Menangguk Untung dengan Budidaya Lobster

Akhir pekan lalu, Sabtu, 9 April 2011, saya pergi ke Desa Cogrek, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kali ini acaranya lebih santai yaitu menghadiri acara panen udang lobster. Panen lobster ini menarik bagi saya, sebab biasanya ketemu lobster di piring atau di restoran, namun kali ini saya melihat langsung di tempat pembudidayaannya.

Lobster yang saya penen itu hasil budidaya Kelompok Tani Mina Karya. Kelompok tani ini berjumlah sekitar 20 orang yang sukses membudidayakan lobster. Kelompok Tani Mina Karya selama ini dibina oleh Himpunan Pengusaha Kosgoro 1957, sebuah organisasi di bawah Partai Golkar.

Acara panen tersebut cukup meriah. Saya datang bersama tokoh Partai Golkar lainnya seperti Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, Ketua Himpunan Pengusaha Kosgoro 1957 Emil Abeng, Anggota Fraksi Partai Golkar, Airlangga Hartarto, dan beberapa pengurus Golkar lainnya.

Saya dan undangan lainnya ikut langsung memanen lobster di area tambak seluas 600 meter persegi.Panen perdana ini menghasilkan sekitar 6.000 lobster. Lobster-lobster ini telah dibudidayakan sejak Oktober 2010 silam. Setelah memanen, saya juga ikut menebar 4.800 benih udang lobster air tawar di tempat yang sama.

Senang sekali rasanya bisa turut memanen sekaligus menebarkan benih lobster. Tapi yang lebih membuat saya senang adalah bahwa keluarga besar Partai Golkar, melalui Himpunan Pengusaha Kosgoro 1957, telah menunjukkan karya nyata untuk memberdayakan masyarakat. Ini sejalan dengan cita-cita Golkar untuk memberdayakan masyarakat dan melakukan pembangunan dari desa.

Budidaya lobster ini membuktikan bahwa langkah pemberdayaan masyarakat desa bisa dilakukan dengan sukses. Dengan lahan yang tidak luas, warga desa bisa menghasilkan lobster yang merupakan komoditas dengan nilai jual cukup tinggi, yakni berkisar Rp100 ribu per kilo. Satu kilo itu biasanya terdiri dari sepuluh sampai lima belas ekor lobster. Dari jumlah itu bisa dibayangkan keuntungannya jika dalam panen perdana tersebut dihasilkan 6.000 ekor.

Kelompok Tani Mina Karya mengaku tidak ada kendala teknis dalam pembudidayaan lobster ini. Kendala yang mereka keluhkan adalah masalah permodalan. Hal yang sama juga dikeluhkan petani tambak lain di luar kelompok tani di desa tersebut. Sebab, benihnya yang telah berukuran sekitar dua inci seharga Rp1.750. Biaya pemeliharaan lobster-lobster tersebut hingga mencapai masa panen, membutuhkan dana tidak sedikit. Demikian juga lahan yang mereka pakai untuk tambak itu pun masih berstatus sewa, yakni Rp8 juta per tahun.

Tetapi, masalah-masalah tersebut sudah cukup teratasi. Sebab, dalam kesempatan itu, Pak Fadel telah mengucurkan dana Rp1 miliar kepada sepuluh kelompok tani yang dianggap potensial. Pemerintah membantu Rp100 juta untuk satu kelompok tani yang dianggap punya potensi bagus. Pemerintah, kata Pak Fadel, sangat antusias membantu pengembangan usaha perikanan darat. Menurut Pak Fadel, program Minapolitan (wilayah perikanan) menuntut kerja ekstra keras dengan turun langsung ke daerah perdesaan.

Dalam acara itu, Pak Fadel menyampaikan informasi menarik bahwa pengembangan usaha perikanan darat juga merupakan bagian dari upaya melindungi nelayan atau petambak lokal. Sebab, kasus masuknya 200 kontainer ikan kembung ilegal dari Cina dan 5.000 ton dari Thailand beberapa waktu lalu sungguh menyengsarakan rakyat, terutama nelayan atau petambak lokal. Harga ikan kembung impor hanya Rp5.000 per kilo, sedangkan ikan dari nelayan lokal dijual Rp15.000. Sudah pasti, nelayan lokal bakal kalah bersaing.

Mengenai masalah permodalan ini, saya juga telah berkomunikasi dengan pimpinan Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk mempermudah penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) kepada para petani lobster di desa tersebut. Alhamdulillah, Pak Direktur Utama BRI, Sofyan Basir, merespons dengan baik. Saya akan bertemu Beliau untuk membicarakan masalah penyaluran KUR itu.

Kepada masyarakat petani tambak yang hadir, saya tekankan betul agar dana bantuan pemerintah dan KUR tersebut nantinya bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya, tidak digunakan untuk hal-hal lain di luar bisnis perikanan ini. Saya katakan, dengan bercanda, bahwa satu lobster jantan bisa dikawinkan dengan lima betina, tapi, bapak-bapak para petambak di desa itu jangan menikah dengan lima wanita lagi. Dana bantuan pemerintah dan KUR tersebut juga jangan dipakai untuk kebutuhan yang tidak produktif. Misalnya beli mobil, rumah atau yang lainnya, melainkan hanya untuk mengembangkan budidaya lobster atau kegiatan usaha produktif lainnya.

Selain dukungan permodalan dari pemerintah atau pun lembaga perbankan, penting juga dilakukan adalah upaya meningkatkan kapasitas keterampilan para petambak tersebut. Mereka perlu dilatih menata-kelola organisasi kelompok tani yang baik sehingga benar-benar bisa menghasilkan manfaat yang maksimal. Misalnya pelatihan penyuluhan pemeliharaan lobster hingga pelatihan manajemen keuangan organisasi, atau manajemen pemasaran.

Usaha bersama seperti kelompok tani itu sesungguhnya sudah cukup untuk proses pemberdayaan. Tetapi, pengetahuan dan keterampilan tiap-tiap anggotanya tentu harus terus-menerus diperbarui dan ditingkatkan. Sebab, permasalahan-permasalahan yang akan dihadapi di kemudian hari tentu tidak sama dengan sekarang atau di masa lalu.

Saya senang Himpunan Pengusaha Kosgoro 1957 telah menyiapkan rencana kerja sama dengan Farm Lobster Johanes Wijaya sebagai plasma dan inti. Kita harapkan kerja sama ini dapat terus berlangsung dan saling menguntungkan. Ini baru satu program. Banyak program pemberdayaan masyarakat desa lainnya yang selama ini juga dilakukan Partai Golkar. Jika semua elemen bangsa juga melakukan hal yang sama, saya yakin kesejahteraan masyarakat di negeri ini akan cepat meningkat.

Tuan Guru dan Pembangunan Generasi Bertaqwa

Setelah akhir tahun lalu mengunjungi Nusa Tenggara Barat (NTB), saya bersama rombongan pada Selasa, 22 Maret lalu, kembali terbang ke Mataram. Saya datang untuk menghadiri acara pelantikan Persatuan Tarbiyah Islamiyah NTB. Acara digelar di Pondok Pesantren (ponpes) Al Badriyah di Lombok Timur pimpinan Tuan Guru Haji Lalu Tahir Badri.

Setiba di ponpes itu, saya langsung di sambut oleh ribuan santri dan anggota Tarbiyah yang sudah datang sejak pagi. Ponpes Al Badriyah ini sederhana layaknya pesantren tradisional lain yang ada di Pulau Jawa. Namun di sana ada hal yang mengesankan saya. Saya terkesan oleh sebuah baliho besar di sana yang berbunyi: “Membangun Generasi Mutaqin”. Sepintas slogan ini tampak sederhana, namun maknanya sangat dalam. Membangun generasi mutaqin atau bertakwa inilah yang seharusnya jadi tujuan pendidikan kita.

Pendidikan yang bertujuan membangun generasi bertaqwa artinya tidak hanya mengajarkan ilmu formal yang mencerdaskan, tetapi juga mengajarkan ilmu agama atau aspek spiritual kepada anak didik. Jadi selain pendidikan, juga ada pengajian.

Jika dua hal ini berjalan secara baik dan seimbang, maka akan lahir generasi penerus bangsa yang tidak hanya cerdas, namun juga bertaqwa kepada Allah. Orang pintar banyak, namun orang pintar yang bermoral tidak banyak. Padahal dengan orang pintar yang bermoral dan bertaqwa ini, ilmu akan lebih bermanfaat karena digunakan untuk jalan yang benar.

Karena itu saya sangat mengapresiasi apa yang dilakukan ponpes seperti Al Badriyah dan jaringan pesantren Tarbiyah lainnya. Itu juga yang membuat saya jauh-jauh datang untuk menghadiri acaranya. Apalagi Tarbiyah adalah organisasi yang menyalurkan aspirasinya ke Partai Golkar.

Tarbiyah adalah organisasi Islam yang tua di Indonesia setelah Muhammadiyah dan NU. Pernah menjadi partai, lalu bergabung ke NU, saat NU masih jadi partai politik, dan akhirnya mendukung Golkar. Menurut Tokoh Tarbiyah NTB yang juga Pimpinan Ponpes Al Badriyah NTB, Tuan Guru Haji Lalu Tahir Badri, organisasinya belum pernah berpindah dukungan.

Tarbiyah memilih mendukung Golkar karena peduli kepada umat Islam, khususnya di daerah, dan melakukan upaya konkret dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Mereka juga berjanji akan mensukseskan Partai Golkar di Pemilu 2014 nanti.

Terus terang saya merasa gembira bahwa Tarbiyah tetap mendukung Golkar. Saat ini tujuan baik Golkar maupun Tarbiyah sama yaitu untuk membangun bangsa dan menyejahterakan masyarakat dengan cara masing-masing. Golkar dengan berpolitik, Tarbiyah dengan pendidikan dan aksi sosialnya. Kepada mereka saya katakan bahwa kader Golkar baik yang di eksekutif maupun legislatif akan membantu memperjuangkan aspirasi mereka.

Misalnya saja membantu Tarbiyah dan jaringan pondok pesantrennya dalam menyediakan fasilitas pendidikan untuk mencetak generasi mutaqin. Juga bantuan lain yang dibutuhkan oleh mereka, yang kita lihat bukan hanya sebagai kader atau pendukung, tetapi sebagai elemen penting yang ikut berperan membangun bangsa.

Selain Tarbiyah, Golkar juga peduli dan mewadahi aspirasi ulama atau kiai lainnya dalam wadah Satuan Karya (Satkar) Ulama yang dibentuk Partai Golkar. Setelah acara pelantikan pengurus Tarbiyah, saya juga melantik pengurus Satkar Ulama NTB di tempat berbeda. Satkar Ulama NTB ini beranggotakan ulama atau tuan guru yang ada di NTB.

Nantinya lewat Satkar Ulama ini akan ditampung dan disalurkan apa yang menjadi aspirasi para ulama NTB ini. Para ulama ini penting bagi Golkar, karena para ulama dan ponpesnya itulah yang akan membangun generasi mutaqin. Sebuah generasi yang akan memajukan bangsa dengan ilmu dan taqwa.

Mendorong Kebijakan Pro Petani

Hamparan sawah dengan tanaman padi itu mengapit di kiri dan kanan jalan yang saya lalui. Sejauh mata memandang terlihat padi menguning. Dari dekat, batang padi terlihat gemuk-gemuk dengan bulir tampak berisi dan berlimpah. Inilah padi yang saya penen bersama Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, perwakilan Kementerian Pertanian, perwakilan DPR, perwakilan perusahaan pupuk, dan undangan lainnya, Rabu, 23 Februari lalu.

Saya diundang ke acara panen raya padi di Desa Kubang Puji, Kecamatan Pontang, Serang, Banten, sebagai pelaku industri pertanian atau agrobisnis. Acara penen raya ini bukan panen biasa. Yang akan kami panen kali ini padi istimewa, yaitu padi dengan pupuk organik biodekomposer. Pupuk organik biodekomposer merupakan pupuk yang dibuat dari jerami atau pohon padi. Pasca panen, jerami yang melimpah diolah dan dijadikan pupuk untuk masa tanam berikutnya.

Jerami memang baik digunakan menjadi pupuk. Seperti diketahui bahwa dalam jerami terdapat banyak bahan yang dibutuhkan untuk kesuburan tanah dan sebagai penangkal hama padi. misalnya saja ada kandungan silika yang bisa melawan hama wereng. Selain itu, bahan organik sebagai pupuk juga akan membantu mempertahankan kesuburan tanah dan kandungan air. Juga mengurangi pencemaran dan kerusakan tanah akibat pemakaian pupuk kimia.

Bila dilihat harganya, pupuk organik biodekomposer juga lebih murah dibandingkan dengan pupuk kimia atau anorganik. Biasanya, jerami hanya dibakar saja seusai panen atau menjadi makanan ternak. Namun, kini jerami bisa dimanfaatkan untuk pupuk. Hasilnya sudah terlihat, tanaman padi yang subur dan hasil lebih banyak. Karena itu, saat ini program biodekomposer telah diterapkan di delapan propinsi termasuk Banten.

Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah mengatakan, tahun 2010 pihaknya mentargetkan produksi padi sebanyak dua juta ton. Hasilnya jauh lebih banyak dari target tersebut. Dia mengatakan bahwa produksi padi mengalamai surplus 87 ribu ton. Karena itu, mulai tahun 2011 ini pihaknya menargetkan 10 juta ton produksi padi. Semua target itu, akan dicapai dengan perbaikan infrastruktur dan peningkatan teknologi pertanian.

Dari acara panen raya di Banten ini, saya melihat ada solusi yang bisa diterapkan untuk dunia pertanian. Penggunaan pupuk organik bisa menjadi solusi untuk mengatasi masalah ketersediaan dan harga pupuk. Selain itu, pupuk yang baik dan menghasilkan banyak gabah juga akan menjadi solusi atas pendapatan para petani.

Namun masalah para petani ini bukan hanya sampai di situ saja. Banyak masalah lain yang harus diselesaikan untuk mengatasi masalah kesejahteraan petani ini. Misalnya masalah regulasi soal harga hasil tanaman mereka dan masalah infrastruktur untuk menunjang aktivitas tanam mereka. Karena itu saya gembira sekali ada perwakilan Komisi IV dan V DPR yang kemudian berdialog langsung dengan kelompok tani di sana untuk mendiskusikan masalah yang dihadapi di lapangan. Misalnya saja, menyangkut soal irigasi dan harga beli.

Saya sendiri ketika diberi kesempatan memberikan sambutan di acara panen raya ini menyatakan komitmen saya untuk membantu para petani dan dunia pertanian melalui partai yang saya pimpin, yaitu Partai Golkar. Kebetulan Golkar berkomitmen “Membangun dari Desa”, dan tentu saja para petani akan menjadi perhatian. Saya akan menginstruksikan anggota partai yang ada baik di legislatif (DPR) maupun di eksekutif (pemerintahan) untuk mendorong berbagai kebijakan yang pro petani.

Saya berharap pemerintah juga menaikkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah di tingkat petani dalam rangka menaikkan Nilai Tukar Petani (NTP). Saya juga meminta pemerintah tidak mengimpor beras dan agar membeli beras dari petani. Impor bisa dilakukan jika stok beras nasional memang kurang.

Saat saya bertanya kepada Dirjen Sarana dan Prasarana Pertanian Kementerian Pertanian Gatot S. Irianto, dia mengatakan produksi padi petani kita cukup. Maka, alangkah lebih baik jika kita tidak mengimpor beras. Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Golkar (FPG) Firman Soebagyo yang hadir juga menyatakan Fraksi Partai Golkar akan mendesak pemerintah mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 241/2010 tentang Pembebasan Bea Masuk Impor serta PMK Nomor 13/2011 tentang Perubahan 57 Pos Tarif Bahan Pangan.

Jika selama ini beras impor lebih murah, dengan potensi yang ada seharusnya kita juga bisa memproduksi sendiri beras murah. Caranya, kita perbaiki semua kekurangan di sektor pertanian. Perlu banyak terobosan untuk pertanian dan ketahanan pangan. Dalam pelaksanaannya, pemerintah bisa juga bekerjasama dengan kalangan swasta. Ini terbukti dari panen yang baru saja kita lakukan itu.

Pemerintah juga perlu membangun infrastruktur pertanian dan membuat kebijakan pro petani. Saya dan Partai Golkar akan berusaha memperjuangkan hal itu. Kebijakan pro petani adalah pro rakyat. Mensejahterakan petani adalah mensejahterakan rakyat.

Partai Golkar Adalah Partai Kader

Pidato pada Pembukaan Pelaksanaan Lokakarya Pengkaderan DPP Partai GOLKAR, 6-8 Maret 2011, di Jakarta.

Saudara-saudara sekalian…..

Assalamu alaikum warahmatullah wabarakatuh

Pertama-tama, marilah kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah, Tuhan Yang Maha Esa, bahwa Kita masih diberi kesempatan bertemu, bertatap muka sesama Kader Partai, pada kesempatan Pembukaan Lokakarya Perkaderan yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengelola Kaderisasi DPP Partai GOLKAR.

Hadirin sekalian….

Pada kesempatan yang berbahagia ini, Saya ingin menegaskan kembali kepada Kita semua, bahwa Partai GOLKAR adalah Partai Kader. Partai yang hidup matinya, gerak langkahnya, ditentukan oleh Kader-Kader Partai GOLKAR sendiri. Ini perlu Saya ulangi penegasannya di depan Saudara-Saudara sekalian, agar kita menyadari sepenuhnya, bahwa Partisipasi Saudara-Saudara dalam rangka mewujudkan cita-cita Perjuangan Partai, demikian penting artinya. Hanya dengan partisipasi seluruh Kader-kader Partai, apa yang menjadi tujuan Kita bersama dapat diwujudkan.

Kita membangun Partai Golkar sebagai partai kader yang tangguh karena kita memiliki cita-cita yang besar. Kita tidak ingin sekadar berkuasa atau memenangkan kursi kekuasaan. Tentu saja kekuasaan memang kita perlukan, tetapi kita ingin menggunakannya untuk kemaslahatan seluruh rakyat Indonesia, kita ingin membangun kebesaran bangsa Indonesia, kita ingin mewujudkan pembangunan kesejahteraan yang kongkret bagi seluruh rakyat, dari Sabang sampai Merauke.

Kekuasaan dan dukungan yang sedang kita bangun buat Partai Golkar memiliki moral reasoning yang jelas, dan akar-akar filosofisnya dapat kita tarik dalam sejarah Indonesia, baik dalam sejarah pendirian Partai Golkar maupun dalam sejarah pergerakan kebangsaan dan sejarah perjuangan kemerdekaan kita. Kita memiliki ikatan historis yang kuat dengan masa lalu, dan karena itulah kita dapat lebih memahami masa kini serta lebih memiliki tekad untuk membangun masa depan.

Pada intinya, kita membesarkan Partai Golkar untuk menjadi sebuah kekuatan sejarah, yang memimpin kekuatan dan kelompok lainnya untuk berjalan bersama dalam memajukan bangsa dalam berbagai bidang kehidupan. Kita tidak mempertajam perbedaan, tetapi mencari persamaan dengan kawan-kawan kita dari berbagai kekuatan social politik lainnya. Kita memediasi, menengahi, mengajak, membujuk, serta memimpin kekuatan bangsa agar senantiasa setia pada cita-cita dasar kemerdekaan dan kemajuan Republik kita.

Semua hal inilah yang harus dimengerti dengan baik oleh kader-kader partai kita. Prinsip dan pengertian seperti itulah yang menjadi pegangan kita, sehingga kita tidak mudah terombang ambing dalam isu-isu keseharian politik yang datang dan pergi, termasuk isu koalisi dan reshuffle kabinet. Karena prinsip dan tujuan kita jelas, maka Partai Golkar tidak akan goyah dan tidak akan mudah untuk mengikuti irama politik yang ditabuh oleh aktor-aktor dan kekuatan politik lainnya.

Kita melihat jauh ke depan, kita melihat kepentingan bangsa, bukan sekadar dua atau tiga posisi menteri, atau sekadar ingin ikut menikmati kekuasaan belaka. Golkar sudah kenyang kekuasaan. Golkar sudah sangat berpengalaman dengan kekuasaan. Semua sudah kita alami dan kita rasakan. Justru karena itulah kita sekarang mampu untuk go far beyond the attraction of power. Kita memerpermbahkan semua upaya dan karya kita demi Merah Putih, demi kejayaan bangsa dan Negara.

Hadirin yang saya muliakan

Saudara-sauadara yang saya hormati

Sebagai sebuah partai yang lengkap dan tangguh, Partai Golkar secara serius membangun gagasan serta opini dengan mengartikulasikan aspirasi masyarakat. Selain itu, partai kita juga secara serius membangun dan memperkuat diri sebagai sebuah partai kader. Bagi kita, Kader itu ibarat akar bagi pepohonan. Sepanjang akar basah sepanjang itu juga pohon akan tetap hidup. Ranting beringin bisa patah, dahan dan daunnya bisa meranggas, tetapi jika akarnya basah beringin ini akan tetap bisa bertahan. Sebaliknya bila daunnya hijau, batangnya kokoh, tetapi jika akarnya busuk atau kering, kita bisa pastikan cepat atau labat beringin itu akan mati. Kita pernah mengalami suatu masa dimana citra Partai Golkar hancur, diintimidasi, dirusak nama baiknya, tetapi karena masih ada kader-kader yang setia, kita masih dapat bertahan.

Bila Kita mengamati capaian Kita selama setahun terakhir, yang tercermin dari pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (PEMILUKADA), terlihat bahwa dinamika Kader dalam pelaksanaan PEMILUKADA itu, relatif cukup tinggi. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa, keterlibatan Kader-kader Partai utamanya pada level grassroot, pada umumnya lebih karena dipicu oleh kekuatan mobilisasi. Belum terlihat bahwa dinamika itu sepenuhnya didorong oleh suatu gerakan partisipatif, sebagai suatu bentuk kesadaran akan tanggungjawab sebagai seorang Kader. Sesuatu yang memerlukan tekad, dan militansi yang kuat kepada Partai. Inilah tantangan utama Kita. Bagaimana merubah dinamika politik masyarakat dari masyarakat yang termobilisasi, menjadi masyarakat yang partisipatif. Dalam kerangka inilah, gerakan Perkaderan itu diperlukan untuk senantiasa dilakukan secara sistemik.

Seorang kader dalam rangka mempengaruhi masyarakat harus memiliki kemanfaatan di tengah masyarakat. Jangan sampai ada kader Partai Golkar yang justru menyusahkan masyarakat. Untuk dapat bermanfaat bagi masyarakat, kader harus memiliki bekal teknis atau profesi tertentu. Disamping itu ia juga harus memiliki kemampuan politik dan kemampuan ideologis agar dapat mempengaruhi masyarakat sesuai dengan tujuan Partai Golkar untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat.

Demikian penting arti dari Partisipasi Kader itu, Saya menetapkan tahun 2011 ini sebagai Tahun Kaderisasi, atau Tahun Perkaderan. Keberhasilan pelaksanaan Tahun Kaderisasi Saya harapkan akan menjawab sejumlah tantangan Partai pada masa-masa mendatang. Menciptakan Kader-Kader Partai yang militan, tercerahkan, akan merubah kultur sosial dalam masyarakat secara luas di dalam melaksanakan demokratisasi. Inilah sumbangsih nyata Partai Golkar dalam mewujudkan pelembagaan Demokrasi yang sehat. Demokrasi yang sehat, kuat dan efektif tidak bisa dibiarkan hanya sebatas wacana.

Demokrasi yang sehat, memerlukan peran aktif seluruh stekholders Bangsa untuk mewujudkan tujuan Kita berbangsa dan bernegara, sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Partai GOLKAR akan terdepan dalam memberikan contoh bagaimana Demokrasi yang sehat itu dijalankan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Apa dilakukan oleh Kader-Kader Partai GOLKAR, utamanya anggota Fraksi Partai Golkar di DPR, dalam memperjuangkan hak angket pemberantasan mafia pajak baru-baru ini, Saya nilai masih dalam koridor demokrasi yang sehat itu. Karena itu Partai GOLKAR sekalipun menegaskan diri sebagai bagian dari Partai Koalisi Pendukung Pemerintah, tetapi sikap kritis dalam rangka memperjuangkan hal-hal yang bersifat strategis, karena menyangkut hak hidup masyarakat agar terus dipertahankan.

Tentu saja, dalam melaksanakan fungsi-fungsi kritis itu, Saya himbau agar seluruh Kader Partai Golkar mengedepankan sikap dan prilaku yang baik. Dengan demikian, tercermin suatu persepsi yang sesuai antara harapan dengan kenyataan. Hal-hal inilah yang ingin Kita capai dari serangkaian pelaksanaan Perkaderan Partai Golkar.

Demikian penting pelaksanaan Perkaderan ini, Saya telah mewanti-wanti kepada Bidang Kaderisasi DPP Partai GOLKAR, termasuk kepada Lembaga Pengelola Kaderisasi Partai GOLKAR sebagai pelaksana operasional di Bidang Kaderisasi, agar bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya.

Pelaksanaan tugas-tugas di Bidang Kaderisasi memang memerlukan keuletan, ketelatenan, dan tentu saja biaya yang tidak kecil. Karena itu, Saya juga menghimbau agar DPD Propinsi, maupun DPD Kabupaten dan Kota, termasuk Kader-Kader Partai Golkar yang lain, agar juga berpartisipasi aktif dalam menyukseskan pelaksanaan Tahun Kaderisasi atau Perkaderan di daerah masing-masing.

Pelaksanaan Perkaderan tentu memerlukan suatu Kurikulum yang baik, agar benar-benar mampu menghasilkan output yang sesuai dengan kebutuhan Partai. Kurikulum itu, tentu harus disesuaikan dengan tantangan yang dihadapi Partai secara khusus, dan tantangan yang Kita hadapi sebagai suatu Bangsa pada umumnya. Dalam merumuskan apa dan bagaimana tantangan itu, tentu tetap memperhatikan bagaimana aspek kesinambungan Partai termasuk sejarah Kepartaian Kita. Karena itu, dalam pelaksanaan Lokakarya Perkaderan kali ini, agar juga memperhatikan hal-hal tersebut.

Selanjutnya, Saya juga ingin mengingatkan, agar masalah Kartu Tanda Anggota (KTA) agar betul-betul diperhatikan. Demikian halnya dengan sistem pendataan anggota dan Kader secara online.

Akhirnya, kepada seluruh peserta Lokakarya Perkaderan, Saya ucapkan selamat mengikuti Lokakarya.

Hidup GOLKAR !!! Hidup GOLKAR….!!!

Filosofi Musik Angklung dan Nilai Kebersamaan

Kamis malam, 10 Februari 2011 lalu, Grup Bakrie mengadakan peringatan hari ulang tahun ke-69. Seperti tahun-tahun sebelumnya, keluarga besar Bakrie beserta direksi dan karyawan Kelompok Usaha Bakrie mengadakan doa bersama dan ziarah ke makam ayah saya, Achmad Bakrie dan para pendiri Kelompok Usaha Bakrie lainnya di Tempat Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta.

Malamnya, kami mengadakan acara syukuran sederhana di Marketing Office Rasuna Epicentrum, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta. Acara malam itu sedikit berbeda dengan syukuran tahun sebelumnya. Kali ini, ada musik tradisional angklung yang mengiringi sepanjang acara. Merdu sekali alunan musik bambu dari tanah Sunda ini. Saya sungguh terkesan.

Saya semakin terkesan saat angklung ini ternyata dimainkan dengan begitu indah untuk mengiringi lagu-lagu modern. Musiknya terasa lebih indah karena terjadi perpaduan irama tradisional dengan modern. Bahkan di tengah acara saya mendapat kejutan. Panitia meminta pemusik angklung tersebut memainkan lagu favorit saya “My Way”. Peyanyi dengan suara merdu dan alunan musik angklung membuat lagu itu semakin enak didengar.

Saat sedang asik mendengarkan, tiba-tiba penyanyi itu mendatangi saya dan memaksa ikut menyanyi di panggung. Saya sempat menolak. Namun, akhirnya saya mengalah juga, lalu maju dan menyanyi. Saya nekad saja. Meski bukan penyanyi, kata orang sih suara saya tidak jelek-jelek amat… hehe…

Ternyata grup angklung ini adalah Grup Saung Angklung Udjo, Bandung, yang terkenal tidak hanya di Indonesia, namun juga sampai ke mancanegara. Saung Angklung yang didirikan pada tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena ini telah mengenalkan alat musik angklung ke berbagai negara di dunia. Maka tak heran jika sejak November 2010, angklung terdaftar sebagai karya agung warisan budaya lisan dan nonbendawi manusia dari UNESCO.

Lalu acara dilanjutkan dengan permainan angklung bersama-sama. Seorang instruktur dari Saung Udjo, yang juga anaknya pendiri Saung Angklung Udjo, Daeng Udjo, maju ke panggung, sedangkan asistennya membagikan angklung kepada semua hadirin. Angklung yang dibagikan beragam, ada yang besar ada yang kecil. Pada masing-masing angklung ada nama-nama pulau di Indonesia. Lalu saat instruktur menunjuk Pulau Jawa, misalnya, si pemegang angklung berstiker Jawa harus membunyikannya. Demikian pula dengan angklung yang ada nama pulau lainnya.

Rupanya nama pulau itu diletakkan sesuai nada. Misalnya Sumatra: do, Kalimantan: re, dan seterusnya sampai Papua. Nah dengan menunjuk pulau di peta, instruktur berhasil membimbing hadirin memainkan lagu. Di sesi ke dua, simbol pulau diganti dengan kode tangan. Misalnya, jika tangan mengepal angklung Sumatra dibunyikan, jika tangan ke atas angklung Kalimantan, dan seterusnya. Dengan memainkan tangan, instruktur bisa membimbing hadirin memainkan lagu. Mulai dari lagu Indonesia sampai lagu yang cukup terkenal, “I Have a Dream”. Dalam sekejap kita semua menjadi pemain musik dadakan.

Daeng Udjo mengatakan, pada permainan angklung ini ada filosofinya yaitu persatuan atau kebersamaan. Sebab, dalam bermain angklung harus dilakukan bersama-sama. Sejago apapun seseorang, tidak akan bisa bermain angklung sendirian.

Saat itu, ada sebuah lagu yang dimainkan instruktur di mana satu nada tidak pernah dibunyikan. Ternyata ini disengaja. Daeng Udjo menjelaskan ini ada filosofinya, bahwa ada kalanya tidak semua harus bunyi. Ada kalanya tak semua musti tampil atau muncul. Jika dipaksakan dibunyikan, malah akan merusak harmoni. Begitu pula dalam kehidupan. Dalam hidup bersama dibutuhkan pengertian dan tidak memaksakan kehendak. Ada kalanya mengalah demi kebersamaan.

Terus terang saya kagum sekali dengan permainan angklung malam itu. Pertama permainannya sangat interaktif dan menghibur. Semua hadirin terlihat gembira dan tawa selalu pecah saat permainan, saat ada yang ketinggalan atau membunyikan bukan pada waktunya. Kedua, ternyata ada filosofi mendalam dalam permainan ini–menggambarkan persatuan Indonesia yang dibangun di atas pluralitas. Bhineka Tunggal Ika.

Permainan ini mengajarkan bagaimana suatu hal yang berbeda-beda bisa bersatu dalam harmoni dan menjadi indah dengan dipimpin oleh seorang instruktur sebagai pemersatu. Bagaimana cara memberi ruang pada yang lain, dan sebagainya. Tiba-tiba saya terfikir bahwa filosofi angklung ini cocok untuk kembali mengingatkan bagaimana kita harus hidup di bangsa yang majemuk ini. Apalagi beberapa hari terakhir ini kita lihat ada bentrokan-bentrokan berbau SARA, misalnya di Cikeusik, Pandeglang; dan Temanggung, Jawa Tengah.

Kejadian tersebut jika terus terjadi akan mengancam Bhineka Tunggal Ika yang menjadi fondasi kebangsaan kita. Ini tidak bisa dibiarkan. Kebersamaan bangsa ini harus kita rawat. Warga bangsa ini perlu kembali belajar bagaimana belajar hidup bersama dalam harmoni di tengah pluralitas, seperti filosofi angklung tadi.

Saya berpendapat permainan angklung ini harusnya digelar di sekolah-sekolah, dan diajarkan jugafilosofinya. Ini akan membantu memupuk sifat toleransi dan karakter kebersamaan sejak dini. Maka,selanjutnya kebersamaan di bangsa ini akan terpelihara dengan baik. Kepada yang sudah dewasa saya kira perlu juga mempelajari filosofi angklung ini. Jangan cuma marah-marah karena angklung katanya diklaim bangsa lain. Kita perlu pelajari juga filosofinya dan aplikasikan dalam kehidupan nyata sehingga, insyaAllah, kebersamaan kita sebagai bangsa akan semakin kokoh.

Membantu Warga Lereng Bromo Cuma Buat Kampanye?

Bencana silih berganti melanda negeri ini. Setelah bencana akibat letusan Gunung Merapi mereda, giliran Gunung Bromo bergejolak. Gunung di Probolinggo, Jawa Timur, yang keindahannya terkenal sampai ke mancanegara itu bergejolak sejak 23 November 2010 lalu. Status meningkat dari siaga menjadi awas (level IV).

Meski tak sedahsyat Gunung Merapi, letusan Bromo cukup menyengsarakan warga sekitar yaitu Suku Tengger. Pemberitaan mengenai Bromo dan kesusahan warganya pun menggantikan kabar bencana Merapi. Saya tak mau cuma melihat nasib warga korban erupsi dari layar televisi. Seperti yang saya lakukan saat bencana Gunung Merapi di Yogyakarta, saya ingin turun langsung ke lokasi untuk bertemu dan membantu para korban, semampu yang saya bisa.

Saya memutuskan untuk meninjau langsung kondisi warga yang terdampak erupsi Gunung Bromo. Kamis siang, 27 Januari 2011 lalu, saya bersama pengurus DPP Partai Golkar berkunjung ke Desa Ngadirejo, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Ada Ketua Bidang Informasi dan Penggalangan Opini DPP Golkar, Fuad Hasan Masyhur, dan Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Jawa, Bali dan NTB DPP Partai Golkar, Sharif Cicip Sutarjo.

Saya dan rombongan terbang dari Jakarta dan mendarat di Surabaya. Kemudian perjalanan dilanjutkan menggunakan helikopter menuju lokasi. Helikopter terpaksa digunakan karena alasan efektivitas waktu. Sebab, jika melalui jalur darat, dari Surabaya menuju lokasi bisa memakan waktu cukup lama sekitar empat sampai lima jam perjalanan.

Helikopter yang saya tumpangi kemudian mendarat di sebuah tanah lapang di Sukapura. Saya masih harus naik mobil sejauh 10 km untuk sampai lokasi. Di perjalanan menuju puncak Bromo, debu vulkanik sudah menutupi jalan setebal kira-kira 5 cm. Debu juga menutupi tanaman di sawah, pepohonan dan atap rumah. Pemandangan pun menjadi abu-abu terselimuti debu.

Perjalanan menuju puncak Bromo tidak mudah. Selain jalurnya berkelok dan lereng yang curam, juga ada kabut putih dan debu kemerahan yang berasal dari semburan gunung yang membuat jarak pandang jadi terbatas. Saya dan rombongan pun harus berhati-hati melewati jalur ini.

Setelah perjalanan panjang, akhirnya saya bertemu dengan masyarakat Bromo yang sebagian besar adalah suku Tengger. Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Jawa. Mayoritas mereka beragama Hindu. Pakaian yang mereka kenakan sederhana. Laki-laki mengenakan udeng kain batik dan membungkus bagian atas tubuh dengan sarung untuk menghangatkan tubuh di suhu dataran tinggi yang dingin.

Masyarakat Hindu Tengger juga punya salam khas; “hong ulun basuki langgeng”. Itu mereka ucapkan ketika bertegur sapa atau dalam upacara-upacara keagamaan. Itu semacam salam “Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh” bagi umat Muslim, atau “salam sejahtera bagi kita semua” bagi umat beragama lain.

Sehari-hari mereka menyambung hidup dengan bertani atau bekerja di sektor pariwisata Bromo. Namun, sejak erupsi terjadi, aktivitas ekonomi masyarakat itu nyaris lumpuh. Akibatnya, warga pun tak punya penghasilan lagi. Sawah ladang yang selama ini menjadi sumber matapencaharian rusak akibat tertimbun debu vulkanik. Tanaman komoditas utama seperti kentang, bawang merah dan kol, gagal panen.

Pariwisata Bromo pun terhenti akibat erupsi. Mereka praktis hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah maupun masyarakat. Itu pun, kabarnya, kurang mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Meski status ‘awas’ Gunung Bromo telah diturunkan menjadi ’siaga’ (level III) sejak Senin, 6 Desember 2010, dan 23 Januari lalu Bupati Probolinggo Hasan Aminudin menyatakan status tangap darurat sudah berakhir, tetapi aktivitas masyarakat setempat belum normal benar.

Masalah utamanya adalah ladang atau sawah mereka yang tertimbun abu vulkanik itu belum bisa ditanami. Erupsi pun belum berhenti total, Bromo masih mengeluarkan abu meski dalam volume yang tidak tinggi. Debu tebal di atap rumah mereka dibiarkan begitu saja.

Dari laporan rekapitulasi yang dibuat Pemerintah Kabupaten Probolinggo, semburan material vulkanik Gunung Bromo dan hujan abu itu mengakibatkan rusaknya insfrastruktur, pertanian, rumah, hingga ternak dengan nilai kerugian total Rp56,64 miliar. Dalam kondisi semacam ini, warga masih membutuhkan bantuan. Hal yang paling dibutuhkan warga ialah makanan pokok.

Kunjungan saya atas nama Partai Golkar memang sengaja untuk membantu memenuhi apa yang dibutuhkan warga. Kami membawa bantuan beras sebanyak 36,4 ton. Kami ingin memastikan bahwa untuk kebutuhan pokok telah tercukupi, paling tidak hingga enam bulan mendatang. Waktu tersebut merupakan perkiraan terlama hingga Bromo benar-benar kembali normal. Tentu saya berharap bisa lebih cepat.

Ada enam desa di Kecamatan Sukapura dan lima desa di Kecamatan Sumber yang terdampak erupsi Bromo. Di 11 desa itu, terdapat sedikitnya 7.238 kepala keluarga. Masing-masing kepala keluarga menerima 5 kg beras. Itu baru kebutuhan dasar dan paling mendesak. Dalam waktu dekat, Partai Golkar juga mengusahakan proses rehabilitasi bagi rumah warga, gedung sekolah dan tempat ibadah.

Untuk proses rehabilitasi, Partai Golkar menargetkan dapat menghimpun dana sebesar Rp1 miliar. Kalau bisa lebih, tentu lebih bagus. Pada kesempatan itu pula, langsung dimulai mengumpulkan sumbangan. Saya menyumbang Rp100 juta, kemudian Rp50 juta dari Fuad Hasan Masyhur, Rp50 juta dari Sharif Cicip Tjiptardjo, Rp50 juta dari Ketua DPD Golkar Jawa Timur, Martono, dan Rp25 juta dari Fraksi Golkar DPRD Jawa Timur. Jadi, satu hari itu saja sudah ada total Rp275 juta.

Selanjutnya tentu terus akan digalang bantuan lagi. Partai Golkar, melalui kader-kadernya di parlemen (DPR RI dan DPRD), masih akan mengusahakan bantuan dari jalur pemerintah. Bantuan ini juga penting karena untuk memperbaiki infrastruktur seperti jalan raya, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan seperti puskemas, dan lain-lain, perlu segera dilakukan.

Hal yang tak kalah penting dari itu semua ialah bagaimana caranya mengembalikan roda ekonomi masyarakat setempat. Untuk hal ini, saya menjanjikan kepada warga sebuah kredit mikro. Kredit ini tanpa agunan. Kebetulan, dalam Kelompok Usaha Bakrie, ada lembaga keuangan mikro bernama Bakrie Microfinance (BMF). Kredit mikro ini tanpa agunan, meminjam konsep Grameen Bank. Lebih detail soal ini sudah saya tulis di sini.

Nantinya untuk BMF ini para Pengurus Partai Golkar di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa dibantu para aktivis ormas Pengajian Al Hidayah akan menjadi fasilitator bagi proses penyalurannya. Mudah-mudahan, paling lambat pekan depan, BMF sudah bisa mengirim tim ke Bromo untuk memulai proses awal penyaluran kredit ini.

Seperti biasa, jika Golkar turun membantu rakyat di lokasi bencana, selalu dikesankan oleh sebagian pihak bahwa ujung-ujungnya semata untuk kepentingan politik atau kampanye. Sorotan pemberitaan biasanya juga ke arah itu. Namun, perlu saya tegaskan bahwa tujuan utamanya adalah murni untuk membantu masyarakat. Kepada masyarakat di lokasi saya juga katakan bahwa; “Ini bukan kampanye, karena pemilu masih jauh. Ini adalah murni bentuk kepedulian Partai Golkar pada warga korban erupsi Bromo”.

Bagi kami Partai Golkar, dalam kondisi serba sulit seperti ini, tidak ada yang lebih penting dilakukan kecuali membantu sesama. Tugas bagi semua pihak, termasuk partai adalah membantu. Lebih baik membantu dan dicemooh kampanye, daripada mencemooh tapi tidak membantu. Biarkan rakyat yang menilai.

Dengan bantuan ini saya berharap masyarakat sekitar Gunung Bromo segera bangkit. Saya melihat, warga Bromo adalah warga yang penuh semangat, meski sedang dilanda bencana alam. Mereka pekerja keras. Bencana tak membikin mereka diam berpangku tangan dan hanya mengharap bantuan dari orang lain. Maka dengan dukungan kita semua, saya amat optimistis warga lereng Gunung Bromo bisa segera bangkit kembali

Berbagi Pengalaman Mengatasi Kemiskinan

Hari Selasa, 25 Januari 2011 kemarin, saya diundang untuk menjadi pembicara pada acara “Orientasi Kerja Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Tingkat Nasional”, di sebuah hotel di Senayan, Jakarta. Di acara yang diadakan lembaga yang dulu bernama LKMD ini, saya berbicara mengenai program pemberdayaan masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan.

Di forum tersebut, saya berbagi pengalaman bagaimana menjalankan program pemberdayaan masyarakat sewaktu menjadi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra). Selama menjadi Menko Kesra, ada banyak pengalaman dan pelajaran berharga yang saya dapatkan.

Pada awalnya, terus terang, saya tidak begitu menyukai jabatan ini. Dulu saat Presiden SBY memindahkan posisi saya dari Menko Perekonomian menjadi Menko Kesra, saya sempat merasa dibuang. Namun kemudian saya justru merasa berterimakasih dan bersyukur kepada Allah karena dengan mendapat kepercayaan ini saya jadi banyak belajar.

Jika menjadi Menko Perekonomian saya mungkin hanya akan berkutat dengan masalah ekonomi dan keuangan yang sebenarnya adalah makanan sehari-hari saya yang berlatar belakang seorang pengusaha. Tetapi, dengan menjadi Menko Kesra saya punya banyak pengalaman baru.

Dengan menjadi Menko Kesra, saya bisa berinteraksi dengan warga miskin secara langsung. Mempelajari atau melihat kemiskinan di literatur dengan berinteraksi dengan mereka secara langsung itu sangat berbeda. Saya juga mendapat pengalaman berharga ketika menangani kelaparan di Yahukimo, Papua. Itu menjadi pengalaman tak terlupakan. Ini sudah saya tulis di bagian lain blog ini.

Berbicara mengenai kemiskinan, saya rasa kondisinya saat ini masih sama dengan saat saya menjadi menteri dulu. Kesenjangan Timur dan Barat masih ada dan pembangunan desa juga belum menjadi prioritas utama. Kita lihat kenaikan harga pangan tahun ini cukup tinggi. Akibatnya, penghasilan rakyat habis untuk makan saja.

Kondisi ini juga membuat kualitas pendidikan rakyat menjadi kurang baik. Sebab, anak-anak banyak yang ikut mencari makan untuk keluarga, sehingga pendidikan terabaikan. Kesehatan kemudian juga menjadi terabaikan dan semakin memperparah keadaan.

Lalu apa upaya yang saya lakukan untuk menanggulangi kemiskinan selama jadi Menko Kesra? Saat itu saya bersama tim, merancang program untuk membagi penanggulangan kemiskinan menjadi tiga cluster.

Di cluster pertama, kami memberikan bantuan pada orang untuk hidup lebih baik tanpa harus bekerja. Kami berikan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dengan BOS, maka pengeluaran keluarga akan berkurang. Jika pengeluaran di bidang pendidikan berkurang maka bisa dialokasikan untuk menutup kebutuhan yang lain.

Mengatasi kemiskinan sebenarnya simpel: menambah pendapatan atau mengurangi pengeluarannya. Untuk mengurangi pengeluaran, juga ada program di bidang kesehatan yaitu: Jamkesmas. Program pengobatan cuma-cuma ini mencakup 27 juta orang Indonesia.

Tentu saja harus diakui di sana-sini ada penyimpangan. Soal Jamkesmas ini, misalnya, banyak rumah sakit yang tidak mau seluruh perawatan digratiskan. Misalnya, operasi jantung cuma ditanggung Rp5 juta, sisanya harus bayar. Padahal harusnya gratis sama sekali. Ada juga rumah sakit yang tidak mau menerima pasian Jamkesmas. Dan banyak lainnya. Itulah penyimpangan yang ada, tapi secara konsep Jamkesmas ini baik.

Untuk cluster pertama ini, juga ada program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Ini untuk membantu masyarakat tidak mampu atas dampak kenaikan harga BBM. BLT ini diberikan dengan jumlah yang terbatas.

Kemudian ada juga program yang bernama Program Keluarga Harapan (PKH). PKH ini adalah nama lain BLT yang bersyarat. Dia terima BLT dengan syarat, misalnya: kalau anaknya sudah divaksin, anaknya sekolah di SMP, dan sebagainya. Jumlah penerimanya ada tiga juta keluarga.

Itu semua adalah cluster pertama, membantu orang secara langsung, mereka tidak perlu kerja tapi dapat pendapatan.

Berikutnya ada cluster dua. Ini adalah orang-orang yang mampu atau kuat bekerja, namun tidak tahu mau kerja apa. Maka untuk mereka ini kemudian ada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Program ini tidak sekedar membantu tapi juga memberdayakan. Jumlah dananya Rp1,9 miliar per kecamatan. Mengenai program ini saya juga sudah tulis lengkap di bagian lain blog ini. PNPM ini sumber dananya dari pemerintah. Data 2009, ada 14 juta orang yang bekerja langsung dan 10 juta lainnya secara tidak langsung. Program ini telah banyak mempekerjakan orang.

Sebuah contohnya, di Bogor dibangun jalan kecil tembus hutan. Rakyat di sama berterima kasih luar biasa. Padahal itu jalan kecil. Jalan ini dibangun sendiri oleh mereka dengan program ini, dan ternyata bermanfaat memudahkan transportasi mereka. Ada juga kisah sukses peserta PNPM yang dengan modal Rp500 ribu bisa membangun bisnis perhiasan lagit-langit rumah. Dia akhirnya bisa mengembalikan pinjaman dan usahanya maju dan bisa menghidupi keluarganya.

Selanjutnya cluster ketiga. Di bagian ini, yang mendanai program bukan dari pemerintah tapi dana dari perbankan. Namun, pinjamannya tidak memakai jaminan. Jaminannya dari lembaga penjamin kredit. Jadi kalau ada kredit macet, bank tidak rugi. Awalnya, program ini saya tawarkan kepada Menkeu dan Gubernur BI tidak disetujui, tapi akhirnya alhamdulillah pada 2007 program ini bisa berjalan.

Dengan program ini berjuta orang bisa jalan usahanya dan membiayai hidup. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini ada pembatasan sampai Rp20 juta. Harusnya tidak dibatasi, sebab banyak pengusaha yang berhasil. Misalnya dari pengusaha mikro menjadi menengah. Mereka harus terus dibantu jangan sampai terhenti usahanya.

Yang penting dalam mengatasi kemiskinan adalah meratakan pembangunan. Pembangunan harus ke desa, tidak hanya di kota-kota saja. Potensi sumber daya alam di desa cukup besar, tapi rakyatnya kurang dapat perhatian.

Maka saya berpesan pada LPM agar membantu mereka. LPM yang dekat dengan masyarakat desa harus memikirkan bagaimana supaya rakyat berdaya. Jangan hanya diberi, tapi juga diberdayakan. Kalau cuma dikasih-kasih uang saja, mereka tidak akan jadi berdaya.

Memberdayakan orang miskin bisa dengan berbagai cara. Bahkan, bisa menjadi bisnis yang saling menguntungkan. Saya diajari anak saya Anindya Bakrie yang sukses dengan Esia-nya. Esia membuat telepon jadi begitu murah dulu, sebelum yang lain mengikuti. Akibatnya, semua orang termasuk pembantu, orang desa, dan orang kurang mampu bisa punya telepon selular.

Nah, hal yang sama bisa juga dibuat misalnya program rumah murah di pedesaan. Atau bagaimana membuat listrik murah. Bisa juga dibuat lembaga keuangan mikro yang membantu memberikan pinjaman untuk masyarakat. Kelompok Usaha Bakrie juga baru saja mendirikannya. Lembaga ini namanya Bakrie Micro Finance yang mengadopsi konsep Grameen Bank. Ini sudah saya tulis di blog ini juga.

Terakhir, selain memikirkan pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin, mereka juga perlu diperhatikan kesehatannya. Maka LPM juga perlu berkontribusi dalam hal ini. Misalnya, menjadi pendamping untuk mengawasi penderita TBC, AIDS, dan lain sebagainya. Juga perlu penyuluhan yang menyadarkan masyarakat mengenai kesehatan.

Saya berpesan agar LPM diarahkan untuk membantu memberdayakan dan mensejahterakan rakyat kita. Jangan arahkan LPM ke politik. LPM harus kerja dari hati. Kerja seperti ini adalah kerja mulia, pahalanya bukan di dunia tapi nanti di akhirat.

Makna Kunjungan Aburizal ke Amerika

Artikel di Harian Kompas, Oleh: Robert Adhi KSP

Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie pekan pertama Desember 2011 berkunjung ke Amerika Serikat. Tentu bukan kunjungan biasa karena ia bertemu dengan masyarakat Indonesia di Wisma Indonesia dan berbicara di depan Forum The United States- Indonesia Society di Cosmos Club. Usindo adalah forum kerja sama AS dan Indonesia yang didirikan tahun 1994. Cosmos Club adalah klub elite yang berusia lebih dari 100 tahun di Washington DC.

Dalam Forum Usindo, Aburizal mendapat sambutan meriah. Sejumlah mantan Duta Besar AS untuk Indonesia, seperti Paul Wolfowitz, Stapleton Roy, dan John Cameron Monjo, hadir dalam acara itu.

Kunjungan Aburizal ke AS dilakukan di saat namanya santer diusulkan sebagai calon presiden pada Pemilu 2014. Namun, ia menyatakan belum memutuskan apakah akan maju sebagai calon presiden karena masih menunggu izin dari keluarga, dari ibu, istri, dan anaknya. Dukungan kepada Aburizal, menurut Wakil Ketua Umum Partai Golkar Theo Sambuaga, sudah 100 persen.

Dalam dialog dengan warga Indonesia dan Forum Usindo, Aburizal menyampaikan berbagai masalah yang dihadapi Indonesia, dari korupsi hingga kemiskinan. Namun, ia tetap menyampaikan optimisme bahwa Indonesia akan menjadi negara adidaya pada 25-30 tahun lagi. Indonesia akan menjadi negara demokrasi ketiga terbesar di dunia.

Pembangunan tak lagi hanya berpusat di Jakarta dan kota-kota lain di Jawa, tetapi berkembang ke Balikpapan, Palembang, Makassar, hingga Jayapura. Kepemimpinan lokal yang berhasil menjadi faktor kunci yang menjelaskan angka pertumbuhan ekonomi di sejumlah daerah di luar Jawa lebih tinggi dibandingkan dengan di Pulau Jawa. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pun bisa di atas 6 persen per tahun, termasuk di daerah.

Selain menyebarkan optimisme, Aburizal juga mengakui Indonesia masih menghadapi persoalan infrastruktur dan kemiskinan. Jika masalah itu bisa dipecahkan, ia yakin Indonesia bisa berlari cepat, pertumbuhan ekonomi 8-9 persen per tahun.

Aburizal mempromosikan Indonesia agar publik AS mengenal Indonesia dan potensinya. Warga AS jangan hanya mengenal isu Afganistan, Irak, Mesir, dan Iran, tetapi juga Indonesia. Tidak untuk meminta bantuan karena sudah lewat masanya, tetapi AS diminta tidak mempersulit perdagangan Indonesia.

Harus berani

Direktur Freedom Institute Rizal Mallarangeng, yang menyertai kunjungan itu, menilai Aburizal sebagai pemimpin parpol harus berani dan terlatih dalam menghadapi berbagai kondisi. Ia harus mendekatkan diri dengan komunitas internasional pula. Dan, kunjungan ke AS itu menjadi awalan yang baik.

Aburizal melalui The Bakrie Chair for Southeast Asian Studies yang bermitra dengan Carnegie Endowment for International Peace juga menyumbangkan dana untuk pengembangan studi Asia Tenggara di perguruan tinggi AS. Perhatian AS kepada Asia Tenggara sebelumnya dirasakan masih kurang.

Agar Asia Tenggara diperhatikan dan mendapat perhatian dari penentu kebijakan di Washington, Aburizal menganggap perlu mendirikan pusat studi Asia Tenggara. Ia mencari mitra yang cocok dan pilihan jatuh pada lembaga nirlaba Carnegie Endowment. Dibentuklah The Bakrie Chair for Southeast Asian Studies di Carnegie Endowment. Vikram Nehru, kerabat mantan Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, menjadi Senior Associate lembaga pemikir (think tank) itu. Selain di Washington, Aburizal juga bekerja sama dengan Nanyang University Singapura, mendirikan The Bakrie Professorship in Southeast Asia Policy di Singapura.

Menurut Anindya N Bakrie, Ketua Bakrie Center Foundation, yang mengelola pusat studi di Washington dan Singapura, Indonesia tak boleh menjadi katak dalam tempurung. Bakrie Center Foundation pun berupaya mengirim putra-putri Indonesia untuk ikut program ini. Syaratnya, mereka harus kembali ke Indonesia, tetapi tidak wajib bekerja di Bakrie Group.

Menurut Duta Besar Indonesia untuk AS Dino Patti Djalal, kehadiran pusat studi Asia Tenggara akan makin mempromosikan Indonesia di mata AS.

Dalam kunjungannya, Aburizal bertemu pula dengan anggota Kongres AS, Dan Burton, dan Assistant Secretary for East Asia and Pacific Kurt Campbell, yang menyampaikan pujian atas kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, langkah strategis yang dilakukan Aburizal dengan mendatangi AS memberi makna yang dalam, terutama untuk maju sebagai calon presiden. (ROBERT ADHI KSP dari Washington DC)