Renovasi Kantor Golkar Hingga Kontroversi Gedung DPR
Teman-teman blogger, pada saat sebagian masyarakat kita terlibat pro dan kontra pembangunan gedung Dewan Perwakilan Rakyat, saya meresmikan hasil renovasi Gedung Karya II di Komplek Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, di kawasan Slipi, Jakarta. Peresmian yang saya lakukan Selasa 4 Mei 2010 kemarin, meliputi aula, ruang rapat dan kantor pengurus DPP.
Gedung Karya II direnovasi total karena sudah sangat tua dan tidak layak. Untuk tugas itu, saya meminta saudara Erwin Aksa sebagai penanggung jawab. Tujuan renovasi ini, saya ingin gedung DPP khususnya Ruang Karya II menjadi bersih, indah, sehat, aman dan nyaman.
Lantai karpet kita ganti dengan marmer agar sehat dan tak menyimpan debu. Ruang rapat juga kita perbaiki agar kita bisa rapat dengan baik. Semua pengurus, baik ketua umum, wakil ketua umum, para ketua, sampai bendahara kita buatkan ruangan yang baik. Hal ini untuk memudahkan koordinasi dan kerja partai menjadi efisien. Dengan ruang rapat yang baik, kita tidak perlu rapat di tempat lain. Ini tentu akan menghemat waktu dan biaya.
Dalam memimpin Partai Golkar, saya memang banyak melakukan perbaikan dan perubahan. Banyak hal saya ubah dengan harapan partai ini menjadi lebih baik. Misalnya saya mengakomodasi banyak anak muda, agar partai ini lebih maju dan dinamis, saya juga mengubah pengkaderan dengan pelatihan berbeda.
Saat peresmian, ada wartawan bertanya tentang bagaimana komentar saya mengenai rencana renovasi gedung DPR. Saya sempat membaca berita, memang ada rencana renovasi gedung DPR atau kompleks parlemen. Konon gedung ini mengalami kemiringan 7% dan pimpinan DPR berencana membangun gedung baru senilai Rp 1,8 triliun.
Sebelum membahas lebih lanjut soal renovasi gedung DPR, mari sejenak kita tengok sejarah berdirinya kompleks parlemen itu. Gedung yang berada di Senayan itu didirikan pada 8 Maret 1965. Saat itu, Presiden Soekarno akan menyelenggarakan CONEFO (Conference of the New Emerging Forces) yang merupakan wadah dari semua New Emerging Forces sebagai tandingan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Anggota-anggota New Emerging Forces direncanakan terdiri dari negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin, negara-negara sosialis, negara-negara komunis, dan sebagainya.
Bertepatan dengan Perayaan Dasa Warsa Konferensi Asia-Afrika pada 19 April 1965 dipancangkanlah tiang pertama pembangunan proyek political venues di Senayan, Jakarta. Rancangan gedung itu hasil karya Soejoedi Wirjoatmodjo yang ditetapkan dan disahkan presiden pada 22 Februari 1965.
Akhirnya kemudian Gedung itu dijadikan Kompleks DPR/MPR yang terdiri dari Gedung Utama (Nusantara), yang berbentuk kubah yang melambangkan sayap burung garuda, Nusantara I atau Lokawirasabha setinggi 100 meter dengan 24 lantai, Nusantara II, Nusantara III, Nusantara IV, dan Nusantara V.
Kalau kita lihat sejarah berdirinya, gedung itu memang sudah cukup tua. Karena itu DPR merencanakan merenovasi. Namun setiap akan ada renovasi, apalagi nilainya tinggi, maka pers dan masyarakat selalu mengkritisinya.
Lalu bagaimana pendapat saya? Saya sendiri berpendapat, jika renovasi itu benar diperlukan, ya tidak ada salahnya dilakukan renovasi. Namun, sebelum keputusan diambil, harus diperiksa secara seksama apakah benar memerlukan renovasi. Juga penting, bagian apa saja yang perlu direnovasi. Jika benar ada kemiringan 7% seperti yang diberitakan, ya memang malah harus direnovasi.
Menurut saya keselamatan semua penghuni kompleks Senayan itu sangat penting. Di manapun, perlindungan terhadap manusia lebih penting dari nilai bangunannya. Jangan sampai kita ribut-ribut soal uangnya, tapi anggota dewan jadi korban.
Dalam renovasi ini kepekaan sosial juga diperlukan. Kritikan masyarakat harus didengarkan. Apalagi banyak masyarakat yang kondisinya masih memprihatinkan. Nah untuk itu perlu dipikirkan bagaimana cara merenovasi yang paling baik dan tentu saja dengan harga termurah.
Banyak ahli di negara ini yang saya rasa bisa merenovasi dengan baik, namun dengan harga yang murah. Renovasi Gedung Karya II misalnya, kami gunakan kembali AC yang sudah berumur 30 tahun, karena memang masih layak digunakan. Jika hal itu dapat dilakukan maka akan ada uang negara yang bisa disimpan dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Jika hal itu bisa dilakukan, kontroversi renovasi Gedung DPR akan mereda dengan sendirinya.