Berbagi Pengalaman Mengatasi Kemiskinan
Hari Selasa, 25 Januari 2011 kemarin, saya diundang untuk menjadi pembicara pada acara “Orientasi Kerja Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Tingkat Nasional”, di sebuah hotel di Senayan, Jakarta. Di acara yang diadakan lembaga yang dulu bernama LKMD ini, saya berbicara mengenai program pemberdayaan masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan.
Di forum tersebut, saya berbagi pengalaman bagaimana menjalankan program pemberdayaan masyarakat sewaktu menjadi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra). Selama menjadi Menko Kesra, ada banyak pengalaman dan pelajaran berharga yang saya dapatkan.
Pada awalnya, terus terang, saya tidak begitu menyukai jabatan ini. Dulu saat Presiden SBY memindahkan posisi saya dari Menko Perekonomian menjadi Menko Kesra, saya sempat merasa dibuang. Namun kemudian saya justru merasa berterimakasih dan bersyukur kepada Allah karena dengan mendapat kepercayaan ini saya jadi banyak belajar.
Jika menjadi Menko Perekonomian saya mungkin hanya akan berkutat dengan masalah ekonomi dan keuangan yang sebenarnya adalah makanan sehari-hari saya yang berlatar belakang seorang pengusaha. Tetapi, dengan menjadi Menko Kesra saya punya banyak pengalaman baru.
Dengan menjadi Menko Kesra, saya bisa berinteraksi dengan warga miskin secara langsung. Mempelajari atau melihat kemiskinan di literatur dengan berinteraksi dengan mereka secara langsung itu sangat berbeda. Saya juga mendapat pengalaman berharga ketika menangani kelaparan di Yahukimo, Papua. Itu menjadi pengalaman tak terlupakan. Ini sudah saya tulis di bagian lain blog ini.
Berbicara mengenai kemiskinan, saya rasa kondisinya saat ini masih sama dengan saat saya menjadi menteri dulu. Kesenjangan Timur dan Barat masih ada dan pembangunan desa juga belum menjadi prioritas utama. Kita lihat kenaikan harga pangan tahun ini cukup tinggi. Akibatnya, penghasilan rakyat habis untuk makan saja.
Kondisi ini juga membuat kualitas pendidikan rakyat menjadi kurang baik. Sebab, anak-anak banyak yang ikut mencari makan untuk keluarga, sehingga pendidikan terabaikan. Kesehatan kemudian juga menjadi terabaikan dan semakin memperparah keadaan.
Lalu apa upaya yang saya lakukan untuk menanggulangi kemiskinan selama jadi Menko Kesra? Saat itu saya bersama tim, merancang program untuk membagi penanggulangan kemiskinan menjadi tiga cluster.
Di cluster pertama, kami memberikan bantuan pada orang untuk hidup lebih baik tanpa harus bekerja. Kami berikan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dengan BOS, maka pengeluaran keluarga akan berkurang. Jika pengeluaran di bidang pendidikan berkurang maka bisa dialokasikan untuk menutup kebutuhan yang lain.
Mengatasi kemiskinan sebenarnya simpel: menambah pendapatan atau mengurangi pengeluarannya. Untuk mengurangi pengeluaran, juga ada program di bidang kesehatan yaitu: Jamkesmas. Program pengobatan cuma-cuma ini mencakup 27 juta orang Indonesia.
Tentu saja harus diakui di sana-sini ada penyimpangan. Soal Jamkesmas ini, misalnya, banyak rumah sakit yang tidak mau seluruh perawatan digratiskan. Misalnya, operasi jantung cuma ditanggung Rp5 juta, sisanya harus bayar. Padahal harusnya gratis sama sekali. Ada juga rumah sakit yang tidak mau menerima pasian Jamkesmas. Dan banyak lainnya. Itulah penyimpangan yang ada, tapi secara konsep Jamkesmas ini baik.
Untuk cluster pertama ini, juga ada program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Ini untuk membantu masyarakat tidak mampu atas dampak kenaikan harga BBM. BLT ini diberikan dengan jumlah yang terbatas.
Kemudian ada juga program yang bernama Program Keluarga Harapan (PKH). PKH ini adalah nama lain BLT yang bersyarat. Dia terima BLT dengan syarat, misalnya: kalau anaknya sudah divaksin, anaknya sekolah di SMP, dan sebagainya. Jumlah penerimanya ada tiga juta keluarga.
Itu semua adalah cluster pertama, membantu orang secara langsung, mereka tidak perlu kerja tapi dapat pendapatan.
Berikutnya ada cluster dua. Ini adalah orang-orang yang mampu atau kuat bekerja, namun tidak tahu mau kerja apa. Maka untuk mereka ini kemudian ada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Program ini tidak sekedar membantu tapi juga memberdayakan. Jumlah dananya Rp1,9 miliar per kecamatan. Mengenai program ini saya juga sudah tulis lengkap di bagian lain blog ini. PNPM ini sumber dananya dari pemerintah. Data 2009, ada 14 juta orang yang bekerja langsung dan 10 juta lainnya secara tidak langsung. Program ini telah banyak mempekerjakan orang.
Sebuah contohnya, di Bogor dibangun jalan kecil tembus hutan. Rakyat di sama berterima kasih luar biasa. Padahal itu jalan kecil. Jalan ini dibangun sendiri oleh mereka dengan program ini, dan ternyata bermanfaat memudahkan transportasi mereka. Ada juga kisah sukses peserta PNPM yang dengan modal Rp500 ribu bisa membangun bisnis perhiasan lagit-langit rumah. Dia akhirnya bisa mengembalikan pinjaman dan usahanya maju dan bisa menghidupi keluarganya.
Selanjutnya cluster ketiga. Di bagian ini, yang mendanai program bukan dari pemerintah tapi dana dari perbankan. Namun, pinjamannya tidak memakai jaminan. Jaminannya dari lembaga penjamin kredit. Jadi kalau ada kredit macet, bank tidak rugi. Awalnya, program ini saya tawarkan kepada Menkeu dan Gubernur BI tidak disetujui, tapi akhirnya alhamdulillah pada 2007 program ini bisa berjalan.
Dengan program ini berjuta orang bisa jalan usahanya dan membiayai hidup. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini ada pembatasan sampai Rp20 juta. Harusnya tidak dibatasi, sebab banyak pengusaha yang berhasil. Misalnya dari pengusaha mikro menjadi menengah. Mereka harus terus dibantu jangan sampai terhenti usahanya.
Yang penting dalam mengatasi kemiskinan adalah meratakan pembangunan. Pembangunan harus ke desa, tidak hanya di kota-kota saja. Potensi sumber daya alam di desa cukup besar, tapi rakyatnya kurang dapat perhatian.
Maka saya berpesan pada LPM agar membantu mereka. LPM yang dekat dengan masyarakat desa harus memikirkan bagaimana supaya rakyat berdaya. Jangan hanya diberi, tapi juga diberdayakan. Kalau cuma dikasih-kasih uang saja, mereka tidak akan jadi berdaya.
Memberdayakan orang miskin bisa dengan berbagai cara. Bahkan, bisa menjadi bisnis yang saling menguntungkan. Saya diajari anak saya Anindya Bakrie yang sukses dengan Esia-nya. Esia membuat telepon jadi begitu murah dulu, sebelum yang lain mengikuti. Akibatnya, semua orang termasuk pembantu, orang desa, dan orang kurang mampu bisa punya telepon selular.
Nah, hal yang sama bisa juga dibuat misalnya program rumah murah di pedesaan. Atau bagaimana membuat listrik murah. Bisa juga dibuat lembaga keuangan mikro yang membantu memberikan pinjaman untuk masyarakat. Kelompok Usaha Bakrie juga baru saja mendirikannya. Lembaga ini namanya Bakrie Micro Finance yang mengadopsi konsep Grameen Bank. Ini sudah saya tulis di blog ini juga.
Terakhir, selain memikirkan pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin, mereka juga perlu diperhatikan kesehatannya. Maka LPM juga perlu berkontribusi dalam hal ini. Misalnya, menjadi pendamping untuk mengawasi penderita TBC, AIDS, dan lain sebagainya. Juga perlu penyuluhan yang menyadarkan masyarakat mengenai kesehatan.
Saya berpesan agar LPM diarahkan untuk membantu memberdayakan dan mensejahterakan rakyat kita. Jangan arahkan LPM ke politik. LPM harus kerja dari hati. Kerja seperti ini adalah kerja mulia, pahalanya bukan di dunia tapi nanti di akhirat.
No comments yet.