdidik yang berbudi pekerti luhur.

Perkelahian pelajar memang bukan semata-mata tanggung jawab institusi pendidikan, tetapi juga bagaimana kita semua turut berperan agar anak-anak kita, tunas-tunas masa depan bangsa kita, luput dari imbas negatif kompleksitas permasalahan sosial-kemasyarakatan dan kebangsaan kita, serta dari ekses-ekses negatif globalisasi. Dalam kaitan inilah, menjadi sangat relevan kiranya, manakala pembangunan karakter bangsa kita, juga sekaligus menangkal ekses-ekses negatif globalisasi.

Selain fenomena perkelahian pelajar, apabila dikaitkan dengan dinamika politik kita, masih dijumpai adanya fenomena bahwa tradisi politik kita masih diwarnai oleh intrik-intrik politik, politicking, bahkan fitnah-fitnah politik, bukan persaingan kualitatif di mana ide dan gagasan menjadi instrumen politik. Dengan kata lain, tradisi politik kita belum sepenuhnya berpanduan ideologis dan berbasiskan tradisi akademik. Terhadap realitas dan fenomena demikian, sejak memimpin Partai Golkar, saya selalu menekankan agar tradisi intrik itu ditinggalkan, sebaliknya tradisi persaingan kualitatif yang mengedepankan ide dan gagasan menjadi instrumen politik harus diperkuat guna menghadapi peluang dan tantangan globalisasi. Hal ini dapat dipahami mengingat tradisi intrik dapat merusak karakter bangsa, karena bersifat tidak produktif, bahkan kontraproduktif yang melemahkan positioning bangsa dalam arena persaingan globalisasi yang bersifat “shopisticated competition”, persaingan yang menekankan aspek kualitatif dan rasionalitas.

Dalam konteks inilah, fungsi dan peran perguruan tinggi sebagai persemaian bagi hadirnya insan-insan akademis yang dibekali ilmu pengatahuan diharapkan mampu untuk menyiapkan sumber daya manusia yang andal dan berkarakter dalam menghadapi persaingan global yang semakin shopisticated. Manakala orientasi kualitas tidak kita tradisikan, niscaya kita akan selalu kalah dengan bangsa-bangsa lain. Sebaliknya, manakala tradisi persaingan kualitatif dan orientasi prestasi kita perkuat dan kedepankan, maka tidak saja kita akan mampu berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa besar lainnya, tetapi kita akan tampil sebagai bangsa yang unggul dan maju.

Hadirin sekalian yang berbahagia.

Indonesia adalah bangsa yang besar. Spektrum Keindonesiaan kita kaya dan warna-warni , sebuah mozaik indah yang menaungi gugusan pulau di Nusantara, sebuah zamrud katulistiwa yang berada di antara dua benua dan dua samudra. Indonesia hadir dari suatu proses sejarah yang didasari semangat nasionalisme yang menyala-nyala. Bangsa Indonesia dihadirkan oleh segenap elemen bangsa dalam semangat kebersamaan, dalam momen-momen sejarah yang oleh sejarawan Prancis Profesor Ernest Renan sebagai le desir d’etre ensemble, sebuah kehendak dari rakyat untuk menyatukan diri dalam Tanah Air, Bangsa, dan bahasa yang satu.

Dengan momen historis ini, kita diingatkan kembali pada seruan Bung Karno bahwa ungkapan “Dari Sabang Sampai Merauke” bukan semata-mata rangkaian empat kata tanpa makna. “Dari Sabang sampai Merauke” adalah satu kesatuan wilayah, satu kesatuan administratif, serta satu kesatuan hukum dan politik. Tetapi yang lebih penting lagi, “Dari Sabang sampai Merauke” adalah satu kesatuan semangat, satu cita-cita untuk memajukan bangsa yang sama, yaitu bangsa Indonesia.

Itulah esensi nasionalisme Indonesia. Nasionalisme yang menegaskan bahwa, kita bersatu sebagai bangsa bukan oleh sentimen-sentimen primordial, melainkan pengalaman bersama semua warga bangsa dalam memperjuangkan dan mengisi kemerdekaan dalam suasana kebersamaan untuk hidup bersatu dalam bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia, dengan demikian, berdimensi etis. Landasan etis itulah yang membuat tali dan jalinan kebangsaan kita kuat, justru karena adanya ikatan cita-cita atau visi Keindonesiaan kita.

Sebagai bangsa yang besar, kita harus memiliki visi yang besar, khususnya dalam menyongsong seratus taun Kemerdekaan Indonesia, yaitu Visi Indonesia 2045. Visi Indonesia tersebut adalah “Mewujudkan negara kesejahteraan, yaitu Indonesia yang bersatu, maju, mandiri, adil, dan sejahtera”. Guna mewujudkan visi tersebut, diperlukan upaya-upaya nyata, untuk :

  • Membangun masyarakat dan manusia Indonesia yang berakhlak mulia, berbudi luhur, dan berkepribadian tinggi berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
  • Mengembangkan masyarakat Indonesia yang berketahanan nasional, berbudaya demokrasi, menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan pluralisme, memiliki wawasan kebangsaan, dan semangat kesetiakawanan sosial.
  • Membangun sistem politik nasional yang mencerdaskan, demokratis, stabil, efektif, didukung oleh birokrasi yang profesional, serta peningkatan kesadaran, ketaatan dan penegakan hukum, serta peningkatan pemajuan, perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia.
  • Membangun sistem dan birokrasi penyelenggaraan negara, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan berdasarkan prinsip good governance, profesional, efisiensi, transparan, dan akuntabel, dengan terus melanjutkan reformasi birokrasi dan meningkatkan pemberantasan korupsi.
  • Membangun perekonomian nasional yang kokoh, tangguh dan berbasis ilmu pengetahuan dan pembangunan inovasi, berdasarkan asas kekeluargaan dengan prinsip kemandirian, efisiensi berkeadilan, berdaya saing tinggi, dan berkelanjutan dengan prioritas pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, industri, pertanian, kelautan, infrastruktur dan konektivitas, serta UMKM dan koperasi.
  • Membangun Indonesia dari desa, dengan secara berlipatganda pembangunan di pedesaan dalam segala aspek dan bidang kehidupan terutama pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan UMKMK.
  • Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang didukung oleh pemerataan pembangunan antar-daerah dan antar-wilayah, serta pemerataan pendapatan dan hasil pembangunan di antara masyarakat.
  • Mengembangkan industri nasional yang berdaya saing tinggi yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengembangan inovasi, terutama industri logam dasar dan permesinan, industri kimia, industri yang memanfaatkan bio-teknologi, industri pangan, industri transportasi, industri telekomunikasi, industri kelautan, industri energi (termasuk energi terbarukan), dan industri berbasis sumber daya alam dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Civitas akademica dan hadirin yang saya hormati.

Dengan berbagai upaya dan langkah-langkah nyata tersebut, maka Insya Allah, langkah kita dalam menjawab berbagai tantangan globalisasi menjadi semakin ringan dan pasti. Globalisasi memang bersifat paradoks. Di satu sisi, globalisasi menghadirkan berbagai dampak negatif, tetapi di sisi lain, juga memberikan peluang yang luas bagi bangsa manapun untuk bersaing. Hanya bangsa yang memiliki daya saing yang kuatlah yang eksis dan survive. Daya saing yang kuat, hanya dapat diwujudkan, manakala suatu bangsa memiliki tingkat kemandirian yang tinggi, sehingga tidak banyak bergantung dengan bangsa lain. Mandiri sesungguhnya merupakan sikap mental, karakter. Mental dan karakter yang mandiri akan membuat seseorang percaya pada kemampuan dan kualitas dirinya. Rasa percaya dirinya keluar, memancar justru pada saat ia berada di ranah persaingan dan perjuangan. Dalam konteks inilah, karakter bangsa yang kuat merupakan modal dasar bagi kuatnya kemandirian bangsa di berbagai bidang.

Marilah kita lihat apa yang dialami oleh China dan Jepang sekarang, sebagai contoh bangsa-bangsa kuat dan maju di kawasan Asia. Negara-negara tersebut memiliki karakter bangsa yang kuat, ditandai dengan tingginya nasionalisme dan etos kerja. Kapasitas mereka untuk menjadi negara yang kuat, juga didukung oleh sumberdaya manusia yang andal dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. China, misalnya tidak dapat lagi disebut sebagai “negeri tirai bambu” yang tertutup, karena dengan karakter bangsanya sangat kuat, telah mampu mempengaruhi ekonomi dunia. Kemajuan ekonomi China yang luar biasa itu terjadi, karena karakter bangsa benar-benar tercermin dari adanya etos kerja yang tinggi.

Demikian juga dengan bangsa Jepang yang dikenal memiliki “semangat Bushido” yang mendasari sikap pantang menyerah dan produktivitas yang tinggi. Jepang juga dikenal sebagai bangsa yang tetap berpegang pada tradisi leluhur mereka yang baik, di tengah-tengah kompetisi global yang sangat potensial menggusur nilai-nilai tradisional.. Selain China dan Jepang, kita juga dapat menyimak kemajuan Korea Selatan dan, dalam batas-batas tertentu, India. Negara-negara tersebut juga sangat fenomenal dalam pertumbuhan ekonominya. Ini terkait dengan karakter bangsa yang kuat dalam merespons persaingan global secara inovatif. Kuncinya tetap pada sumberdaya manusia yang andal, dan memiliki komitmen yang tinggi untuk bangsanya.

Globalisasi harus kita hadapi. Sebagaimana dikatakan Bung Karno, “Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme”. Karenanya, sebagai bangsa, kita tidak dapat menutup diri, melainkan harus membuka diri. Namun, keterbukaan kita sebagai bangsa, harus diimbagi dengan kesiapan yang matang dalam menghadapi berbagai tantangan globalisasi. Kesiapan yang matang tersebut merupakan muara dari proses nation character building. Inilah yang harus kita sadari bersama. Jangan sampai proses nation character building kita berjalan stagnan, atau bahkan mundur ke belakang. Nation character building harus terus diperkuat.

Hadirin yang berbahagia

Saya menaruh harapan yang besar kepada para peserta wisuda dan segenap civitas academica, untuk nantinya tidak sekedar mengejar karir dalam menekuni profesi dan meningkatkan kapasitas kinerja secara profesional, tetapi yang jauh lebih penting adalah tetap memiliki kesadaran yang tinggi terhadap komitmen kebangsaan kita. Yakni, bagaimana berpikir dan bertindak untuk kemajuan bangsa. Hal ini mengingatkan kita pada nasihat Bung Karno tentang “membangun jiwa bangsa”, bahwa “keahlian saja tanpa dilandasi jiwa yang besar, tidak akan mencapai tujuannya”. Karena itulah, mutlak diperlukan “nation character building”, yang dalam hal ini menempatkan lembaga-lembaga pendidikan secara sentral dan strategis.

Lembaga-lembaga pendidikan, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi sangat strategis dalam memainkan peran-peran transformatifnya dalam rangka penguatan karakter dan jati diri bangsa. Karenanya, dapat dikatakan bahwa lembaga-lembaga pendidikan merupakan ujung tombak dalam pembangunan karakter bangsa. Dengan tradisi pendidikan yang baik dan berkualitas, maka diharapkan anak-anak kita, tunas-tunas harapan bangsa kita ke depan adalah anak-anak Indonesia yang tidak saja hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kematangan emosional, kesalehan sosial, dan juga tentu saja nasionalisme yang tinggi. Dalam konteks inilah, saya yakin dan berharap bahwa para sarjana lulusan Unas, merupakan sarjana-sarjana paripurna yang memiliki komitmen tinggi untuk mewujudkan visi Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi.

Civitas akademica dan hadirin yang saya hormati.

Demikianlah orasi yang dapat saya sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini. Sekali lagi, izinkan saya untuk mengucapkan SELAMAT kepada para wisudawan dan wisudawati sekalian, saya berdoa untuk kesuksesan karir serta keberkahan hidup saudara-saudara di masa depan.

Sebagai “hadiah” untuk adik-adik wisudawan dan wisudawati serta segenap Civitas Academica, perkenankan saya mempersembahkan tiga bait pantun, berikut ini :

BELI TINTA TULIS DI BUKU

BIKIN PUISI DI DALAM TAMAN

KULIAH DI UNAS KEBANGGAANKU

LULUS SARJANA JADI TELADAN

PERGI KE PERPUSTAKAAN SETIAP HARI

PERPUSTAKAAN KAMPUS SELALU RAMAI

ALUMNI UNAS BEKERJA MANDIRI

SELALU HADIR MEMBERI SOLUSI

SELENDANG SUTRA DIPAKAI PENARI

INDAH DIPAKAI SANGAT SERASI

GLOBALISASI JANGANLAH DITAKUTI

BILA SIAP DAN PUNYA JATI DIRI

Sekian, terima kasih atas perhatian dan mohon maaf atas segala kekurangan.

Billahi taufiq wal hidayah.

Wassalammu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

  1. No comments yet.

  1. No trackbacks yet.