Saya Sudah Dagang Layangan Sejak SMP

Ketika memberikan kuliah umum atau ceramah motivasi kepada mahasiswa dan pelajar di berbagai tempat, saya selalu menyesuaikan materi kewirausahaan yang saya berikan. Misalnya ketika berhadapan dengan anak-anak muda ini, saya tidak melulu berbicara teori berwirausaha, tetapi juga langsung mencontohkan usaha apa yang bisa mereka kerjakan.

Bagi saya, memaparkan teori dan praktek tidaklah sulit. Karena saya punya dua-duanya, baik teori maupun pengalaman, termasuk mengenai bisnis apa yang bisa dilakukan anak-anak muda itu jika kemudian jadi tertarik berwirausaha.

Dalam setiap kuliah umum dan ceramah motivasi berwirausaha, misalnya saat di Pesantren Suryalaya Tasikmalaya dan Universitas Galuh Ciamis, 28 dan 29 Mei 2012 lalu, saya mencontohkan pengalaman usaha saya saat seusia mereka. Kebetulan dulu saat sekolah dan kuliah saya memiliki pengalaman berwirausaha.

Saya sudah mulai berbisnis, lebih tepatnya belajar berbisnis, sejak SMP. Meski orang tua saya termasuk mampu, namun itu tak membuat saya bersantai-santai saja menikmati hidup. Saya memutuskan untuk belajar berbisnis sejak belia. Saat itu, saya berbisnis layang-layang dan benang gelasan. Pelanggannya tentu teman-teman sekolah dan teman sepermainan. Meski hasilnya sangat kecil, namun pelajaran berbisnis dan pembentukan karakter wirausahanya tentu nilainya tidak terhingga.

Saat menginjak SMA dan kemudian kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB), kegemaran berbisnis saya makin menjadi. Kesibukan kuliah tidak meredam semangat berwirausaha saya. Saat itu saya juga masih berbisnis kecil-kecilan misalnya membuat kaos dengan sablon anti perang, karena saat itu ramai perang Vietnam. Saya juga membuat kaos dan tas dengan sablon ITB. Baik ITB nama almamater, maupun ITB plesetan yang artinya: “Idaman Tjewek Bandung”. Alhamdulillah, bisnis kecil-kecilan ini lumayan sukses sehingga memacu saya untuk terus belajar dan menekuni dunia wirausaha.

Lalu, masih saat kuliah, saya juga coba meningkatkan bisnis dari yang kecil-kecil menjadi lebih besar mulai dari mencoba ikut tender meja gambar kampus, sampai jadi kontraktor. Ada pengalaman yang lumayan menggelitik saat saya dan teman mau jadi kontraktor. Karena harus ada perusahaannya, saya dan dia kemudian membuat saja perusahaan asal-asalan. Lalu kami berdua mendiskusikan siapa yang akan menjabat apa.

“Direktur sama manajer besar mana jabatannya?” tanya saya pada kawan saya.

“Ya, yang besar direktur,” jawab dia.

Lalu saya bilang: “Oke kalau begitu saya saja yang jadi direkturnya.”

Singkat cerita, saya mulai berbisnis dari yang kecil-kecil sampai akhirnya dikenal sebagai pengusaha besar. Saya belajar bisnis dari yang kecil dulu lalu bertahap sampai besar. Ini meniru pengalaman ayah saya, Achmad Bakrie.

Ayah saya juga tidak tiba-tiba mendirikan perusahaan besar yang kemudian dikenal sebagai Grup Bakrie. Ayah saya memulai dari bawah, memulai usaha dari yang kecil-kecil dulu. Ayah saya memulai dengan berjualan roti. Ayah juga pernah menjadi agen penyalur obat ke apotik, dan bisnis-bisnis kecil lainnya sampai berhasil membangun perusahaan besar.

Hal itulah yang saya pesankan kepada anak-anak muda yang menghadiri kuliah umum dan ceramah saya bahwa semua orang bisa memulai usaha. Siapa saja bisa jika memulai dari yang kecil-kecil.

Apalagi saya lihat di wilayah Tasikmalaya dan sekitarnya itu ada industri yang prospeknya bagus yaitu industri kreatif. Industri kreatif adalah salah satu industri yang masa depannya cerah selain industri makanan, energi, dan air.

Siapa yang tak kenal dengan Rajapolah dengan berbagai kerajinannya. Kerajinan itu tidak hanya dikenal di nasional tapi juga sudah diekspor sampai di manca negara. Saat mengunjungi pengrajin di kawasan ini, kepada mereka saya katakan saya pernah menemui topi pandan buatan mereka dijual di Spanyol. Potensi ini tentu bisa jadi peluang untuk dimanfaatkan.

Saat saya mengunjungi Kantor Koran Kabar Priangan saya diberitahu bahwa redaksi sudah mengumpulkan sekitar 20 kisah sukses orang setempat. Bahkan ada yang dulunya tukang becak bisa menjadi milyarder, dan banyak kisah sukses lainnya. Rencananya itu akan dijadikan buku, dan saya diminta menulis kata pengantarnya.

Saya yakin mereka juga memulai dari yang kecil-kecil dulu. Ini juga bisa menjadi contoh anak-anak muda bahwa semua bisa berwirausaha. Semua bisa sukses. Jangan takut, walau memulai dari yang kecil-kecil dulu. Yang penting terus berusaha dan optimis bahwa suatu hari usaha Anda akan menjadi besar. Optimisme itu penting. Sebab orang yang pesimistik belum apa-apa sudah kalah separuh, sementara orang optimistis sudah menang separuh duluan.

  1. No comments yet.

  1. No trackbacks yet.