Pancasila dalam Era Globalisasi

Pidato Kunci Seminar Politik & Ekonomi Pancasila Fraksi Partai Golkar dan MPR, di Gedung Nusantara IV. Jakarta 7 Juli 2011.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Salam Sejahtera untuk kita semua,

Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa, atas segala karunia dan nikmat-Nya yang senantiasa diberikan kepada kita, sehingga pada hari ini kita dapat menghadiri acara penting ini untuk membicarakan Pancasila dan kehidupan kebangsaan kita kini dan di masa depan.

Selanjutnya, saya ingin memberikan penghargaan dan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak di MPR yang telah memberi kesempatan pada saya untuk ikut hadir dan berbicara dalam forum ini. Apalagi, tema yang dibahas dalam acara ini adalah sebuah tema yang mendasar, yaitu Pancasila di era globalisasi, yang rumusan-rumusannya pastilah menyangkut sikap dasar kita dalam berbangsa dan bernegara, menyangkut visi dan cita-cita kita sebagai sebuah masyarakat, serta berkaitan dengan pandangan, pemahamanan serta keberanian kita dalam menghadapi fakta-fakta sejarah yang terus bergerak dan berubah cepat.

Saya senang bahwa lembaga penting seperti MPR tidak pernah jenuh untuk berbicara mengenai paham dasar kebangsaan, atau yang oleh Bung Karno disebut sebagai philosofische gronslag Republik Indonesia.

Dengan membahas Pancasila, kita mencari persamaan, bukan mempertajam perbedaan diantara kekuatan-kekuatan politik. Karena itulah, dengan perasaan yang bangga dan penuh persahabatan, saya menyatakan dukungan saya kepada lembaga MPR untuk terus menerus menjadikan Pancasila sebagai sebuah topik pembahasan dalam pembicaraan-pembicaraan penting di negeri tercinta ini.

Hadirin yang saya muliakan

Saudara-saudara yang saya hormati

Dalam kesempatan ini saya ingin menegaskan bahwa Partai Golkar hadir sebagai respon terhadap adanya gerakan yang merongrong dan ingin mengganti ideologi Pancasila, terutama dengan ideologi Komunis. Karenanya, Partai Golkar merupakan partai yang senantiasa berdiri di depan dalam menjaga dan mempertahankan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara.

Dalam kaitan itulah, sejak menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar, concern saya terhadap upaya penyegaran kembali paham kebangsaan dan revitalisasi Pancasila, telah menjadi prioritas. Pada Pidato Politik Penutupan Munas VIII tanggal 8 Oktober 2009 di Pekanbaru, selaku Ketua Umum terpilih, saya menegaskan bahwa, “Partai Golkar adalah pengamal utama Pancasila, pengawal terdepan Kebhinekaan dan semangat toleransi dari negeri yang kita cintai, serta partai kekaryaan yang ingin memberi bukti konkret dalam pembangunan kesejahteraan buat semua”.

Demikian pula, pada Pidato Ulang Tahun Partai Golkar 20 Oktober 2010 dengan judul “Merah Putih yang Abadi”, saya menegaskan bahwa, “Bagi Partai GOLKAR, manakala soalnya adalah kepentingan strategis negeri kita, manakala pertaruhannya adalah nasib dan kemajuan anak-anak Indonesia, maka seluruh komponen bangsa harus bersatu merapatkan barisan. Hanya dengan kebersamaan yang erat, kita sanggup menjadikan politik dan kekuasaan sebagai instrumen pencapaian tujuan-tujuan yang mulia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”.

Semua ini perlu saya jelaskan untuk menegaskan bahwa komitmen Partai Golkar terhadap Pancasila tidak perlu diragukan lagi.

Namun demikian, perlu pula saya tegaskan di sini bahwa bagi Partai Golkar, sebagai partai kekaryaan dan mengedepankan karya dan kerja yang kongret, Pancasila bukanlah sebuah ideologi yang kaku dan tertutup, tetapi sebuah paham kebangsaan yang terbuka dan fleksibel dalam mengikuti perkembangan zaman. Kita tidak boleh menjadikan Pancasila sebagai sebuah paham yang melapuk karena ketidakmampuan kita untuk menerima pembaharuan dan dinamika kemajuan peradaban manusia.

Pancasila adalah rangkaian prinsip-prinsip mulia yang abadi, sementara penerapannya atau metode realisasi dan operasionalisasinya harus mengikuti realitas sejarah, menerima fakta-fakta sosial sebagaimana adanya, serta membuka ruang yang memadai bagi kesalahan serta kelemahan manusia.

Karena itulah, Pancasila harus dibicarakan dengan melihat kenyataan kehidupan sosial ekonomi masyarakat, memahami keluhan dan penderitaan rakyat, harapan dan kekecewaan mereka, mimpi dan kecemasan mereka. Saat ini, kita perlu bertanya, apakah beban kehidupan rakyat semakin ringan atau semakin berat, apakah pendidikan anak-anak mereka semakin baik, apakah potensi-potensi kemajuan Indonesia telah direalisasikan dengan optimal atau kita hanya puas dengan situasi yang begini-begini saja?

Pancasila akan hidup subur subur jika rakyat percaya bahwa kemajuan akan terjadi, atau setidaknya nasib anak-anak mereka akan lebih baik di masa-masa mendatang. Karena itulah, perjuangan dalam membangun kesejahteraan sesungguhnya adalah perjuangan di jalur Pancasila, pertaruhan yang merupakan penerapan nilai-nilai mulia dalam bentuk yang kongkret dan sesungguh-sungguhnya. Begitu banyak anak-anak kita di pedesaan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke yang menunggu uluran tangan kita agar mereka dapat melangkah maju dan tidak tertinggal dengan saudara-saudara mereka yang berada di perkotaan. Adalah tugas yang maha mulia bagi kita semua untuk secara kongkret menjawab harapan semacam ini.

Hadirin yang saya muliakan

Saudara-saudara yang saya hormati

Partai Golkar tidak akan pernah bosan untuk mengingatkan bahwa semua ideologi, termasuk Pancasila,pada dasarnya berada pada tataran normatif, dan karenanya membutuhkan padanan pada tingkat operasionalisasi. Visi dan ideologi yang berhenti pada tataran normatif hanya akan menjadi dogma yang mati, melayang di langit tanpa kaki untuk membumi dan mengarahkan sejarah.

Machiavelli, sebagai peletak dasar ilmu politik modern, telah mengingatkan bahwa politik bukan hanya berhubungan dengan apa yang “seharusnya”, tetapi juga dengan apa yang “senyatanya” terjadi dalam masyarakat. Kita harus menghubungkan langit dan bumi, dan jembatan ini adalah tataran ideologi yang bersifat operasional.

Karena itulah kita memiliki berbagai kerangka pemikiran praktis yang berhubungan dengan kemajuan akhlak manusia, pembangunan ekonomi, pembangunan kebudayaan, peningkatan ketahanan dan keamanan nasional, peningkatan pemerataan sosial-ekonomi, dan sebagainya.

Dalam bidang pembangunan kebudayaan misalnya. Jatidiri bangsa dan semangat ke-Indonesia-an semakin tergerus, terutama di kalangan generasi muda. Sebagian besar kasus kriminal dan mayoritas penghuni penjara kita sekarang terkait dengan kasus narkoba. Ke-Indonesia-an adalah konsep yang terus berkembang. Tetapi kita tidak boleh bersikap anything goes, semua hal boleh, pantas dan silakan dilakukan. Kita tidak boleh pasif dan berpangku tangan melihat puluhan ribu generasi muda Indonesia terjebak dalam cara hidup yang kelam dan menyedihkan.

Masih banyak hal lain lagi yang dapat dikatakan dalam soal tersebut. Tetapi pada intinya kita ingin mengingatkan bahwa ke-Indonesia-an harus terus dikaitkan bukan dengan sembarang hal, bukan dengan nilai-nilai yang melemahkan semangat dan kehidupan manusia sebagai makhluk yang berakal budi.

Ke-Indonesia-an harus dikaitkan dengan keterbukaan yang kreatif, tolerasi yang ramah, penghargaan pada ilmu pengetahuan, penghargaan pada kejujuran, keteguhan, kesungguhan serta, yang sangat penting, kecintaan pada tanah air yang terbentang dari Sabang hingga ke Merauke.

Demikian pula halnya dalam soal ekonomi. Kita menerima globalisasi dan keterbukaan sebagai sebuah keniscayaan sejarah. Kita tidak takut pada keterbukaan. Kita tidak cemas pada globalisasi, tetapi justru kita ingin memanfaatkan kemungkinan yang ada demi kepentingan bangsa kita sendiri.

Karenanya, dalam keterbukaan ekonomi, sebagaimana dalam kehidupan umumnya, kita harus selektif dan memiliki prioritas. Kita harus mendahulukan pelaku-pelaku ekonomi bangsa kita, baik swasta maupun pemerintah, sejauh mereka memang produktif dan efisien. Hal ini terutama harus diterapkan dalam beberapa bidang yang strategis, seperti sektor finansial dan perbankan, sektor energi dan sumberdaya alam, serta sektor pertanian.

Pemikiran seperti ini semakin mendesak untuk kita kedepankan sekarang, mengingat begitu banyak hal yang telah salah jalan, seperti dominasi penguasaan asing dalam dunia perbankan serta dalam aset-aset produktif sumberdaya alam (khususnya minyak dan gas) di negeri kita. Tanpa harus terjebak dalam sentimen anti-asing, kelemahan tersebut harus segera kita koreksi lewat kerja politik di berbagai bidang, baik di dalam maupun di luar parlemen. Kita harus mencari cara yang lebih baik dan lebih sesuai dengan prinsip-prinsip nasionalisme Indonesia, sebagaimana yang tercantum dalam sila ke-3 dalam Pancasila, yang dapat diterapkan secara modern dalam realitas ekonomi.

Dalam hal ini Partai Golkar menawarkan sebuah konsep pembangunan ekonomi menyeluruh yang sering disebut sebagai konsep negara kesejahteraan (welfare state). Konsep ini adalah sebuah jalan tengah, sebuah moderasi dari pengalaman-pengalaman ekstrem pembangunan di berbagai negara maju. Walaupun pemikiran dasarnya telah dimulai pada tahun 1930an di Eropa dan Amerika Serikat, konsepsi negara kesejahteraan sekarang justru semakin relevan setelah terjadinya beberapa kali krisis besar dalam globalisasi, sebagaimana yang terjadi dua dan tiga tahun yang silam.

Dalam konsepsi negara kesejahteraan, negara dan pemerintah tidak pasif, tetapi berperan besar dalam berjalannya roda perekonomian lewat intervensi di berbagai bidang, terutama yang bersifat strategis. Tetapi metode intervensi ini tidak lagi sama dengan cara tahun 1950an yang kaku dan bersandar pada metode pemilikan langsung. Intervensi sekarang harus dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah efisiensi dan produktifitas.

Walaupun peran negara besar, sektor swasta tidak diabaikan, tetapi justru didorong untuk semakin kreatif dan semakin mampu untuk bersaing, bukan hanya dalam pasar domestik, tetapi juga dalam persaingan global. Dalam hal ini, peran negara yang utama adalah memberikan kepastian hukum, termasuk kepastian dalam hukum perpajakan, mengatur tata kelola perburuhan dan asuransi yang menguntungkan semua pihak, serta memberikan insentif usaha manakala diperlukan.

Dengan konsep negara kesejahteraan, pemerintah dan semua pihak yang terkait dengan pembangunan ekonomi, menyadari bahwa kepentingan dan kemandirian Indonesia adalah hal yang utama sebagai instrumen untuk memajukan kesejahteraan rakyat.

Dengan konsep ini kita tidak akan membiarkan dunia pendidikan bagi anak-anak kita berada dalam kualitas yang jauh tertinggal, kita tidak akan membiarkan nasib kaum pekerja terkatung-katung, tidak akan membiarkan nasib petani dan kaum marjinal untuk terus terombang-ambing dalam ketidakpastian masa depan.

Saudara-saudara yang saya muliakan

Hadirin yang saya hormati

Saya sadar bahwa masih banyak hal yang perlu kita rumuskan lebih jauh untuk melakukan reaktualisasi, menyempurnakan pelaksanaan Pancasila dalam realitas sehari-hari. Konsepsi operasional yang kita miliki sekarang masih harus terus dilengkapi, diperbaharui serta ditingkatkan.

Karena itu, lewat lembaga MPR yang sangat penting ini, saya menghimbau semua pihak, semua kekuatan politik, untuk berlomba dan bersaing dalam memperkuat dan mematangkan kerangka realisasi dan operasionalisasi Pancasila dalam kehidupan keseharian di negeri kita. Dengan cara ini, semua kekuatan politik di Tanah Air akan mengedepankan the power of ideas, kekuatan dan kecemerlangan gagasan dalam memajukan bangsa. Dan dengan begini pula, persaingan dan pergulatan politik yang ada menjadi sebuah persaingan yang lebih bermakna, lebih bermutu, serta lebih relevan dengan peri kehidupan rakyat.

Kita tidak boleh menerima berbagai kekurangan dan kelemahan yang ada dengan dalih bahwa negeri kita masih dalam transisi demokrasi. Kita harus segera memperbaiki diri, memperkuat pilar-pilar demokrasi sebab Indonesia sesungguhnya sudah melampaui era transisi. Kita sudah memasuki tahap konsolidasi demokrasi, dan karenanya kita seharusnya sudah semakin matang dan lebih berani untuk memperbaiki kesalahan dan kekurangan yang ada, baik dalam bidang politik, maupun dalam bidang sosial, ekonomi, hukum dan bahkan kebudayaan kita.

Sebagai penutup saya juga menghimbau agar MPR dan lembaga-lembaga penting kenegaraan lainnya terus mendorong agar dalam era globalisasi serta percaturan antarbangsa yang semakin intensif, Indonesia tidak kehilangan keberanian untuk bersikap secara mandiri. Indonesia adalah bagian dari dunia, tetapi kita memiliki kepentingan nasional yang harus kita perjuangkan sejauh-jauhnya. Indonesia adalah negara besar, dan karena itu kita pun harus bersikap sebagai pimpinan dan tokoh dari sebuah negara besar, yang tidak mau ikut begitu saja terhadap tarikan dan desakan negara lainnya. Kita negara besar, kita harus bersikap sebagai negara besar, bukan sebagai negara kecil yang terombang-ambing dalam percaturan negara-negara besar lainnya.

Akhirnya, sekali lagi saya ingin mengucapkan penghargaan dan apresiasi kepada pimpinan dan sahabat-sahabat di lembaga MPR atas penyelenggaraan seminar ini. Kita mencintai bangsa yang sama dan ingin mengabdi pada Tanah Air yang sama.

Saya yakin, dengan kebersamaan ini, kita akan mendorong kemajuan Indonesia untuk menjadi sebuah negeri yang membanggakan kita semua.

Wabillahitaufiq walhidayah

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Membangun Indonesia dari Desa

Pidato Pengarahan pada Pembukaan Diklat Karakterdes Partai Golkar Secara Nasional. Cibogo, Sabtu, 2 Juli 2011

Yang Saya hormati Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, beserta seluruh anggota Dewan Pertimbangan Partai Golkar di semua tingkatan se Indonesia,

Yang Saya hormati Dewan Pimpinan Partai Golkar semua tingkatan se Indonesia,

Segenap anggota Fraksi Partai Golkar semua tingkatan, yang sedang bertugas membuka Diklat Karakterdes di Daerah Pemilihan masing-masing, yang saya andalkan,

Segenap jajaran Lembaga Pengelola Kaderisasi-Partai Golkar di semua tingkatan se Indonesia, yang saya banggakan,

Para Pimpinan Kecamatan, Pimpinan Desa/Kelurahan, seluruh Kelompok Kader (Pokkar) Partai Golkar di seluruh tanah air, dan seluruh peserta Karakterdes Partai Golkar seluruh Indonesia yang saya cintai dan saya banggakan,

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Salam sejahtera untuk kita semua.

Mengawali pidato pengarahan ini, saya ingin bertanya kepada keluarga besar Partai Golkar : Apa kabar Partai Golkar ?

Sebagai umat beragama, pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur ke-hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas nikmat dan karunia-Nya pada hari, Sabtu 2 Juli 2011, kita dapat mengikuti Acara Pencanangan Pendidikan dan Latihan Kader Penggerak Teritorial Desa (Karakterdes) Partai Golkar di Kampung Cibogo, Kecamatan Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat, dan pada saat yang sama juga dilakukan pembukaan Karakterdes secara serentak di sejumlah Desa seluruh Kabupaten/Kota se Indonesia.

Saudara-saudara sekalian yang saya hormati.

Tema yang diangkat dalam acara Diklat ini, adalah : “Diklat Karakterdes : Mantabkan Kader Pembangunan Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat”. Tema tersebut penting dan sangat mendasar, mengingat kondisi obyektif bangsa kita, masih sangat jauh dari cita-cita proklamasi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai. Secara jujur harus diakui, bahwa di usia republik Indonesia yang memasuki 66 tahun ini, pembangunan yang dilaksanakan belum merata dan bahkan belum menyentuh sebagian besar lapisan bawah masyarakat yang hidup di pedesaan.

Masih sangat terasa adanya berbagai ketimpangan dan kesenjangan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat, baik kesenjangan desa dengan kota, kesenjangan pembangunan wilayah Timur, Tengah, dan Barat, maupun kesenjangan kaya dan miskin. Akibatnya, antara lain masih banyak desa-desa yang terlantar pembangunannya, terpuruk dalam keterbelakangan, kualitas hidup masyarakatnya rendah, baik dari segi pendidikan, kesejahteraan, kesehatan maupun kewirausahaan, sementara angka urbanisasi pun semakin tinggi. Apabila berbagai ketimpangan terus berlangsung ,sewaktu-waktu dapat memicu terjadinya konflik sosial dalam masyarakat, sebagaimana kasus-kasus yang terjadi selama ini di berbagai daerah.

Menyadari kondisi tersebut, maka diperlukan perjuangan dari segenap elemen bangsa yang tidak hanya membutuhkan semangat juang semata, tetapi yang paling penting adalah adanya konsep pembangunan yang secara efektif mampu mengantarkan rakyat Indonesia untuk mencapai cita-cita kemerdekaannya. Konsep pembangunan yang mampu menggerakkan dinamika pembangunan yang bertumpu pada pemanfaatan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sebuah konsep pembangunan terpadu yang memastikan dapat mewujudkan kemandirian bangsa menuju Negara Kesejahteraan (Welfare State).

Dalam kerangka itulah, Partai Golkar berkeyakinan bahwa paradigma “Membangun Indonesia dari Desa” sangatlah tepat dan mendesak untuk dilaksanakan. Paradigma ini bersifat bottom up, berangkat dari persoalan-persoalan riil yang dihadapi langsung oleh masyarakat desa. Dengan demikian, maka akan terjadi pola gerak pembangunan yang betul-betul berangkat dari grass root (akar rumput), yang melibatkan warga masyarakat desa secara aktif.

Partai Golkar sebagai the party of ideas menyadari sepenuhnya, bahwa paradigma Membangun Indonesia dari Desa, tidak boleh hanya berhenti pada tataran wacana saja, tetapi harus secara sungguh-sungguh dapat dimanifestasikan dalam program-program nyata yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat desa. Itulah hakekat doktrin karya kekaryaan partai Golkar. Tiada hari tanpa karya, dan karya hanya dipersembahkan untuk rakyat, Suara Golkar suara Rakyat.

Saudara-saudara sekalian yang saya hormati.

Paradigma Membangun Indonesia dari Desa, merupakan wujud perhatian nyata Partai Golkar dalam mengangkat harkat dan martabat “urang desa” yang selama ini diposisikan secara marjinal. Karena sejatinya Pembangunan itu sendiri berorientasi pada penyelesaian masalah rakyat, pemenuhan kebutuhan rakyat, dan memberi jaminan adanya harapan kehidupan rakyat masa depan yang lebih baik.

Dengan mengedepankan motto “Suara Golkar, Suara Rakyat”, Partai Golkar senantiasa mendorong upaya-upaya percepatan dan pemerataan pembangunan di segala bidang, di semua lini dan wilayah, terutama di desa-desa, dengan melibatkan segenap potensi sumberdaya pembangunan secara dinamis, sinergis dan produktif. Partai Golkar tidak ingin pembangunan di desa-desa tidak bergerak atau stagnan, bahkan mundur. Partai Golkar tidak akan membiarkan desa-desa tertinggal di belakang.

Partai Golkar tidak ingin melihat rakyat Indonesia yang tinggal di desa-desa hanya menjadi penonton di desanya sendiri, karena segenap potensi sumberdaya alamnya tersedot dan tereksploitasi oleh mereka yang mengatasnamakan pembangunan, tetapi tidak memikirkan kemajuan pembangunan desa. Pembangunan desa, tidak dapat dipertentangkan dengan pembangunan nasional, mengingat logikanya, kemajuan pembangunan desa akan menopang kemajuan pembangunan daerah dan pembangunan nasional.

Saudara-saudara sekalian yang saya hormati.

Partai Golkar menyadari sepenuhnya, bahwa konsep Membangun Indonesia dari Desa hanya dapat dilaksanakan dengan baik, bila mana didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas di desa-desa dalam menggerakkan pembangunan secara partisipatif dan produktif.

Kualitas manusia Indonesia adalah faktor penentu dalam pembangunan. Keberhasilan suatu bangsa dan negara akan lebih ditentukan oleh kualitas manusianya, bukan hanya kekayaan sumber daya alamnya semata. Dalam laporan mengenai pembangunan manusia, UNDP, salah satu badan Perserikatan Bangsa Bangsa berkali-kali menyebutkan bahwa hanya negara-negara yang meningkatkan investasi dalam pembangunan sumber daya manusia, terbukti dapat menikmati pertumbuhan ekonomi yang baik.

Konstitusi kita sesungguhnya sudah berorientasi pada pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Untuk mewujudkan pembangunan manusia Indonesia yang diinginkan, pola pikir atau mindset masyarakat harus berubah sesuai dengan perubahan paradigma pembangunan. Tanpa adanya perubahan pola pikir dan paradigma yang dianut, akan sulit bagi kita untuk mewujudkan cita-cita kita dalam membangun kemandirian bangsa menuju negara kesejahteraan Upaya untuk merubah pola pikir dan paradigma pembangunan itu harus dimulai dengan langkah-langkah nyata.

Masyarakat mendambakan contoh dan suri tauladan yang baik. Masyarakat sudah lelah mendengarkan berbagai wacana dan janji-janji tentang perbaikan nasib dan kehidupan mereka yang tak kunjung terwujudkan. Karenanya, Partai Golkar ingin memberi bukti melalui karya nyata, bukan janji melalui pernyataan. Kita harus bersama rakyat membangun, bersama rakyat bekerja keras, bersama rakyat merasakan kelelahan, kepanasan, kedinginan, didasari keyakinan bahwa semua itu pasti bermanfaat bagi masa depan rakyat.

Di sinilah urgensinya Diklat Karakterdes Partai Golkar dilaksanakan secara Nasional, guna mempersiapkan kader-kader Partai Golkar sekaligus kader bangsa di desa-desa seluruh Indonesia yang siap mengabdi untuk kemajuan bangsanya. Kader-kader Partai Golkar harus mampu menjadi pelopor dan ujung tombak penggerak pembangunan desa.

Saudara-saudara sekalian yang saya hormati

Selaku Ketua Umum DPP Partai Golkar, Saya berharap, Karakterdes Partai Golkar benar-benar menghasilkan kader-kader partai sekaligus kader bangsa yang berkualitas, mandiri, tangguh, militan, memiliki inisiatif nyata dalam pembangunan, dan mampu memecahkan berbagai masalah yang mengemuka di tengah-tengah masyarakat.

Komitmen Partai Golkar adalah menjadi bagian dari solusi (part of the solution), bukan menjadi bagian dari masalah (part of the problem). Dengan perinsip ”menjadi bagian dari solusi”, maka kader-kader Partai Golkar harus berani tampil ke depan mengambil kepeloporan di tengah-tengah masyarakat dalam upaya menyelesaikan masalah rakyat, memenuhi kebutuhan rakyat, dan memberi kepastian adanya masa depan rakyat yang lebih baik.

Di sisi lain, kader-kader Partai Golkar juga harus mampu mendorong peningkatan kinerja pemerintahan desa/kelurahan, meningkatkan kemampuan kelembagaan di tingkat desa/kelurahan dalam mengelola proses penyaluran aspirasi, musyawarah dalam pengambilan keputusan, serta memberdayakan masyarakat desa.

Saudara-saudara sekalian yang saya hormati.

Partai Golkar senantiasa mengambil kepeloporan dalam berjuang agar pembangunan desa didukung oleh kebijakan pusat yang tepat, proporsional, dan aspiratif, sehingga implementasi pembangunan dan otonomi daerah benar-benar menyentuh masyarakat di pedesaan. Program pembangunan yang diajukan melalui proses Musrenbang yang dilakukan secara berjenjang mulai dari desa harus secara sungguh-sungguh menjadi skala prioritas. Musrenbang jangan hanya sekedar pertemuan yang bersifat formalistik dan hanya melegitimasi keinginan kelompok politik tertentu. Secara khusus, Partai Golkar senantiasa memperjuangkan agar politik anggaran kita berpihak pada pembangunan daerah dan desa-desa.

Alokasi anggaran belanja negara harus berimbang antara pusat dan daerah, tidak seperti alokasi anggaran belanja sebelumnya yang masih bersifat piramida terbalik, di mana belanja pusat mencapai sekitar 70 %, sementara belanja daerah hanya berkisar 30 %. Komposisi alokasi anggara belanja demikian, tentu menimbulkan ketimpangan pembangunan Pusat – Daerah, sehingga berdampak pada proses marjinalisasi masyarakat pedesaan. Karena itu, politik anggaran pembangunan tidak boleh hanya bersifat sektoral, tapi juga secara sungguh-sungguh harus mencerminkan semangat kewilayahan. Sehingga dengan demikian, pembangunan nasional dapat berkembang secara adil dan merata. Demikian pula halnya, Partai Golkar mengharapkan agar revisi Undang-undang tentang Desa harus segera diselesaikan, untuk memberikan landasan penguatan eksistensi pengelolaan pembangunan desa.

Saudara-saudara sekalian yang saya hormati.

Saya berharap agar seluruh rangkaian pelaksanaan Diklat Karakterdes secara nasional ini dapat berlangsung dengan lancar dan sukses, terutama mencetak kader-kader Partai Golkar yang mampu mensukseskan visi dan misi Partai Golkar dalam membangun kemandirian bangsa menuju Negara Kesejahteraan, sehingga kita mampu duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan negara-negara maju lainnya di dunia.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, Pimpinan DPP, DPD Propinsi, DPD Kabupaten/Kota, LPK Pusat, Daerah, Panitia Pelaksana Pusat dan Daerah. Juga para jurnalis elktronik dan cetak serta aparat keamanan yang telah membantu mensukseskan penyelenggaraan Diklat Karakterdes ini.

Akhirnya, selaku Ketua Umum DPP Partai Golkar, dengan membaca : Bismillahirrahmanirrahiem, saya nyatakan Pencanangan Pendidikan dan Latihan Kader Penggerak Teritorial Desa (Karakterdes) Partai Golkar secara resmi dimulai. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi perjuangan kita untuk mencapai kemenangan Partai Golkar bagi kesejahteraan rakyat. Amien !

Untuk menutup pidota pengarahan ini, kembali saya ingin bertanya kepada keluarga besar Partai Golkar : Apa kabar Partai Golkar ?

Selamat berkarya bagi kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Lobi Partai Bulan Bintang dan Penyederhanaan Partai

Selasa sore, 28 Juni lalu, saya mendapat kunjungan pengurus Partai Bulan Bintang yang dipimpin oleh ketua umumnya, MS Kaban. Pak Kaban yang juga mantan Menteri Kehutanan ini datang bersama sejumlah pengurus DPP PBB ke kantor saya di Wisma Bakrie I, Kuningan, Jakarta.

Pak Kaban dan rombongan menemui saya selaku Ketua Umum Partai Golkar. Karena itu, saya juga menerima dengan didampingi beberapa petinggi DPP Partai Golkar. Acara pertemuan ini kami buat terbuka. Karenanya, banyak wartawan yang hadir menyaksikan pertemuan dua partai ini.

Selain untuk menjalin tali silaturahmi dan kerjasama, rupanya dalam pertemuan itu PBB juga melobi soal Rancangan Undang-undang Pemilihan Umum yang saat ini masih dibahas di DPR. Pak Kaban menyampaikan bahwa pihaknya pada dasarnya tidak keberatan dengan wacana penyederhanaan parpol. Namun, dia meminta agar proses penyederhanaan itu dilakukan secara alamiah saja, bukan paksaan seperti fusi partai di masa lalu.

Pak Kaban menyampaikan bahwa penyederhanaan partai jika dipaksakan dikhwatirkan akan membuat pemilih tidak dapat menyalurkan aspirasinya. Pak Kaban juga menyoroti soal parliamentary threshold. Dia mengatakan, dengan adanya parliamentary threshold, menyebabkan banyak suara yang hangus. Banyak orang yang terpilih menjadi anggota Dewan, tidak bisa ke Senayan karena partainya tidak lolos parliamentary threshold. Sementara, saat ini kecenderungan di DPR angka batasan parliamentary threshold akan dibuat semakin tinggi.

Untuk itu, Partai Bulan Bintang menawarkan pemikiran “jalan tengah”. Partai Bulan Bintang menyatakan tidak keberatan jika parliamentary threshold diperbesar, bahkan kalau perlu 10 persen sekalipun. Tapi, itu dengan catatan, bagi mereka yang terpilih jadi anggota Dewan, namun partainya tak lolos parliamentary threshold, tetap bisa masuk Senayan. Caranya, bergabung dengan fraksi partai yang lolos parliamentary threshold. Dengan partai mana mereka akan bergabung, itu harus diputuskan sebelum pemilu.

Usulan PBB ini disampaikan kepada saya atau Partai Golkar untuk kami perjuangkan di parlemen. PBB memilih Partai Golkar sebagai penyampai aspirasi mereka, karena mereka saat ini tidak memiliki wakil di parlemen.

Menanggapi hal itu, saya katakan bahwa pada prinsipnya soal pembahasan RUU Pemilu, Partai Golkar menyerahkannya kepada tim yang ada di Fraksi Partai Golkar DPR RI. DPP mempercayakan kepada Fraksi untuk memutuskan rumusan yang terbaik bagi Bangsa.

Meski demikian saya berpesan kepada Fraksi Partai Golkar agar tidak keluar dari koridor bahwa kita harus memperkuat sistem presidensial. Kalau mau memperkuat sistem presidensial, maka presiden harus kuat. Dengan demikian, partai yang ada di parlemen jangan terlalu banyak. Karena itulah muncul wacana memperbesar parliamentary threshold, di mana Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Partai Demokrat setuju angka parliamentary threshold ditetapkan sebesar 5 persen.

Mengapa Partai Golkar cenderung ingin penyederhanaan partai? Ini karena kita sudah bukan lagi dalam masa transisi. Kita membutuhkan pemerintahan yang kuat. Karena itu, presiden perlu kuat dan tidak tersandera kebijakannya oleh manuver-manuver politik. Kita memakai sistem presidensial, bukan parlementer. Kalau tarik-menarik terus di parlemen, kita tidak akan maju membangun bangsa ini.

Di negara-negara maju, penyederhanaan partai sudah terjadi. Lihat saja di Amerika Serikat atau Inggris, dan lain sebagainya. Saya tidak yakin penyederhanaan partai ini membatasi hak orang untuk memilih. Saya tidak yakin jika parpol sedikit, rakyat yang memilih akan sedikit juga. Rakyat pasti akan memilih apa yang ditawarkan pasar politik. Jika cuma ada dua partai politik misalnya, ya rakyat akan memilih dan menyalurkan aspirasi mereka kepada dua partai itu.

Meski demikian, saya menilai usulan Pak Kaban atau PBB bisa menjadi masukan berharga, terutama usulan “jalan tengah” itu. Bahkan, Pak Kaban mengatakan jika perlu di DPR cukup ada tiga fraksi saja: pendukung, oposisi, dan abu-abu. Ini agar sikap yang diambil di DPR bisa cepat diputuskan dan tidak terlalu banyak manuver.

Apapun usulan PBB, saya menerimanya sebagai masukan. Nantinya usulan itu akan dikaji oleh tim Fraksi Partai Golkar yang membahas RUU Pemilu. Kebetulan, sore itu tidak ada anggota tim yang hadir, karena kami tidak tahu bahwa kedatangan PBB adalah untuk membicarakan hal itu.

Terkait RUU Pemilu, Golkar akan berusaha menemukan formula yang terbaik bagi Bangsa. Pemikiran Golkar bukan semata kepentingan jangka pendek, namun untuk terwujudnya sistem politik yang lebih baik ke depan. Saya selalu mengingatkan kader Partai Golkar, bahwa kepentingan bangsa dan negara jauh lebih penting dari kepentingan politik jangka pendek.

Kunjungan Ke Malaysia: Menyelesaikan Permasalahan, Memperkuat Persahabatan

Kamis, 23 Juni kemarin, saya bersama rombongan Dewan Pengurus Pusat Partai Golkar terbang ke Malaysia. Saya pergi ke negeri jiran itu untuk menghadiri pertemuan dengan The United Malays National Organisation (UMNO), partai terbesar dan berkuasa di Malaysia. Pertemuan saya dan rombongan DPP Partai Golkar dengan UMNO ini untuk memperkuat hubungan dan kerjasama yang selama ini sudah terjalindi antara kedua partai.

Tidak hanya dengan UMNO, Partai Golkar juga telah bertemu dengan partai luar negeri lainnya yang selama ini bekerja sama dengan Golkar. Misalnya saja, sebelumnya saya terbang ke Tiongkok untuk bertemu Partai Komunis Tiongkok (PKT). Tulisan mengenai kunjungan saya ke PKT juga sudah saya tulis di blog ini.

Seperti halnya PKT, UMNO ini juga partai pemenang pemilu dan saat ini sedang berkuasa. Maka pertemuan dengan pimpinan partai ini, sekaligus juga pertemuan dengan pemimpin pemerintahan negara itu. Jika saat bertemu dengan PKT, Golkar juga bertemu dengan Wakil Presiden Tiongkok yang juga pimpinan PKT, saat bertemu UMNO, saya juga bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia Dato’ Sri Mohd Najib Bin Tun Haji Abdul Razak yang juga Presiden UMNO.

Kesempatan ini selain kami gunakan untuk membicarakan mengenai hubungan dan kerjasama antara kedua partai, juga kami gunakan untuk membicarakan hubungan kedua negara. Jika dengan Tiongkok kami berbicara mengenai ekonomi dan perdagangan, dengan Malaysia kami berbicara mengenai pasang surut hubungan ke dua negara bertetangga ini.

Seperti diketahui bersama, hubungan Indonesia – Malaysia selama ini sering diliputi ketegangan. Mulai dari zaman Bung Karno sampai saat ini, banyak persoalan yang kerap mempertegang hubungan kedua bangsa serumpun ini. Karena itu, saat bertemu PM Najib, saya dan Beliau membahas berbagai persoalan tersebut. Hasilnya, Partai Golkar dan UMNO sepakat untuk sama-sama mendorong dan membantu pemerintah Indonesia dan Malaysia untuk menyelesaikan masalah kedua negara.

Dalam pertemuan yang berlangsung di Bilik Masyarakat, Bangunan Parlimen Malaysia itu, kami mengakui kedua negara masih menyisakan beragam permasalahan dan sering memicu ketegangan. Masalah serius yang tengah dihadapi kedua negara antara lain soal perbatasan dan masalah tenaga kerja. Mengenai perbatasan, kami masih ingat mengenai sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan, serta mengenai Blok Ambalat. Sedangkan soal tenaga kerja, sering diberitakan mengenai adanya masalah TKI ilegal, penyiksaan terhadap TKI, dan sebagainya.

Kami bukan mengatakan dua masalah itu saja yang dihadapi kedua negara. Masih banyak masalah lainnya, seperti klaim kebudayaan, praktik ilegal seperti illegal logging, illegal fishing, dan masih banyak lagi masalah lainnya.

Untuk itu, Partai Golkar dan UMNO sepakat membentuk joint task force guna mencari penyelesaian masalah antara kedua negara. Kedua partai yakin masalah itu akan terselesaikan dengan baik, karena Malaysia dan Indonesia adalah bangsa serumpun, dan banyak persamaan. Saat pertemuan, PM Najib bahkan bertanya kepada saya: “Mengapa kita ini bangsa serumpun dan sangat dekat, namun banyak permasalahan?” Lalu saya jawab bahwa hal itu biasa: “Dengan istri, kita kan dekat, tapi sering juga saling curiga.” Kami pun tertawa bersama.

Soal masalah tenaga kerja, ini juga penting. Apalagi saat saya ke Malaysia, persoalan TKI tengah menjadi sorotan di tanah air, pasca dihukum matinya seorang TKI di Arab Saudi. Untuk masalah TKI yang di Malaysia, PM Najib berjanji akan memperbaiki masalah di bidang ini. Dia juga berjanji untuk menghukum berat majikan yang melakukan penyiksaan pada TKI. Selain itu Malaysia juga akan memperbaiki sistem ketenaga kerjaannya, khususnya menyangkut tenaga kerja asing, yang dalam hal ini mayoritasnya adalah TKI.

Malamnya, saya menghadiri jamuan makan malam bersama Timbalan Presiden UMNO yang juga Timbalan Perdana Menteri Malaysia Tan Sri Muhyiddin Bin Mohd Yassin. Malam itu kami membicarakan mengenai TKI, karena Beliau adalah pejabat berwenang di Malaysia dalam urusan ketenagakerjaan. Hasilnya, malam itu Beliau memberitahu saya bahwa Pemerintah Malaysia bersedia memberikan pengampunan atau amnesti kepada tenaga kerja asing bermasalah di negaranya yang mayoritas TKI.

Beliau mengatakan, kebijakan ini akan dilaksanakan mulai 11 Juli mendatang. Kebijakan ini juga diberitahukan pertama kali kepada saya malam itu. Saya bahagia mendengarnya, karena dengan kebijakan ini, tidak ada lagi TKI yang dikejar-kejar dan menderita karena dirazia. Nantinya TKI ilegal tidak akan didenda, namun akan diputihkan dan dipekerjakan secara legal. Bagi yang tidak punya tempat kerja akan dipulangkan dan dibiayai pemulangannya. Yang bekerja, tapi tempat bekerjanya tutup, akan dicarikan tempat baru.

Menurut saya, komitmen pemerintah Malaysia ini layak mendapat apresiasi. Bagaimanapun, penyelesaian masalah TKI lebih realistis dibanding menghentikan pengiriman TKI ke Malaysia. Saat ini lapangan kerja di dalam negeri belum mencukupi untuk menampung mereka. Kita harus realistis, menciptakan jutaan lapangan kerja itu tidak mudah. Masalah ini bisa dicari pemecahannya dengan sangat baik dan sama-sama menguntungkan, karena TKI kita butuh pekerjaan di Malaysia, dan Malaysia butuh TKI kita.

Selain itu, dalam pertemuan Golkar dan UMNO, saya juga membicarakan mengenai peran Indonesia – Malaysia dalam percaturan kerjasama di kawasan ASEAN dan Asia. Saya mengajak agar Malaysia bersama Indonesia bisa lebih berperan dalam East Asia Summit di Bali nanti, yang juga akan dihadiri Amerika Serikat dan Rusia. Saya berharap kedua negara bisa lebih berperan di kawasan ini.

Saya juga membicarakan mengenai Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Saya mengajukan wacana mengenai free movement of the people di kawasan ini. Karena saya yakin, jika Masyarakat Ekonomi ASEAN berjalan, free movement of the people di kawasan ini akan dibutuhkan. Hal ini penting dibahas untuk menghadapi tahun 2015 itu. Kita jangan cuma membahas soal trade, growth, capital, saja, tapi penting juga membahas free movement of the people itu. Ini memang masalah sensitif, maka perlu dibicarakan bersama negara-negara anggota ASEAN.

Dalam bagian lain pertemuan pimpinan Partai Golkar dengan UMNO, kami juga membicarakan mengenai teknis kerjasama dan penguatan hubungan kedua partai. Kami bersepakat untuk melakukan pertukaran pemimpin muda dari kader kedua partai. Juga beberapa kerjasama lainnya yang akan diperinci lagi bentuk kongkritnya.

Setelah pertemuan, masing-masing partai sepakat akan menyampaikan hasilnya kepada pemerintah. UMNO tentu lebih mudah, karena kebetulan Presiden UMNO adalah PM Malaysia sendiri. Sementara Partai Golkar hanya partai pendukung pemerintah. Jadi nantinya saya akan sampaikan hal ini kepada Presiden terlebih dahulu. Saya berharap solusi untuk kedua negara ini segera dilaksanakan, agar masalah terselesaikan dan bisa memperkuat persahabatan.

Realtualisasi Nilai-nilai Pancasila dalam Pendidikan

Pidato pada Seminar Pendidikan FPG DPR RI. Jakarta, 22 Juni 2011.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Salam Sejahtera untuk kita semua,

Yang saya hormati Pimpinan DPR-RI,

Yang saya hormati Pimpinan Fraksi Partai GOLKAR DPR-RI,

Peserta Seminar dan hadirin sekalian yang berbahagaia,

Syukur Alhamdulillah, kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa, atas segala karunia dan nikmat-Nya yang diberikan kepada kita sekalian, sehingga pada hari ini kita dapat berkumpul bersama guna menghadiri SEMINAR PENDIDIKAN yang diselenggarakan oleh Fraksi Partai GOLKAR DPR-RI dengan tema “REAKTUALISASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM PENDIDIKAN UNTUK PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA”

Tema yang kita bahas pada seminar ini sangat penting dan mendasar, karena kita hendak membicarakan bagaimana Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah bangsa, kita reaktualisasikan dalam kehidupan masyarakat, khususnya di dunia pendidikan, dalam rangka pembentukan karakter bangsa. Tema ini sangat relevan dengan kondisi kita dewasa ini, dimana di tengah-tengah dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kita merasakan bahwa Pancasila semakin terpinggirkan, Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan dengan dialektika reformasi, Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa, Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan apalagi diterapkan, baik dalam konteks ketata negaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan, sehingga dengan demikian, sangat jauh dari konteks pembentukan karakter bangsa.

Dalam dunia pendidikan, misalnya, Pancasila sudah tidak lagi menjadi mata pelajaran atau mata kuliah wajib peserta didik. Hal ini, tentu saja cukup ironis dan memprihatinkan, karena selain melalui jalur pendidikan, nilai-nilai Pancasila dapat diterapkan secara efektif, juga peserta didik menjadi asing dengan hal-ihwal “apa itu Pancasila”.

Oleh sebab itulah, sejak awal saya telah mengemukakam perlunya suatu kebijakan agar Pancasila dijadikan mata pelajaran atau mata kuliah wajib dalam dunia pendidikan kita. Sehingga, peserta didik tidak lagi asing dengan Pancasila, tetapi juga diberikan kesempatan untuk memahami secara mendalam hakikat dan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Pendidikan Pancasila, tidak saja diharapkan mampu memperkuat nasionalisme peserta didik, tetapi juga memperkokoh moral dan karakter bangsa, serta peserta didik sejak awal telah memahami ideologi negaranya sebagai dasar dan orientasi dalam kehidupannya.

Dalam Diskusi Panel akhir tahun 2010 yang diadakan oleh Bidang Penanganan Kerawanan Sosial DPP Partai GOLKAR, dengan tema : “Menyegarkan Kembali Paham Kebangsaan”, saya telah mengemukakan bahwa kesenjangan yang paling mendasar dihadapi bangsa dewasa ini, adalah “kesenjangan ideologi”. Bahkan lebih jauh, dalam seminar itu juga saya mengedepankan beberapa pertanyaan yang menggelitik terhadap kita, apakah di era globalisasi ini, paham nasionalisme masih ada ? lebih jauh lagi, apakah bangsa Indonesia masih merasa bangga sebagai orang Indonesia ? Apakah masih ada kesadaran dalam diri kita tentang Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara serta falsafah bangsa ? Apakah kita bisa membayangkan bagaimana bangsa ini ke depan, bila generasi mudanya tidak memiliki jati diri bangsa ? Pertanyaan-pertanyaan menggelitik namun mendasar tersebut, harus dijawab dan diatasi, dan karena itu, saya berharap Seminar ini dapat memberikan solusi yang mendasar melalui pendidikan.

Hadirin sekalian yang berbahagia,

Pancasila merupakan warisan utama para Pendiri Bangsa (The Founding Fathers), yang telah berjuang, merintis, sekaligus mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno dan Hatta.

Pancasila merupakan karya agung para Pendiri Bangsa, yang menjadi dasar dan ideologi negara sekaligus falsafah, weltanschauung atau pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila yang terdiri dari lima sila itu, digali dari pengalaman, kearifan tradisi, dan realitas kemajemukan bangsa, yang dirumuskan kembali oleh para Pendiri Bangsa.

Apabila kita buka kembali catatan sejarah kita, proses perumusan dasar negara Indonesia dilakukan melalui proses perdebatan yang dinamis dan panjang dalam persidangan-persidangan Badan Perwakilan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 1 Juni, 22 Juni, 16 Juli, dan terakhir 18 Agustus 1945, dengan ditandai disahkannya Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.

Hadirin sekalian yang berbahagia,

Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara telah mengalami pasang naik dan pasang surut dalam mengarungi zaman yang berbeda-beda dari era awal kemerdekaan hingga era reformasi sekarang ini. Ada kalanya Pancasila menjadi perdebatan politik yang tak kunjung habis di era Demokrasi Liberal atau Demokrasi Parlementer pada tahun 1950-an. Ada kalanya pula Pancasila menjadi sesuatu yang dipandang mistis, sakral, bahkan angker pada masa Orde Baru.

Sementara, di era reformasi sekarang ini, Pancasila seakan hilang dari keseharian kita sebagai sebuah bangsa. Pancasila seolah telah terpinggir dan terlupakan. Kilau nilai-nilai Pancasila seakan redup dihembus angin liberalisasi yang mulai memasuki relung-relung kehidupan masyarakat kita.

Kita melihat dan merasakan bahwa pada era reformasi ini, kita mengalami berbagai fenomena yang memperihatinkan dan mengkhawatirkan. Betapa kita terhenyak dengan mengemukanya kekerasan-kekerasan komunal dan primordial yang mencabik-cabik kebhinekaan serta menggoyahkan sendi-sendi integrasi bangsa. Tentu saja kita sedih dan prihatin, mengapa seolah-olah masyarakat Indonesia menjadi sangat mudah marah dan tidak segan-segan melakukan kekerasan terhadap sesama anak bangsa.

Bulan lalu misalnya, ratusan penumpang kereta api yang terkena razia penertiban di Stasiun Manggarai mengamuk. Selain melempari petugas dengan batu, mereka juga menghancurkan sejumlah fasilitas publik yang ada di stasiun. Sementara, gara-gara salah satu temannya tidak lulus Ujian nasional 2011 lalu, beberapa murid SMAN I Nubatukan, NTT, membanting dan memecahkan kaca jendela kelasnya. Di Kampung Sokori, Kabupaten Jayapura, Papua, terjadi perang antar-kampung karena perebutan wilayah yang menewaskan satu orang. Bahkan, di mana-mana sering terjadi perkelahian antar pelajar dan mahasiswa.

Itu hanya contoh kecil di antara banyak kasus kekerasan lainnya. Belum lagi contoh-contoh lain yang tidak secara langsung berkenaan dengan kekerasan, tetapi terkait erat dengan keteladanan dan perilaku elite dan masyarakat yang rasa-rasanya jauh dari karakter bangsa kita yang ber-Pancasila.

Hadirin sekalian yang berbahagia,

Kita merasakan bahwa nilai-nilai budi pekerti luhur yang menjadi tradisi bangsa semakin meluntur. Nilai-nilai dasar seperti kejujuran, sikap kesatria, toleransi dan tenggang rasa, menghormati perbedaan, sikap rendah hati, dan sebagainya, terasa semakin jarang kita dapatkan. Mungkin ini berlebih-lebihan, namun demikianlah yang saya dan kita semua rasakan.

Dalam dunia politik, kita juga merasakan kecenderungan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Sikap pragmatisme terasa semakin mengemuka, meninggalkan aspek-aspek idealisme. Pragmatisme itu juga telah merambah kehidupan masyarakat kita sehari-hari.

Kita prihatin atas nasib keluarga Ibu Siami yang diprotes dan diusir oleh para tetangganya karena melaporkan adanya tekanan guru kepada anaknya di SD Gadel Surabaya untuk memberikan contekan pada teman-temannya. Kasus tersebut meninggalkan pesan yang jelas kepada kita betapa nilai-nilai kejujuran, bukan saja semakin langka, tetapi seolah-olah tidak lagi dipedulikan, bahkan dikehendaki oleh masyarakat. Kasus Ibu Siami menjadi perhatian kita semua, karena manakala penyelenggaraan pendidikan kita lebih berorientasi pada hasil, dan tidak menghargai proses, maka jangan harap nilai-nilai etika dan moral serta kejujuran mengemuka.

Hadirin sekalian yang berbahagia,

Penyelenggaraan dunia pendidikan kita memang masih diwarnai oleh keterbatasan-keterbatasan. Tetapi, kita semua sepakat bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang mendasar bagi kemajuan bangsa, karena dengan penyelenggaraan pendidikan yang baik dan maju, maka akan menghasilkan sumberdaya manusia terdidik yang dapat diandalkan.

Perhatian kita akan pentingnya pendidikan, antara lain ditandai oleh implementasi anggaran duapuluh persen dari APBN kita. Kita berharap dengan adanya anggaran sebesar itu, dunia pendidikan kita dapat berjalan dengan lebih baik. Walaupun penyelenggaraan pendidikan tidak semata-mata bertumpu pada besarnya anggaran, setidaknya dengan memanfaatkan seoptimal mungkin dan setepat mungkin anggaran pendidikan kita tersebut, kita punya kesempatan untuk memperbaiki kualitas pendidikan kita.

Tentu saja pemanfaatan anggaran pendidikan kita, harus disertai oleh perencanaan pendidikan yang baik, disertai dengan pengutamaan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Di atas semua itu, kita membutuhkan sumberdaya yang tidak saja memadai, tetapi juga memiliki dedikasi, integritas, dan mentalitas yang terpuji. Sebab, tenaga pendidik, sesungguhnya memiliki tugas ganda, yakni tidak saja mentransformasikan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada peserta didik, tetapi juga etika, moralitas, dan mentalitas yang baik.

Dengan kata lain, mereka yang bergerak di dunia pendidikan turut mengemban misi mulia dalam pembangunan karakter peserta didik. Dalam konteks inilah, seminar pendidikan ini menemukan relevansinya, bahwa dunia pendidikan mengemban misi membangun karakter bangsa.

Hadirin sekalian yang berbahagia,

Sekarang, marilah kita bicara tentang Pancasila, kaitannya dengan konteks pembentukan dan pembangunan karakter bangsa.

Selain dihadapkan pada realitas internal kita sebagai bangsa, pada saat ini kita juga dihadapkan pada tantangan eksternal dalam bentuk arus liberalisasi dan globalisasi. Berkat kemajuan teknologi informasi dan transportasi, dunia kini menjadi sebuah Global Village dimana terjadi interaksi yang luar biasa antar-warga dunia.

Meski awalnya digerakkan oleh interaksi ekonomi, namun interaksi masyarakat dalam proses globalisasi dunia juga terjadi di berbagai bidang, baik ideologi, politik, sosial-budaya, dan sebagainya. Dalam hal ini, kita mencatat, bahwa selain terjadi pertukaran barang dan jasa antar-Negara, terjadi pula pertukaran nilai antar-bangsa yang berlangsung secara massif dan eskalatif.

Di antara berbagai nilai tersebut, terdapat nilai-nilai global yang positif, seperti nilai-nilai demokrasi dan penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia. Namun, di sisi lain juga mengemuka nilai-nilai yang cenderung negatif, seperti individualisme, liberalisme, konsumerisme, pragmatisme, dan ekses-ekses globalisasi lainnya. Nilai-nilai negatif itu secara sadar atau tidak, sangat berpengaruh terhadap melemahnya karakter dan kepribadian bangsa.

Hadirin sekalian yang berbahagia,

Di tengah-tengah situasi dan realitas objektif demikian, kita perlu menengok kembali Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa, selain sebagai dasar dan ideologi negara.

Sebagai bangsa, kita harus memiliki karakter yang kuat. Dan, sesungguhnya kita sudah memiliki Pancasila. Oleh karenanya, permasalahan yang kita hadapi sekarang adalah, bagaimana mengaktualisasikan dan membumikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dalam kerangka itu, kita harus meletakkan Pancasila sebagai falsafah bangsa yang membumi, dan bukan lagi sebagai sesuatu yang bersifat mistik, yang dimitoskan dan disakralkan sedemikian rupa. Pancasila harus di-demistifikasi dan di-desakralisasi, agar dapat dipelajari dan ditelaah sedemikian rupa dengan mengedepankan nalar dan penyikapan yang rasional, karena justru dengan demikian akan tumbuh kesadaran akan pentingnya internalisasi nilai-nilai Pancasila.

Orientasi kesadaran itulah yang membedakan dengan orientasi indoktrinasi, seperti yang menjadi arus utama pendidikan Pancasila di masa lalu. Pendekatan yang bersifat indoktrinatif, terbukti tidak saja tidak efektif, tetapi juga kontraproduktif.

Pendekatan indoktrinatif mematikan daya kritis dan objektivitas. Pendekatan indoktrinatif juga justru membuat Pancasila terstigmatisasi sedemikian rupa sebagai alat dan pembenaran politik penguasa untuk melanggengkan kekuasaan dan memaksakan kehendaknya kepada rakyat, sehingga justru menuai antipati dan perlawanan.

Hadirin sekalian yang berbahagia,

Sebagaimana saya tegaskan di muka, bahwa saya menyambut baik kebijakan pemerintah untuk memasukkan Pendidikan Pancasila dalam mata pelajaran dan mata kuliah wajib peserta didik. Dengan demikian, Pendidikan Pancasila akan kembali menjadi arus utama yang diajarkan secara formal di dunia pendidikan kita, dan tidak lagi sekedar disinggung sekedarnya dalam Mata Pelajaran PPKN (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) dan/atau PKN (Pendidikan Kewarganegaraan).

Dalam konteks ini, terkait dengan yang saya kemukakan di muka, bahwa jangan sampai pendekatan dalam mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila sebagai pembentuk karakter bangsa itu dilakukan dengan metode yang indoktrinatif, melainkan pendekatan yang mengedepankan daya kritis peserta didik dan orientasi kesadaran dalam melakukan internalisasi nilai-nilai Pancasila.

Dengan dimasukkannya kembali Pendidikan Pancasila dalam dunia pendidikan formal kita, maka marilah hal tersebut kita jadikan momentum untuk mereaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Reaktualisasi antara lain memiliki makna bahwa nilai-nilai Pancasila bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dinamis dan adaptif sesuai dengan tantangan zamannya. Reaktualisasi dimaksdukan agar nilai-nilai Pancasila senantiasa aktual sampai kapan pun dan menjadi pegangan serta pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Hadirin yang berbahagia,

Sebagai partai politik yang sejak awal berideologi Pancasila, dan bahkan Partai yang lahir sebagai respons terhadap adanya perdebatan ideologis yang arahnya ingin mengganti Pancasila sebagai dasar negara, Partai GOLKAR senantiasa berada pada garda terdepan, menjadi pelopor proses internalisasi nilai-nilai Pancasila di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dalam konteks ini, pendidikan formal merupakan salah satu jalur yang efektif, mengingat nilai-nilai Pancasila itu secara sistematis ditanamkan melalui proses pendidikan, sejak anak usia dini sampai pendidikan tinggi. Selain itu, penanaman nilai-nilai Pancasila juga dapat dilakukan melalui jalur pendidikan informal dan/atau non-formal, seperti Gerakan Pramuka, Karang Taruna, serta berbagai unit aktivitas minat, bakat, dan olahraga.

Sekali lagi, saya perlu menekankan, bahwa metode Pendidikan Pancasila harus lebih kreatif, dialogis, tidak mematikan daya kritis, serta tidak indoktrinatif. Selain pengajaran nilai-nilai Pancasila terhadap peserta didik, yang juga tidak kalah pentingnya adalah peningkatan mutu pendidik, agar mereka juga mampu menanamkan karakter kepada peserta didik, dan tidak semata-mata sekedar “transfer of know how”. Dalam konteks ini, aspek integritas dan keteladanan menjadi hal yang utama.

Di sinilah pentingnya kita mengkaji ulang Sistem Pendidikan Nasional kita agar selaras dengan upaya kita dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada peserta didik. Dalam kaitan inilah, saya memerintahkan kepada Fraksi Partai Golkar DPR-RI untuk mengevaluasi ulang kebijakan pendidikan nasional kita dewasa ini. Bahkan, kalau diperlukan dapat diusulkan agar dilakukan revisi terhadap UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Hadirin yang berbahagia,

Terkait dengan tema penting seminar ini, tak lupa saya ingin mengajak kepada segenap kader Partai GOLKAR untuk senantiasa menerapkan dan menjalankan nilai-nilai Pancasila di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ikrar Partai GOLKAR salah satunya menekankan : “Warga Partai GOLKAR Pembela setia Pancasila”. Juga dalam Hymne Partai GOLKAR disebut: Golongan Karya Kita, Pembela Setia Pancasila. Karena itu, kita harus menjadi teladan bagi yang lain. Dengan mengedepankan aspek keteladanan dalam mereaktualisasikan nilai-nilai Pancasila tersebut, maka Insyaallah, kita akan semakin percaya diri dan semakin produktif dalam mengejar berbagai ketertinggalan, dan menggapai kemajuan yang signifikan dalam mewujudkan cita-cita bangsa.

Akhirnya, sekali lagi, saya menyambut baik penyelenggaraan seminar ini, mudah-mudahan dari forum yang mulia ini muncul ide dan gagasan yang cerdas dan mencerahkan. Kegiatan semacam ini sudah menjadi komitmen kita bersama, dalam mewujudkan Partai GOLKAR sebagai “the party of ideas”. Selamat berdiskusi, dan semoga Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa senantiasa memberikan jalan dan kekuatan kepada kita semua yang terbaik bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Menjenguk Dora, Meringankan Beban Hidupnya

Pekan lalu, saya dikejutkan oleh pemberitaan mengenai Dora Indriyanti Tri Murni (25), gadis yang menderita kelainan “keringat darah”–dari pori-pori kepala terus keluar darah. Saat kondisinya menurun,darah bahkan mengucur dari telinga, mulut, dan hidungnya. Saya mengikuti perkembangan Dora dari pemberitaan dan mengetahui bahwa penyakit ini langka.

Dora mengaku, dua tahun terakhir mengalami pendarahan saat kelelahan dan terlalu banyak berpikir. Karena penyakitnya cukup serius dan butuh penanganan khusus, Dora yang semula dirawat di Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Dia tiba di Bandara Soekarno Hatta, pada hari Rabu, 8 Juni 2011.

Tim dokter yang merawat Dora telah melakukan diagnosa awal terhadap penyakitnya. Hasilnya, disimpulkan terjadi kelainan pada fungsi pembekuan darah. Penyakit yang baru ditemui ini juga bisa disebabkan pengaruh dari kandungan dan penyakit lupus. Tetapi, untuk memastikan hal tersebut, tim dokter harus melakukan pemeriksaan mendalam. Bahkan, dr. Shupri Effendy mengatakan kasus ini penuh kejanggalan, dan penyakit yang diderita oleh Dora saat ini menjadi headline di dunia kesehatan.

Melihat kondisi Dora itu, saya memutuskan untuk menjenguknya dan memberikan bantuan yang diperlukan. Sabtu pagi kemarin, 11 Juni 2011, saya datang ke RSCM untuk menjenguk Dora. Saya datang bersama anak saya Anindya Bakrie, Ardi Bakrie, dan menantu saya, Nia Ramadhani.

Setiba di Gedung A RSCM, saya langsung menuju tempat di mana Dora dirawat. Saat saya berkunjung, kondisinya terlihat baik. Mukanya terlihat segar dan darah di kepalanya juga tidak terlihat mengalir. Dora juga terlihat lebih ceria dan tersenyum. Dokter jaga yang menemani Dora di ruangan itu mengatakan secara pasti penyakit yang diderita Dora masih belum diketahui dan masih diselidiki.

Pihak Dompet Duafa yang mendampingi Dora juga mengatakan kepada saya bahwa setiap kali dia banyak pikiran atau stress, maka darah akan kembali keluar. Dora kerap stres saat memikirkan kondisi keluarganya. Dia selama ini bekerja keras menjadi tulang punggung keluarga. Saya juga membaca berita bahwa Dora mengaku pola hidupnya selama enam tahun belakangan berbeda dengan orang biasa. Dia hanya tidur dua jam dalam sehari. Ini karena selain kuliah di Universitas Bung Hatta, dia juga harus mencari nafkah untuk membiayai kuliahnya dan hidup dua adiknya. Dora selama ini membanting tulang dengan menjadi tukang ojek, satpam, sampai petugas cleaning service.

Melihat kondisi dan kisah hidup Dora itu, saya kemudian menyimpulkan ada dua hal yang harus ditangani terkait Dora ini. Pertama adalah masalah medis, dan kedua adalah masalah ekonomi. Masalah medis bisa ditangani kalau dia bisa tenang. Sementara Dora baru bisa tenang kalau dia merasa keluarganya tenang atau bebannya menjadi tulang punggung keluarga diringankan.

Karena itu, saya memutuskan untuk membantu Dora melalui Bakrie Untuk Negeri. Saya menunjuk Bakrie Untuk Negeri yang dipimpin anak saya Anindya Bakrie untuk membantu Dora dan keluarganya. Nantinya Bakrie Untuk Negeri akan bekerjasama dengan Dompet Duafa dan RSCM untuk menangani masalah ini.Kebetulan, selama ini Bakrie Untuk Negeri dan Dompet Duafa juga sudah sering bekerja sama dalam misi-misi kemanusiaan.

Untuk pengobatan, sebenarnya Dora sudah dijamin pemerintah. Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih yang juga telah menjenguk Dora, mengatakan biaya perawatan akan ditanggung negara melalui Jamkesmas. Jika masih ada kekurangan, Bakrie Untuk Negeri juga akan menanggungnya. Untuk pemberdayaan ekonomi keluarganya, tim Bakrie Untuk Negeri akan mencarikan jalan agar Dora tenang, cepat sembuh, dan kehidupannya ke depan menjadi lebih baik.

Ketika pamit untuk pulang, saya mengatakan kepada Dora agar tidak perlu risau dan takut, insya Allah kami akan membantunya. Dia terlihat bahagia dan mengucapkan terimakasih. Sekembalinya dari RSCM, saya terus berdoa agar tim dokter segera mengetahui secara pasti apa penyakit Dora dan cepat mengobatinya. Agar nantinya jika ada “Dora-Dora” lainnya, bisa ditangani dengan cepat.

Perbedaan Bukan Halangan untuk Bekerja Sama

Minggu ini saya mendapat kunjungan dua partai dari luar negeri. Kunjungan yang pertama dari Partai Komunis Tiongkok (PKT) ke Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar di Jalan Anggrek Nelly Murni, Slipi, Jakarta, pada Senin, 6 Juni 2011. Menyusul kunjungan delegasi Partai Demokratik Liberal (LDP) Jepang pada Rabu, 8 Juni 2011.

Rombongan PKT dipimpin oleh Li Yuanchao yang merupakan anggota Biro Politik Komite Sentral PKT. Biro Politik adalah lembaga tertinggi di kepengurusan pusat (Komite Sentral) PKT. Dalam kesempatan itu, Li Yuanchao dan rombongan yang berjumlah 18 orang, didampingi Duta Besar Republik Rakyat Tiongkok untuk Indonesia, Zhang Qiyue. Sedangkan rombongan LDP dipimpin Taku Yamasaki, mantan Sekretaris Jenderal LDP. Ia membawa serta dua anggota LDP, tiga staf perusahaan listrik, Kyudenko, dan seorang peneliti.

Kunjungan PKT boleh dibilang merupakan kunjungan balasan. Sebab, pada 18 April 2011, saya berkunjung ke Tiongkok atas undangan mereka dan bertemu dengan para petinggi PKT termasuk bertemu Wakil Presiden Xi Jinpin. Tulisan kunjungan tersebut bisa dibaca di sini (ditautkan dengan tulisan soal PKT). Kunjungan balasan itu dimaksudkan untuk mempererat hubungan Partai Golkar dengan PKT dan menindaklanjuti program-program yang ada.

Sepintas jika diperhatikan, tiga partai ini (Golkar, PKT, dan LDP), memiliki perbedaan yang cukup tajam. Dari sisi ideologi jelas berbeda. Misalnya Golkar yang Pancasila dengan PKT yang komunis, atau Golkar yang merupakan pendukung pemerintah dengan LDP yang merupakan partai oposisi. Ini kemudian yang sering menjadi tanda tanya, juga dijadikan bahan kampanye negatif yang ditujukan ke Partai Golkar.

Karena itu perlu saya tegaskan bahwa jalinan hubungan antara Partai Golkar dengan PKT maupun LDP sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan ideologi. Dalam pertemuan itu, kami justru banyak membahas seputar upaya kerja sama kedua pihak untuk menjalankan pembangunan di masing-masing negara.

Dengan Tiongkok misalnya, seperti yang sudah saya tulis, harus diakui pembangunan di sana mengalami kemajuan luar biasa. Negeri Tirai Bambu itu menjelma menjadi raksasa ekonomi dunia. Maka, amat disayangkan apabila hubungan baik kedua partai tidak dimanfaatkan untuk memaksimalkan pembangunan demi kesejahteraan rakyat.

Kami pun, dalam pertemuan itu, dan pertemuan sebelumnya, telah merancang sejumlah rencana kerja sama. Hasil-hasil pembicaraan, saya bagi menjadi dua bagian: kerja sama di bidang pembangunan kedua negara dan hubungan internasional kedua partai. Misalnya

Memenangkan 2014, Mewujudkan Golkar sebagai Partai Utama

Amanat saat Musyawarah Pimpinan Nasional Pimpinan Pusat Kolektif Kosgoro 1957 di Makassar, 6 Juni 2011

Puji syukur ke hadirat Allah atas segala karunia dan nikmat-Nya, sehingga kita dapat berkumpul bersama, menghadiri Musyawarah Pimpinan Nasional Kosgoro 1957 yang diadakan di kota Angin Mamiri ini.

Kita semua perlu menjadikan Muspimnas Kosgoro 1957 ini sebagai momentum yang tepat untuk bersilaturahmi antara seluruh ormas yang berkiprah dalam Keluarga Besar Partai Golkar. Momentum silaturahmi hanya bisa fungsional bila mampu menggalang kesatuan dan persatuan, mampu mengefektifkan gerakan konsolidasi dalam kerangka penguatan soliditas kita sebagai warga Partai Golkar, sehingga menjadi sebuah kekuatan yang produktif bagi kebesaran Partai Golkar dan kemajuan Bangsa.

Di samping itu, Muspimnas ini juga sekaligus dijadikan sebagai momentum untuk merespons dan membahas berbagai masalah aktual bangsa yang berkembang, sehingga kita dapat menemukan dan memberikan alternatif solusi yang terbaik dan tepat bagi kemajuan bangsa. Saya percaya bahwa Muspimnas Kosgoro 1957 ini akan mampu merumuskan pemikiran-pemikiran konseptual untuk dapat dilaksanakan, baik untuk kepentingan internal organisasi, maupun untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

Saya ingin mengajak kita semua untuk melakukan refleksi historis atas eksistensi, kiprah, dan relevansi organisasi Kosgoro 1957 hingga saat ini. Sekitar 54 tahun lalu, Mas Isman dengan cerdas, genuine, dan visioner dalam menatap jauh ke depan, tergerak mendirikan organisasi yang kita cintai bersama ini. Kosgoro didirikan atas dasar nilai filosofis yang sangat tinggi dan hakiki, sehingga kehadirannya senantiasa dirasakan manfaat dan urgensinya di tengah-tengah perubahan sosial-masyarakat dewasa ini. Nilai filosofis yang menjadi dasar pembentukan organisasi Kosgoro 1957 sangat relevan dengan arah dan orientasi kehidupan masyarakat modern. Nilai filofofis itu tercermin pada Doktrin Tri Dharma Kosgoro 1957, yakni pengabdian, kerakyatan, dan solidaritas.

Dengan doktrin Tri Dharma tersebut, Mas Isman meletakkan dasar perjuangan Kosgoro 1957. Prinsip-prinsip tersebut tidak akan lapuk ditelan zaman, bahkan sebaliknya, memberi nilai yang senantiasa menjadi dasar bagi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dengan semangat yang dilandasi doktrin Tri Dharma tersebut, nilai-nilai ideologi Pancasila, senantiasa berkibar di Kosgoro, justru ketika ditengarai nilai-nilai ideologi Pancasila tersebut sedangg mengalami kemerosotan atau melemah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal tersebut menunjukkan, bahwa sejak berdirinya Kosgoro senantiasa konsisten dalam menjaga, mengamalkan, dan mengamankan ideologi Pancasila, serta berkontribusi nyata dan aktif dalam menjaga eksistensi dan membangun bangsa.

Dalam perspektif ini, sejatinya Kosgoro 1957 senantiasa menjadi garda terdepan bagi perjuangan Partai Golkar untuk mengamalkan Pancasila, sekaligus melawan bila mana ada pihak yang ingin merongrong Pancasila. Hal ini penting saya ungkapkan sebagai bagian dari refleksi kita, bahwa Golkar didirikan dengan salah satu pendidirnya adalah Kosgoro, sebagai respons terhadap adanya dinamika politik yang diwarnai oleh perdebatan ideologis untuk mengganti Pancasila sebagai Dasar – ideologi negara dan falsafah bangsa Indonesia. Itu sebabnya, Partai Golkar senantiasa konsisten menjadikan Pancasila sebagai ideologi perjuangan partai, sama dengan ideologi negara Indonesia, Pancasila.

Hal tersebut saya kemukakan, karena saya tahu bahwa dalam sejarah perjalanan sosial-politik, sebagai salah satu pendiri Golkar, Kosgoro 1957 tidak pernah lepas dari Golkar dan memang tetap selalu bersama Partai Golkar di era reformasi, pada saat banyak ormas lain mencari bentuknya sendiri. Hal ini menunjukkan, bahwa di satu sisi, Kosgoro 1957 merupakan sebuah organisasi yang memiliki komitmen yang kuat, dan konsisten dalam prinsip perjuangan, dan di sisi lain menunjukkan bahwa, betapa Partai Golkar dan Kosgoro 1957 ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan, terutama karena adanya ikatan historis, ikatan ideologi perjuangan, dan visi yang sama tentang Indonesia masa depan, membangun kemandirian bangsa menuju negara kesejahteraan (welfare state).

Karenanya, ke depan saya tetap dan sangat berharap agar Keluarga Besar Kosgoro 1957 dapat lebih memainkan peran sentralnya sebagai agen perubahan sosial, terutama dalam memberikan akses pada masyarakat luas dalam pemberdayaan ekonomi yang memang menjadi ciri karakter Kosgoro sejak berdirinya, seraya melakukan kaderisasi yang lebih luas, karena di sanalah sesungguhnya semangat doktrin Kosgoro 1957 dapat diwujudkan.

Saya mencermati, Kosgoro 1957 telah berhasil dan mampu memainkan peran gandanya secara tepat . Di satu sisi, Kosgoro 1957 berdiri tegak sebagai sebuah ormas yang konsisten pada ciri karakternya, dan di sisi lain Kosgoro 1957 berdiri sebagai organisasi yang mendirikan dan menyalurkan aspirasinya kepada Partai Golkar. Inilah yang membuat Partai Golkar selalu yakin, percaya, dan sekaligus bangga, untuk senantiasa bersama Kosgoro 1957 dalam berjuang membangun bangsa dan negara.

Mencermati dinamika dan berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa dewasa ini, di suatu sisi, membuat kita sangat prihatin, namun di sisi lain tentu kita semakin tertantang untuk mencarikan solusi konprehensif bagi kemajuan bangsa. Kompleksitas permasalahan bangsa dapat kita lihat, antara lain, dalam bidang ideologi, politik, hukum dan ekonomi.

Di bidang ideologi, kita masih melihat adanya gejala kemerosotan atas implementasi nilai-nilai ideologi Pancasila dalam peraktek kehidupan kebangsaan. Hal tersebut, antara lain, ditandai menguatnya ancaman disharmoni sosial, mengedepannya sentimen primordial, pengingkaran atas realitas pluralisme bangsa yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, dan bahkan masih adanya gerakan-gerakan yang ingin merongrong Pancasila. Dalam kerangka itu, seringkali saya sampaikan bahwa kesenjangan yang paling mendasar dihadapi bangsa dewasa ini, adalah kesenjangan ideologi dan visi tentang Indonesia masa depan.

Di bidang politik, di samping masih adanya “masalah konstitusi” yang ditandai adanya kerancuan dalam praktik ketatanegaraan di mana di satu sisi konstitusi mengisyaratkan sistem pemerintahan presidensial, tetapi di sisi lain juga membuka ruang sistem politik multipartai, juga adanya disharmoni antarlembaga negara yang berpotensi memunculkan konflik kelembagaan, checks and balances sering kali lebih ditempatkan dalam menyelamatkan kepentingan parsial dari pada memperkuat fungsi negara, sistem pemilu yang belum menjamin wakil-wakil rakyat yang berkualitas, sistem pemilu belum mencerminkan format yang ideal, dan bahkan kita masih sangat jauh dari kehidupan demokrasi yang berkualitas sebagai implementasi demokrasi substansial, komunikasi politik kita masih diwarnai intrik, bukan perdebatan konseptual, dan sebagainya.

Di bidang Hukum, kita masih melihat bahwa pelaksanaan proses penegakan hukum yang terjadi selama ini, di samping belum memberikan kepastian hukum, juga belum mencerminkan rasa keadilan masyarakat, masih adanya politisasi hukum, terkesan masih ‘tebang pilih’, mafia hukum dan permasalahan internal lembaga penegak hukum yang membuat turunnya kepercayaan masyarakat, dan sebagainya.

Di bidang pembangunan ekonomi, kita masih melihat bahwa pembangunan yang dilaksanakan belum merata, dan bahkan belum menyentuh sebagian besar lapisan masyarakat perdesaan, belum banyaknya pelaku ekonomi nasional dan daerah terlibat dalam mendorong proses pertumbuhan ekonomi masyarakat, sehingga masih terasa adanya ketimpangan dan kesenjangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat, yang tentu saja hal ini sewaktu-waktu dapat memicu adanya konflik sosial dalam masyarakat. Kita masih jauh dari cita-cita negara kesejahteraan. Rakyat Indonesia masih banyak yang belum sejahtera kehidupannya. Masih banyak rakyat yang belum terjamin kebutuhan-kebutuhan pokoknya, belum memperoleh akses pendidikan dan kesehatan yang layak, dan sebagainya.

Berkaitan dengan permasalahan-permasalahan itu, Partai Golkar dengan motto Suara Golkar Suara Rakyat, senantiasa memberikan perhatian secara mendalam, antara lain, dengan mengembangkan program Membangun Indonesia dari Desa, memperjuangkan dana aspirasi bagi pembangunan desa/daerah, memelopori upaya memberdayakan usaha mikro, kecil dan menengah sebagaimana yang selalu saya sosialisasikan dengan motto Bangkit Bersama Pengusaha Kecil dari Sabang sampai Merauke.

Selain permasalahan ekonomi, berbagai permasalahan lainnya juga perlu memperoleh perhatian kita bersama. Terhadap berbagai permasalahan bangsa tersebut, kita mencatat bahwa kapasitas institusi dan kelembagaan negara, belum sepenuhnya mampu menjawab itu semua, dan kondisinya makin krusial karena konstruksi dan modal sosial masyarakat kita turut melemah. Semua ditengarai, antara lain, terutama karena melemahnya nasionalisme dan implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Berkaitan dengan fenomena tersebut, dalam kesempatan ini perkenankan saya mengajak kembali kepada Keluarga Besar Kosgoro 1957 khususnya, dan masyarakat luas untuk mereaktualisasi ideologi Pancasila dalam setiap program kerja dan kehidupan keseharian kita. Pancasila adalah dasar dan ideologi negara, serta falsafah bangsa yang kita yakini bersama mampu menyatukan dan mengokohkan kita dalam kebersamaan sebagai suatu bangsa yang majemuk/plural dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Terus terang, akhir-akhir ini Partai Golkar juga cukup prihatin atas dinamika kehidupan kebangsaan kita, yang antara lain diwarnai mengemukanya sikap-sikap saling curiga satu sama lain dalam kehidupan sosial dan politik, yang menimbulkan suasana gaduh dan tidak sehat. Kita khawatir, apabila yang mengemuka adalah intrik-intrik politik, cara-cara berpolitik yang tidak sehat, serta politicking yang mengemuka dalam dinamika kehidupan politik kita, maka bukan tidak mungkin kualitas politik kita akan jatuh merosot pada titik nadir atau titik terendah, yang menempatkan bangsa hidup dalam proses marginalisasi.

Bagi Partai Golkar, situasi seperti itu tidak boleh dibiarkan, karena di samping memperkeruh suasana, juga akan menimbulkan instabilitas politik yang sangat fatal, mengingat kerja-kerja politik kita tidak akan efektif bagi kemaslahatan masyarakat, bangsa, dan negara. Kita harus membangun iklim politik kita secara sehat dan kondusif bagi kehidupan dan praktik demokrasi yang fair dan lebih bermartabat. Maka, seharusnya kita menjaga kepercayaan rakyat kepada partai-partai politik, sebagai sarana memperjuangkan aspirasi dan kepentingan mendasar mereka. Tidak boleh membiarkan kepercayaan rakyat kepada partai-partai politik merosot tajam, karena hal seperti itu, tidak hanya membuat partai-partai kehilangan kepercayaan, tetapi juga akan memengaruhi kemerosotan kualitas demokrasi bangsa kita.

Dalam konteks ini, sebagai partai politik, Partai Golkar senantiasa konsisten untuk menjalankan fungsi-fungsinya secara optimal di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara –sehingga Partai Golkar tidak akan kehilangan jatidirinya sebagai partai politik yang mengedepankan motto Suara Golkar Suara Rakyat, The Party of Ideas, Lokomotif Pembangunan Bangsa dengan ciri dan karakter kekaryaan, serta senantiasa pada garda terdepan menjadi pejuang dan pelaksana untuk mewujudkan cita-cita proklamasi 1945, pembela serta pengamal Pancasila.

Melalui Muspimnas ini, selain konsolidasi dan reaktualisasi kebijakan dan program Kosgoro 1957, saya juga berharap agar Catur Sukses Partai Golkar terus-menerus didengungkan, agar tetap segar dalam ingatan kader, bahwa fungsi keormasan Kosgoro 1957 tidak dapat terlepas dari tugas politik sebagai organisasi yang ikut membidani kelahiran Golkar.

Kita semua harus tetap berpegang pada komitmen mewujudkan tercapainya empat amanat Munas VIII Partai Golkar, yang lebih populer dikenal sebagai Catur Sukses Partai Golkar, yaitu sukses konsolidasi dan pengembangan partai; sukses kaderisasi dan regenerasi; sukses pembangunan demokrasi dan pembangunan berkelanjutan; serta sukses pilkada 2010-2014, Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014. Kita harus terus melangkah dalam suasana yang penuh dengan kebersamaan, memantapkan peran dalam mewujudkan tujuan Partai Golkar yang identik dan sejalan dengan tujuan negara.

Langkah-langkah strategis berupa kebijakan dan implementasi program kerja, harus terus disinergikan untuk mewujudkan Catur Sukses tersebut. Namun, saya juga perlu menggarisbawahi, bahwa muara dari itu semua berpuncak pada kemenangan Partai Golkar pada berbagai pilkada, pemilu legislatif dan pilpres 2014, mengingat hal tersebut merupakan terminal perjuangaan yang dituju Partai Golkar bersama ormas-ormas pendukung dan keluarga besarnya, untuk dapat secara langsung mengendalikan kehidupan kenegaraan yang lebih konkret, untuk membangun kemandirian bangsa menuju negara kesejahteraan.

Karenanya, persiapan sedini mungkin oleh segenap Keluarga Besar Partai Golkar, harus terus diaktualisasikan dalam kinerja yang lebih konkret di tengah-tengah perilaku dan kecenderungan pilihan politik masyarakat yang cenderung sangat dinamis. Upaya ke arah itu tidak mungkin terlepas dari pembinaan, penggalangan dan pemberdayaan masyarakat yang lebih terarah dan terpadu, mengefektifkan peran dan fungsi lembaga pemenangan pemilu melalui peran optimal kader, peningkatan citra, dan popularitas serta akseptabilitas Partai Golkar oleh semua kader. Hal ini sesuai dengan strategi Partai Golkar yang mengedepankan pendekatan kampanye secara permanen melalui karya kekaryaan.

Pada kesempatan ini pula, selaku Ketua Umum DPP Partai Golkar, saya ingin menyampaikan bahwa Pimpinan Partai Golkar merasa sangat beruntung memiliki ormas-ormas pendukung yang progresif dalam mencetak kader-kader potensial, militan, dan senantiasa dapat diandalkan. Peran dan kontribusi Kosgoro 1957, dalam konteks ini, tidak dapat diragukan lagi. Karenanya, sekali lagi saya perlu menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Kosgoro 1957, untuk bersama Partai Golkar melakukan kerja-kerja dan karya nyata yang terbaik bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Karena, rakyat butuh karya nyata melalui kenyataan, bukan janji melalui pernyataan.

Sampai saat ini, Kosgoro 1957 masih efektif memainkan diri sebagai ormas yang produktif di tengah-tengah kegalauan akan nasib bangsa ini, yang masih menghadapi berbagai tantangan pembangunan yang nyata: kemiskinan, pengangguran, dan ketidakadilan masih mudah kita jumpai di mana-mana. Itulah yang membuat kita semua bangga dengan eksistensi dan kiprah Kosgoro 1957, yang tetap andal dalam memainkan peran-peran strategis sebagai ormas yang mendirikan dan konsisten mendukung serta membesarkan Partai Golkar.

Sebagai bagian akhir dari amanat ini, saya ingin mengingatkan bahwa semangat dan sekaligus amanat Munas VIII Partai Golkar adalah bangkit dan merebut kemenangan dalam seluruh pertarungan politik, yang berpuncak pada kemenangan Pemilu Legislatif dan Pilpres 2014. Dengan demikian, Partai Golkar mampu tampil sebagai partai utama dalam kehidupan politik di Indonesia. Dalam konteks inilah, peran Kosgoro 1957 dan segenap Keluarga Besar Partai Golkar lainnya, sangat besar untuk mencapai kemenangan partai Golkar pada Pemilu Legislatif dan Pilpres 2014 tersebut.