Menjadi Bangsa Mandiri dengan PNPM Mandiri

Awal pekan ini, saya mendapat kabar pemerintah memutuskan untuk memperpanjang Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri sampai 2014. Alasannya: karena dinilai berhasil mengentaskan kemiskinan.

Pemerintah, seperti disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai, PNPM masih diperlukan karena masih banyak kantong kemiskinan di Indonesia yang membutuhkan bantuan. Kemiskinan memang salah satu masalah besar yang dihadapi negara berkembang termasuk bangsa Indonesia.

Masalah kemiskinan ini harus ditanggulangi untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera. Penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif. Masyarakat miskin harus diajarkan cara berusaha agar mendiri dan mampu berusaha mengentaskan diri dari kemiskinan dan memutus rantai kemiskinan.

Nah, PNPM Mandiri adalah salah satu upaya yang sangat baik dalam penanggulangan kemiskinan. Program ini diluncurkan pada 30 April 2007 lalu saat saya masih menjadi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra). Kebetulan saat program ini diperpanjang, akan dilanjutkan oleh Menko Kesra Agung Laksono yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar, partai yang saya pimpin.

Saya sering mengatakan PNPM ini adalah program terbesar pemerintah untuk memberantas kemiskinan di Indonesia. Tujuan dari program ini adalah untuk menciptakan pekerjaan dan mengakselerasi target pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) dengan memberdayakan masyarakat miskin di Indonesia.

Sejarah lahirnya PNPM Mandiri diawali dengan adanya Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang dimulai sejak Indonesia mengalami krisis multidimensi dan perubahan politik pada 1998. Fase pertama PPK (PPK I) dimulai pada 1998/1999-2002, PPK II dilaksanakan pada 2003-2006, PPK III awal 2006-2007. Melihat keberhasilan PPK Pemerintah Pusat bertekad untuk melanjutkan upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dalam skala yang lebih luas; salah satunya dengan menggunakan skema PPK.

Upaya itu diawali dengan peluncuran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) per 1 September 2006. Program tersebut kemudian dikukuhkan oleh Presiden RI sebagai Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) di Kota Palu, 30 April 2007.

Dalam PNPM Mandiri ini para pengusaha yang menerima pinjaman adalah rakyat miskin yang berusaha di berbagai bidang mikro. Pinjaman mereka akan dikembalikan pada calon penerima kredit berikutnya, sehingga modal akan berputar dan produktif. Dengan demikian, banyak rakyat miskin yang akhirnya tertolong oleh kredit usaha mikro ini. Jadi masyarakat tidak sekedar diberikan bantuan, namun diajari mengelola bantuan, membuat usaha dan membantu masyarakat lainnya. Ibaratnya mereka tidak hanya diberi ikan, namun juga diberi pancing dan diajarkan cara memancing. Jika sukses, mereka akan mengajarkan cara memancing pada yang lainnya. Jadi program ini tidak hanya bersifat charity saja.

Melaui PNPM Mandiri, dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Dalam program ini masyarakat miskin bukan sebagai obyek melainkan sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan.

Pelaksanaan PNPM Mandiri tahun 2007, misalnya, dimulai dengan PPK sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di pedesaan. Ini dilakukan peserta program pendukungnya seperti PNPM Generasi. Juga, ada Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat di perkotaan. Untuk daerah tertinggal ada Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK).

Mulai tahun 2008 PNPM Mandiri diperluas dengan melibatkan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) untuk mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya. Selain itu, PNPM Mandiri juga diperkuat dengan berbagai program pemberdayaan masyarakat yang pelaksanaannya dilakukan oleh berbagai departemen dan pemerintah daerah.

Dari data yang ada, PNPM Mandiri mampu menjangkau 26.724 desa dari 1.837 kecamatan di 32 provinsi. Angka ini meningkat drastis pada 2008 hingga mencapai 34.031 desa dari 2.230 kecamatan di 32 provinsi di Tanah Air. Sementara itu, untuk tahun 2009, jumlah desa yang mendapat kucuran PNPM Mandiri adalah sebanyak 50.201 yang tersebar di 3.908 kecamatan.

Dulu memang PNPM Mandiri rencananya akan dilakukan jangka panjang, sekurang-kurangnya hingga 2015 nanti. Sebab proses pemberdayaan pada umumnya membutuhkan waktu 5-6 tahun. Hal ini juga sejalan dengan target waktu pencapaian MDGs.

Walaupun PNPM-Mandiri adalah inisiatif dari pemerintah Indonesia namun pemerintah sangat menyadari pentingnya peranan dan bantuan dari dunia internasional untuk membantu pencapaian target pengentasan kemiskinan di Indonesia. Selama saya menjadi Menko Kesra Indonesia telah menjalin kerjasama bilateral dan multilateral yang cukup erat dengan agensi donor dan organisasi internasional lainnya.

Fasilitas Dukungan Multidonor akan digunakan terutama untuk meningkatkan kapasitas Indonesia dalam menanggulangi kemiskinan berskala besar. Pada Desember 2007 misalnya ada kerjasama dengan Bank Dunia. Presiden Bank Dunia Robert B. Zoellick saat itu dalam pidatonya, antara lain, mengatakan bahwa sesuatu yang spesial dari program ini adalah usaha keras pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk bangkit dari kemiskinan. Bank dunia dan negara-negara donor senang sekali bisa membantu karena percaya dengan program ini.

Saya selalu terjun ke lapangan memantau pelaksanaan progam ini. Saya melihat program ini berjalan dengan baik dan sukses. Banyak kisah keberhasilan dalam pelaksanaannya. Masyarakat semakin antusias menyambut karena merasakan langsung manfaatnya. Macam-macam cara mereka mengelola dan meraih sukses. Misalnya masyarakat Kecamatan Ampel Boyolali, Jawa tengah, mengembangkan peternakan kambing dengan sistem gaduh dan berhasil–dari 61 ekor kambing berkembang menjadi 171 ekor.

Di Blitar, Jawa Timur, lain lagi, masyarakat mengelola program ini dengan bergerak di bidang usaha dagang pakaian jadi, usaha ternak ayam, pengrajin dan pengusaha toko kelontong. Selain itu banyak kisah lain yang menunjukkan bahwa penerima PNPM Mandiri memperlihatkan antusiasme mereka dalam menjalankan usahanya dengan mematuhi ketentuan yang berlaku.

Hal ini karena masyarakat diberi kepercayaan untuk mengelola, mengawasi, dan melaksanakan program mereka sendiri. Maka masyarakat akan merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap keberlanjutan program tersebut.

Saya melihat program PNPM Mandiri ini telah terbukti mendorong perekonomian rakyat secara signifikan, sejak program itu digulirkan pada 2007. Program ini secara bertahap telah mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Buktinya, setelah program ini berjalan tampak bahwa Indonesia telah membuat kemajuan yang berarti guna mencapai target MDGs. Target penurunan jumlah penduduk berpenghasilan kurang dari 1 dolar AS per hari berpeluang tercapai dalam waktu dekat. Jika pada tahun 1999 jumlah penduduk miskin sekitar 12 persen, 2007 sudah tinggal 6,7 persen.

Indonesia juga telah mencapai sejumlah target dalam pendidikan setara bagi anak-anak perempuan dan laki-laki. Pada 2006, jumlah anak perempuan yang bersekolah lebih banyak dari anak laki-laki di sekolah dasar. Namun, pencapaian itu tidak merata di seluruh penjuru Indonesia. Di sejumlah tempat terutama di Kawasan Timur Indonesia, pencapaian masih jauh dari target.

Karena itu PNPM Mandiri harus terus dilanjutkan. Program ini penting karena membentuk masyarakat kita menjadi bangsa yang mandiri. Pemerintah perlu terus mendukung program ini. Jika program ini terus konsisten dilanjutkan dan berjalan dengan baik, saya optimistis target MDGs di 2015 dapat kita capai.

Bersafari Jaring Aspirasi di Bulan Ramadan

Bulan Ramadan adalah bulan yang baik, dan momen tepat untuk merajut tali silaturahmi. Karena ini bulan penuh berkah, saya kembali menjalani tradisi safari Ramadan. Perbedaannya, kalau dulu saya bersafari Ramadan sebagai menteri, tahun ini saya bersafari sebagai pimpinan partai politik, sebagai Ketua Umum Partai Golkar.

Rangkaian safari Ramadan tahun ini diawali dengan buka bersama di Kantor DPP Partai Golkar, Kamis lalu, 12 Agustus, atau 2 Ramadan. Acara ini ramai dihadiri pengurus dan kader Golkar. Juga hadir Bapak Jusuf Kalla, mantan Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD.

Pak Mahfud saat itu kita minta memberikan ceramah menjelang waktu berbuka puasa. Tak disangka rupanya kehadiran Pak Mahfud ini jadi berita heboh. Diberitakan seolah kehadiran dan didaulatnya Pak Mahfud memberikan ceramah adalah tes yang dilakukan Golkar untuk Pak Mahfud yang akan menjadi cawapres mendampingi saya di 2014 nanti. Ada-ada saja.

Tentu saja saya dan Pak Mahfud membantah hal itu. Saya sendiri sering ditanya di berbagai kesempatan; apakah saya mau maju menjadi capres nanti. Jawaban saya selalu sama; sampai saat ini saya belum terfikir mengenai hal itu. Saat ini fokus saya adalah bagaimana membesarkan Golkar dan kembali membawanya menjadi pemenang di pemilu 2014 mendatang.

Safari Ramadan dengan mengunjungi berbagai daerah dimulai dari Pulau Jawa. Mulai tanggal 23 sampai 26 Agustus perjalanan dimulai dari Jawa Tengah, Yogyakarta, sampai Jawa Timur. Daerah yang dikunjungi antara lain Purworejo, Yogyakarta, Situbondo, dan Probolinggo. Di Jawa Timur, safari Ramadan menyusuri mulai ujung timur pantai utara.

Di Jawa Timur, rombongan saya mengunjungi banyak pondok pesantren. Kita singgah ke Situbondo, Pesantren Mambaul Hikam (KH Shufyan As’ad) dan Pesantren Walisongo (KH Cholil As’ad). Setelah itu ke Pesantren Genggong, Probolinggo dilanjutkan peresmian posko aspirasi di Kabupeten Probolinggo dan Kota Probolinggo. Malam harinya ke Pesantren Sidogiri, Kabupaten Pasuruan.

Juga ke Pesantren Ploso Kediri, Pesantren Lirboyo, Kediri. Setelah dari Ponpes Lirboyo, rombongan menuju ke Ponpes Al-Falah, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri. Seperti yang halnya di Ponpes Lirboyo, saya juga melakukan pertemuan dengan KH Nurul Huda Jazuli dan diteruskan ke Ponpes LDII di Kelurahan Banaran, Kecamatan Kota Kediri. Setelah itu, kita melanjutkan perjalanan ke Jombang.

Rombongan akan kembali ke Jakarta sejenak dan selanjutnya safari akan berlanjut ke luar Jawa. Daerah safari di luar Jawa misalnya menuju ke Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Rombongan juga akan ke Pulau Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. Kita akan ke Aceh, Lampung dan kembali ke Jakarta. Di Jakarta, di Kantor DPP Partai Golkar akan digelar peringatan hari turunnya Al Quran atau Nuzulul Quran.

Selama berkeliling ke berbagai daerah ini saya manfaatkan untuk turun ke bawah. Selain untuk merajut tali silaturahmi dengan kader partai dan masyarakat umum, saya juga ingin menjaring aspirasi rakyat dari bawah. Dalam safari akan ada tukar pikiran mengenai politik, ekonomi dan kebijakan yang menyangkut nasib rakyat.

Banyak aspirasi yang disampaikan oleh rakyat. Ada yang mengadukan malpraktek dokter, ada yang mengeluhkan masalah bibit, pupuk, dan lain sebagainya. Misalnya, saat di Klaten. Saya mendengar aspirasi rakyat bahwa beban hidup masyarakat begitu berat. Karena itu, dalam kesempatan itu saya sampaikan sikap partai, Partai Golkar menolak rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) pada awal 2011. Karena ini akan semakin membebani rakyat kecil dan akan mematikan industri, utamanya industri kecil dan menengah.

Setelah China-ASEAN Free Trade Agreement disahkan, hal ini membuat banyak industri kecil menengah kolaps. Kini mereka harus menghadapi kenaikan TDL yang berdampak besar terhadap industri mereka. Bagi saya kenaikan TDL bagi pelanggan di atas 900 VA, masih wajar.

Namun merupakan suatu ketidakadilan bagi para pelaku industri. Ini akan menghambat penyelesaian permasalahan utama di Indonesia yaitu mengatasi angka pengangguran dan kemiskinan. Karena jika TDL naik, pemilik akan mengurangi jumlah tenaga kerja demi menekan biaya produksi. Akibatnya pengangguran yang sudah ada tidak terserap, dan akan muncul pengangguran baru akibat pemutusan hubungan kerja (PHK).

Lalu saat di Probolinggo, saya mendengar dari Bupati Probolinggo Hasan Aminuddin, banyak masalah yang dihadapi daerah itu. Mulai perlunya pelebaran eks-Jalan Daendels ruas Pasuruan-Probolinggo-Banyuwangi. Soal sejumlah dusun yang gelap karena belum ada listrik, padahal Probolinggo adalah daerah di mana ada PLTU Paiton. Bupati juga mengeluhkan dana BOS (bantuan operasional sekolah). Bupati juga mengkritisi BOS yang pemberiannya main pukul rata untuk semua siswa.

Dari semua aspirasi rakyat yang terjaring ini nantinya akan diteruskan dan ditindaklanjuti oleh kader Golkar yang ada di eksekutif maupun legislatif. Seperti yang sudah ramai diberitakan, Golkar juga akan membentuk posko aspirasi yang akan menampung keluhan dan aspirasi masyarakat. Posko ini akan dibentuk partai secara swadaya.

Di beberapa daerah posko ini sudah berdiri. Misalnya di Probolinggo yang sudah saya resmikan, di Aceh, dan daerah lainnya. Salah satu agenda safari Ramadan ini memang untuk meresmikan posko-posko aspirasi yang sudah berdiri.

Dalam kunjungan ke berbagai tempat selama safari, saya tidak hanya mendengarkan aspirasi. Saya juga banyak membagi pengalaman saya. Misalnya pengalaman selama menjadi Menko Kesejahteraan Rakyat. Pengalaman menangani kelaparan di Yahukimo, dan lain sebagainya.

Dalam safari Ramadan, selain menjaring aspirasi, acara ini juga menjadi sarana menyemangati kader partai. Kader di daerah inilah yang selama ini bekerja keras menjadi ujung tombak partai. Maka saat bersilaturahmi dan berdialog dengan mereka, saya sekaligus memberikan motivasi untuk selalu giat bekerja bersama partai. Kader harus diyakinkan bahwa Golkar bisa jadi pemenang mayoritas Pilkada 2011 dan Pemilu 2014.

Menjadi pemenang dan mengembalikan kejayaan Partai Golkar ini penting. Karena kemenangan pemilu akan jadi sarana bagi para kader Partai Golkar, untuk dapat mengimplementasikan perjuangan guna mewujudkan kehendak dan aspirasi rakyat, yang berujung untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Kegiatan Partai Golkar Ramadan kali ini bukan hanya safari ke berbagai daerah. Ramadan ini Partai Golkar juga meluncurkan Gerakan Orang untuk Zakat Infaq dan Shodaqoh (GoZIS). Lembaga yang diluncurkan pada tanggal 20 Agustus ini kita harapkan menjadi wahana, sarana bagi pengurus, anggota, kader dan simpatisan untuk menyalurkan zakat, infaq dan shodaqohnya.

Lembaga ini nantinya akan menjadi ujung tombak gerakan sosial kemasyarakatan Partai Golkar. Melalui GoZIS akan dibantu rakyat yang miskin dan membutuhkan bantuan. Lembaga ini juga bersifat terbuka, jadi tidak mengenal suku, agama, maupun ras.

Di bulan baik ini Partai Golkar juga akan melakukan banyak kegiatan lain yang tak bisa disebutkan satu persatu. Intinya semua kegiatan ditujukan untuk kepentingan rakyat. Semua kegiatan dilakukan sebagai bentuk keseriusan Golkar dalam menyuarakan aspirasi rakyat. Karena Suara Golkar, Suara Rakyat.

Dirgahayu Negeriku

Pidato Penghargaan Achmad Bakrie 2010. Jakarta, 5 Agustus 2010

Hadirin yang saya muliakan

Saudara-saudara yang saya hormati

Assalamualaikum WR. WB.

Salam sejahtera buat kita semua

Pertama-tama saya ingin mengucapkan selamat datang dan terima kasih atas kehadiran saudara-saudara semua pada malam Penghargaan Achmad Bakrie yang ke-8 ini. Saya juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Freedom Institute, kepada ANTV, TVONE, VivaNews, Yayasan Bakrie untuk Negeri, serta kepada begitu banyak pihak yang telah membantu suksesnya acara ini.

Pada malam yang berbahagia ini, mewakili keluarga besar Achmad Bakrie dan Freedom Institute, saya ingin mengucapkan selamat dan menghaturkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para tokoh dan anak bangsa terbaik Indonesia yang telah menunjukkan dharma bakti dan dedikasi dalam berbagai bidang penting kehidupan. Tokoh-tokoh ini, dengan caranya masing-masing, telah memberi kontribusi yang besar dalam mengisi kemerdekaan Indonesia. Mereka adalah tokoh-tokoh yang menjadi peraih Penghargaan dan Hadiah Khusus Achmad Bakrie 2010.

Daniel Murdiyarso telah merintis jalan baru dan menunjukkan prestasi yang cemerlang dalam bidang sains, dengan menggali lebih jauh berbagai soal besar di seputar masalah perubahan iklim.

Sjamsoe’oed Sadjad telah bekerja penuh dedikasi dan memberi sumbangan penting bagi perkembangan teknologi benih dan teknologi pertanian secara umum.

S. Yati Soenarto telah mengabdikan hidup, karya, serta karirnya untuk menyelamatkan nyawa anak-anak kita serta meningkatkan dunia kesehatan di Indonesia.

Daoed Joesoef telah memberikan seluruh hidupnya, telah membuktikan konsistensi sikap dan karya untuk terus memajukan dunia pemikiran sosial di Tanah Air.

Sitor Situmorang telah membuka kemungkinan baru dalam dunia penciptaan dan kebudayaan serta mempertajam kepekaan bahasa Indonesia dalam menyampaikan gejolak perasaan manusia.

Ratno Nuryadi, dalam usia yang masih sangat muda, telah membuktikan bahwa negeri kita masih memiliki sejumlah anak muda yang berdedikasi tinggi, tekun, kreatif, serta berprestasi tinggi dalam dunia advanced research, dunia penelitian yang berdiri di garis terdepan dalam memperluas cakrawala pengetahuan manusia.

Kepada mereka semua — kepada Daniel Murdiyarso, Samsoe’oed Sadjad, S. Yati Soenarto, Daoed Jusuf, Sitor Situmorang, dan Ratno Nuryadi – kepada mereka kita harus berterima kasih. Kepada mereka kita sebagai bangsa patut menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya.

Karya dan dedikasi seperti yang telah mereka tunjukkan telah memberi angin segar, bahwa Indonesia masih bisa terus berharap, bahwa Indonesia adalah sebuah negeri yang menghargai ilmu pengetahuan dan dunia penciptaan, serta memiliki semangat untuk terus maju dan berkembang.

Saudara-saudara yang saya muliakan

Hadirin yang saya cintai

Saya tahu dan mengerti, tidak semua tokoh yang malam ini mendapat Penghargaan Achmad Bakrie menyambutnya dengan tangan terbuka. Sitor Situmorang dan Daoed Joesoef telah menyatakan bahwa mereka menolak menerima penghargaan ini.

Saya memahami dan menghormati keputusan kedua tokoh tersebut. Tetapi penolakan mereka tidak sedikut pun mengurangi penghargaan kita kepada keduanya, serta tidak sedikit pun mengurangi jasa dan peran yang telah mereka berikan kepada negeri kita yang tercinta ini.

Salah seorang pemikir besar Prancis, yaitu Jean Paul Sartre, pada tahun 1964 pernah menolak pemberian Hadian Nobel. Dia melakukannya untuk memberikan sebuah sikap dan pernyataan politik. Sikap Sartre tidak kemudian mengecilkan arti atau mengurangi makna pemberian Hadian Nobel. Malah sebaliknya, hadiah tersebut dianggap begitu penting sehingga tokoh sekelas Sartre merasa perlu menggunakan Hadiah Nobel untuk mengundang perhatian dunia atas sikapnya.

Kurang lebih begitulah kita harus memahami penolakan tokoh dan makna Penghargaan Achmad Bakrie sekarang ini, tentu dalam konteks dan situasi Indonesia kontemporer.

Terhadap Freedom Institute, Yayasan Bakrie untuk Negeri, serta panitia penyelenggara, saya harap tidak berkecil hati dengan adanya penolakan tersebut. Kalian telah berusaha berbuat baik. You have set a new tradition and you have done it well. Kepada kalian semua, saya hanya ingin mengingatkan apa yang pernah diutarakan oleh Ralph Waldo Emmerson: To be great is to be misunderstood. Karena itu, jangan patah arang. Teruskan upaya yang telah kalian rintis dengan baik.

Tradisi pemberian penghargaan semacam ini adalah sebuah rintisan yang bermanfaat, agar masyarakat Indonesia memberi tempat yang terhormat bagi para pencipta, ilmuwan, peneliti, dokter dan pemikir yang berprestasi. Di masa-masa mendatang, justru upaya pemberiaan penghargaan seperti ini harus terus dilanjutkan dengan semakin baik lagi, meskipun akan selalu ada sebagian kalangan yang menganggap bahwa Penghargaan Achmad Bakrie hanyalah sebuah upaya politik belaka.

Tanpa terasa, penghargaan ini telah memasuki tahun ke-8. Saya merasa bangga bahwa pada tahun ini kita dapat menambah satu kategori lagi, yaitu Penghargaan Khusus bagi ilmuwan atau periset berprestasi yang masih berusia di bawah 40 tahun, yang malam ini dianugerahkan kepada Ratno Nuryadi.

Jika Penghargaan Achmad Bakrie terinspirasi oleh Nobel Prize di Swedia, kategori penghargaan khusus ini terinspirasi oleh Clark Medal Prize di Amerika Serikat, yang diberikan kepada ilmuwan berusia di bawah 40 tahun yang telah memberikan kontribusi besar dalam pemikiran dan ilmu ekonomi. Banyak dari penerima penghargaan ini kemudian juga menjadi peraih Hadiah Nobel, seperti Milton Friedman, Gary Becker dan Paul Krugman.

Dengan penghargaan khusus ini, saya berharap bahwa ilmuwan-ilmuwan muda kita dari beragam bidang ilmu, bukan hanya ilmu ekonomi, lebih terpacu lagi untuk memberikan yang terbaik dan memajukan bidang ilmu masing-masing. Mudah-mudahan suatu waktu kelak, dalam sisa hidup ini, saya masih diberikan kebanggaan oleh Allah SWT untuk melihat salah seorang putra atau putri Indonesia menjadi peraih Hadiah Nobel. Insya Allah.

Saudara-saudara yang saya hormati

Hadirin yang saya muliakan

Sengaja Malam Penghargaan Achmad Bakrie selalu dilaksanakan di seputar perayaan 17 Agustusan. Dengan ini kami ingin mengajak masyarakat untuk memperingati hari kemerdekaan kita tanpa terlarut dalam kegiatan yang hanya bersifat seremonial.

Peringatan kemerdekaan adalah sebuah peristiwa penuh makna, sebuah peristiwa yang mengajak bangsa Indonesia untuk memikirkan kembali esensi kemerdekaan, untuk merenungkan kembali arah dan tujuan perjalanan negeri kita.

Kemerdekaan adalah sebuah kemungkinan, sebuah jembatan, serta sebuah harapan agar setiap putra dan putri Indonesia dapat tumbuh dan berkembang, menjadi manusia-manusia yang kuat jiwa dan raganya, manusia yang kreatif dan terpelajar, manusia yang mampu menyerap segala hal baik yang ditawarkan oleh kehidupan ini.

Saya teringat pada pesan yang selalu disampaikan oleh almarhum ayahanda saya, Achmad Bakrie bahwa

freedom makes opportunities

opportunities make hope

hope makes life and future

Tetapi do not take our freedom for granted. Kemerdekaan bukanlah sebuah keniscayaan. Ia harus kita rawat terus menerus. Kita harus terus bertanya, minimal setahun sekali, sampai di mana perjalanan kita, dan apa yang telah kita berikan untuk mengisi kemerdekaan negeri kita yang tercinta ini.

Hadirin yang saya muliakan

Saudara-saudara yang saya hormati

Dalam filosofi Penghargaan Achmad Bakrie terkandung sebuah pandangan tentang kehidupan. Dalam dunia yang semakin kompleks ini, manusia tidak boleh kehilangan kepekaan pada keindahan, bahkan terhadap hal-hal sederhana seperti mekarnya setangkai kembang melati, atau, sebagaimana kata penyair Chairil Anwar, terhadap romantisme cinta sekolah rendah yang hidup di sanubari remaja-remaja kita.

Kepekaan pada kehidupan, “rasa” yang tajam pada keindahan, adalah salah satu dimensi kehidupan yang hakiki: It is what makes life worth living, itulah yang membuat kehidupan ini begitu berharga dan penuh rahmat.

Karena itu, lewat Penghargaan Achmad Bakrie, saya berharap bahwa dorongan-dorongan untuk mencipta dan berkarya pada kaum sastrawan kita menjadi lebih besar lagi, agar kita semua, terutama anak-anak serta remaja-remaja kita yang sedang tumbuh, memperoleh inspirasi tentang kehidupan, serta mampu mengerti dimensi-dimensi yang paling subtil, paling halus, dari kehidupan itu sendiri.

Selain pada sesuatu yang indah, hidup dan kehidupan yang utuh juga harus bertumpu pada sesuatu yang benar. Dalam hal inilah peran kaum ilmuwan, dalam segala bidang ilmu, menjadi penting. Ilmu pada dasarnya adalah sebuah metode pencarian kebenaran, baik kebenaran yang bersifat natural, maupun kebenaran yang bersifat sosial dan etis.

Pencarian kebenaran lewat metode keilmuan memang tidak pernah akan berakhir. Tidak ada jawaban besar yang bisa memuaskan segala pertanyaan di segala zaman. Tetapi lewat metode keilmuan, manusia dapat memuaskan dahaganya untuk tahu, untuk mengerti lingkungan sekitarnya, serta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan abadi dalam hidupnya.

Manusia modern tidak boleh terkungkung dalam penjara tradisi. Kita tidak boleh meninggalkan masa lalu, dan sebaliknya kita tidak boleh berhenti hanya pada kebanggaan terhadap masa lalu, tetapi justru harus terus mengembangkan sebuah bangsa dan tradisi yang lebih besar lagi.

Seperti manusia pencari ilmu dalam pengertian Platonik, manusia modern tidak boleh puas berada dalam gelap, di balik tabir dan bayang-bayang, tanpa pernah melihat matahari. Ia ingin mengerti, dan dalam proses mencari pengertian baru itu, ia mengubah lingkungan sekitarnya menjadi lebih baik.

Hadirin yang saya muliakan

Saudara-saudara yang saya hormati

Akhirnya, perkenankanlah saya sekali lagi memberi selamat dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Daniel Murdiyarso, Samsoe’oed Sadjad, S. Yati Soenarto, Daoed Jusuf, Sitor Situmorang, dan Ratno Nuryadi.

Mereka telah menunjukkan dedikasi yang tinggi, berada di jalan yang terkadang sepi dan menyendiri. Negeri kita menjadi sebuah negeri yang lebih kaya dan membanggakan karena kontribusi mereka.

Maju terus negeriku

Dirgahayu Indonesia yang tercinta

Wabillahi taufiq walhidayah

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, 5 Agustus 2010

Hadiah Nobel Juga Pernah Ditolak

Pada tahun 2001 saya bertemu Saudara Rizal Mallarangeng yang baru pulang sekolah di Amerika. Kami berbincang di rumah. Saya saat itu baru bangkit dari kebangkrutan akibat krisis 1998. Pada tahun 2001, kami baru bisa melangkah lagi.

Saat itu, saya yang bergelar S1 tidak mempunyai pengetahuan yang banyak. Saya katakan pada Rizal, “Saya tantang kamu bikin satu institusi. Institusi yang isinya orang-orang pandai. Saya kan bukan orang pandai. Orang-orang yang pandai untuk memikirkan beberapa hal yang berguna bagi bangsa ini”.

Kita mesti berbicara mengenai demokrasi. Kita harus bicara mengenai nasionalisme, dan kita harus bicara mengenai ekonomi global dan pasar bebas. Yang semuanya itu bisa dibilang bertentangan tapi bisa dikatakan saling mendukung.

Saya bilang pada Rizal, saya akan membantu mendanai institusi ini. Lalu saya dikenalkan beberapa orang pandai. Anak-anak muda yang pendidikannya lebih tinggi dari saya, S3 dan sebagainya. Kami berdiskusi. Pertanyaan mereka adalah, “Apakah institusi ini akan dikontrol oleh Pak Aburizal?” Saya katakan, “Bagaimana saya bisa mengontrol sebuah institusi yang semua anggotanya PhD. Saya hanya berikan dukungan agar semua bergerak.”

Kemudian berdirilah Freedom Institute. Lembaga ini membuat penelitian, tulisan-tulisan dan sebagainya. Saya senang bangga anak-anak muda mempunyai dedikasi yang baik. Kemudian datang para scholars dari luar negeri. Waktu itu kantor Freedom masih di Jalan Irian, Menteng.

Dua tahun kemudian saya katakan, “Cel (Celli, nama panggilan Rizal) negara ini mempunyai orang-orang yang mempunyai prestasi besar, orang-orang yang dalam bidang keilmuannya masing-masing mempunyai prestasi besar. Kenapa kita tidak bikin suatu penghargaan? Sebuah penghargaan yang diberikan kepada orang-orang yang memiliki dedikasi tinggi pada negeri ini.

Saya tidak punya maksud apa-apa. Saya mempunyai idealisme bahwa negeri ini harus maju. Untuk maju, harus memberitahu kepada yang muda, bahwa orang-orang yang berdedikasi tinggi dan berprestasi bisa mendapat penghargaan. Maka mulailah pada tahun 2003 Penghargaan Achmad Bakrie pertama. Sekarang sudah Penghargaan Achmad Bakrie ke-8. Kita mulai dengan penghargaan di bidang sosial, budaya serta sastra. Kemudian terus berkembang ke bidang kedokteran, teknologi, dan sebagainya.

Saya bangga, bahwa pada saat ini saya berhadapan dengan orang-orang yang berdedikasi tinggi yang telah memberikan darmabakti dan hidupnya bagi bangsa dan negara. Saya gembira dan bangga, Bapak, Ibu sekalian, adik-adik saya, yang telah memberikan dedikasi dan hidupnya demi kemajuan bangsa ini.

Kita beri contoh bagi yang muda-muda, bahwa uang bukan segala-galanya. Kita beri contoh pada yang muda, bahwa dedikasi yang tinggi pada segala bidang itu juga patut dan layak mendapatkan penghargaan.

Sekarang kita melihat materialism menjadi panutan hidup bagi banyak orang di Indonesia, terutama kalangan anak muda. Penghargaan pada ilmu dan orang berdedikasi sangat kurang. Dengan penghargaan ini, saya mengharapkan ada orang-orang dan anak-anak muda yang akan mengikuti jejak-jejak Ibu Bapak sekalian. Jejak orang-orang yang berdedikasi bagi bangsa ini.

Oleh karena itu, Penghargaan Achmad Bakrie 2010 Kamis besok, 5 Agustus 2010, akan disiarkan langsung agar seluruh Indonesia mengetahui masih banyak orang-orang yang berdedikasi tinggi dan mempunyai prestasi yang berguna bagi bangsa dan negara serta kemanusiaan. Kita siarkan langsung, sehingga semua bisa melihat mengenai hal itu.

Namun, dalam perjalanan Penghargaan Achmad Bakrie, mungkin karena saya dulu businessman dan sekarang menjadi politisi, banyak yang menganggap penghargaan ini bagian dari strategi politik. Mereka lupa bahwa Penghargaan Achmad Bakrie sudah diberikan sejak delapan tahun yang lalu. Ini yang kedelapan, bukan yang pertama. Saya jadi politisi itu baru kemarin.

Tapi saya bangga, ada beberapa orang yang menolak penghargaan ini. Hadiah Nobel juga pernah mendapat penolakan, saat Jean Paul Sartre pada 1964 menolak penghargaan prestisius ini. Sartre menolaknya untuk menyuarakan satu aspirasi politik. Tapi saya tetap hargai, tanpa melupakan jasa-jasa mereka.

Saya menghargai dan tetap menghargai jasa-jasa mereka, meskipun menolak atau mengembalikannya. Saya menganggap penghargaan ini dipakai oleh mereka yang menolak, seperti juga Sartre menolak Nobel, untuk menyuarakan aspirasi politik.

Ke depan kita bisa melihat anak-anak muda yang akan mengikuti jejak Bapak Ibu sekalian. Kita akan melihat orang Indonesia yang terkenal di dunia. Yayasan Achmad Bakrie telah memberikan beasiswa ke Amerika, Jerman dan universitas dalam negeri. Sholarship ini kita berikan terutama kepada anak-anak muda.

Di samping itu, bapak-ibu membaca di media mengenai Bakrie Chair for Southeast Asia yang diluncurkan di Carnegie Endowment di Washington, DC. Kemudian setelah itu akan kita adakan di Canberra, Singapura dan Beijing. Ini untuk memberikan kontribusi pemikiran daerah-daerah itu tentang pentingnya Southeast Asia bagi dunia internasional.

Untuk mendidik anak-anak muda mengenyam pendidikan tinggi, kita mendirikan Bakrie Fellowship. Kami memberikan Bakrie Fellowship tahun 2010 ini untuk pendidikan S2 dan S3 dan beberapa pendidikan di luar negeri. Harvard University, Stanford University, Nanyang University, University of Melbourne dan 10 universitas di Indonesia. Saat ini yang sudah ditandatangani kerjasama dengan IPB dan ITB.

Yang ada pada kami di keluarga Bakrie adalah semata keinginan untuk menghargai pendidikan dan menghargai negara ini. Ayah saya, Achmad Bakrie, selalu mengatakan tanpa freedom, tanpa kemerdekaan, kita tidak bisa apa-apa. Kemerdekaan memberikan harapan, dan harapan memberikan cita-cita, memberikan kesempatan. Ini yang kami percayai. Karena itulah, kepada saudara-saudara yang diberikan penghargaan saya mengucapkan terimakasih. Terimakasih atas jasa-jasa Bapak Ibu sekalian bagi bangsa negara dan kemanusiaan.

Saya terus terang bangga. Saya merasa sebagai S1 saya tidak bisa apa-apa. Saya pasti tidak bisa seperti Bapak Ibu sekalian. Tapi saya menghargai, dan saya harapkan suatu saat kita akan melihat pemenang-pemenang Nobel dari Indonesia. Untuk Freedom Institute, terus berikan penghargaan kepada mereka yang berprestasi dan memajukan Bangsa ini.

Karya Nyata untuk Kemandirian Bangsa

Pidato pada Pembukaan Musyawarah Besar Ormas MKGR ke VII. Surabaya, 2 AGUSTUS 2010

Ketua Umum DPP ORMAS MKGR, Saudara Priyo Budi Santoso dan seluruh Pengurus DPP ORMAS MKGR

Ketua Dewan Pertimbangan Pusat ORMAS MKGR, Bapak H. Irsyad Sudiro

Para peserta Musyarawarah Besar ke VII ORMAS MKGR Se-Indonesia

Para hadirin sekalian yang saya hormati

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadlirat Allah Swt atas kendak-Nya kita sama-sama bisa menghadiri acara Musyarawarah Besar ke VII ORMAS MKGR yang diselenggarakan di Surabaya, Jawa Timur ini.

Saya merasa berbahagia dapat hadir di tengah-tengah Bapak dan Ibu sekalian peserta Musyawarah Besar VII ORMAS Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR). MUBES ini merupakan forum yang sangat penting dan strategis bagi ORMAS MKGR dalam melakukan konsolidasi organisasi, melakukan evaluasi, menyusun progam kerja dan mengambil keputusan-keputusan organisasi yang akan dijalankan selama lima tahun ke depan. Saya berharap MUBES ke – VII ini dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang berguna dan bermanfaat, tidak hanya buat ORMAS MKGR sendiri, namun juga bagi Partai GOLKAR dan Bangsa Indonesia.

Bapak dan Ibu Saudara Sekalian Peserta MUBES MKGR

Keberadaan ORMAS MKGR bagi Partai Golongan Karya sangatlah penting dan strategis. ORMAS MKGR merupakan salah satu pendiri utama Golongan Karya atau yang kita kenal dengan KINO, selain KOSGORO 1957 dan SOKSI yang hingga saat ini kiprahnya masih aktif memberikan kontribusi pada perkembangan Partai GOLKAR. Secara historis dan ideologis ORMAS MKGR tidak dapat dipisahkan dengan Golongan Karya. ORMAS MKGR merupakan salah satu pilar utama Partai GOLKAR. Semakin besar dan tangguh keberadaan ORMAS MKGR semakin kuat dan tanguh pula Partai GOLKAR.

Menyadari akan pentingnya keberadaan ORMAS, maka DPP Partai GOLKAR di bawah kepeminpinan saya, secara khusus membentuk bidang khusus yang menangani Kerjasama dengan Organisasi Kemasyarakatan. Bidang ini telah menyusun berbagai kebijakan yang terkait dengan pola kerjasama dan mekanisme hubungan antara ORMAS dan Partai GOLKAR yang meliputi Sistem Kaderisasi, penyaluran aspirasi ORMAS, Pelaksanaan program kerja, Rekruitmen kepemimpinan dan hal-hal lain yang kami anggap sangat penting dan strategis.

Dengan kerjasama yang erat antara Partai GOLKAR dengan ORMAS, hal ini dapat menjadi kekuatan yang sinergis untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama. Tujuan dan cita-cita Partai GOLKAR dan ORMAS MKGR memiliki kesamaan, karena memang Partai GOLKAR dilahirkan salah satunya oleh Organisasi Kemasyarakatan MKGR. Saya berharap ORMAS MKGR juga dapat bersama-sama dengan Partai GOLKAR mensukseskan CATUR SUKSES Partai GOLKAR yaitu Sukses Konsolidasi dan Pengembangan Partai GOLKAR; Sukses Kaderisasi dan Regenerasi; Sukses Kemandirian, Demokrasi dan Pembangunan yang Berkesejahteraan; dan Sukses Pemilu Kada 2009-2014 serta Pemilu 2014.

Bapak dan Ibu Saudara Sekalian Peserta MUBES MKGR

Tujuan dan cita-cita demikian sebenarnya bukanlah demi Golkar semata, tetapi demi kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan Indonesia. Sebagai partai politik, Golkar harus memiliki kekuasaan yang memadai, yang diperoleh lewat cara-cara demokratis, agar Golkar dapat menjadi garda terdepan yang menjamin pencapaian kepentingan Indonesia. Tanpa kekuasaan yang memadai, kita hanya akan menjadi catatan kaki, dan Indonesia akan diatur dan diarahkan ke tujuan-tujuan yang mungkin berseberangan dengan ideal dan cita-cita kita.

Karena itulah, saya mengajak kita semua untuk tidak pernah lengah, untuk terus mempersiapkan diri dan mengikuti proses perkembangan sosial politik di panggung nasional. Bahkan manakala perlu, jika kondisi dan isu yang ada memang menghendakinya, kita harus berani bersikap, memperlihatkan jalan yang benar, serta mengajak masyarakat untuk mendukung kebijakan yang kita anggap baik.

Salah satu contohnya sekarang ini adalah perkembangan isu dan persoalan di seputar lembaga KPK serta lembaga Satgas Hukum dan Pemberantasan Mafia Korupsi. Begitu simpang siurnya pemberitaan dan opini akhir-akhir di seputar kedua institusi ekstra tersebut menunjukkan bahwa masih ada sesuatu yang keliru dalam pelembagaan peran dan fungsi penegakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Dalam situasi normal, seharusnya kita tidak membutuhkan KPK atau satgas apapun. Seharusnya semua urusan penegakan hukum, termasuk pemberantasan korupsi dan mafia, diatasi oleh lembaga-lembaga yang formal yang ada, seperti kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Negara sudah menggaji begitu banyak polisi, jaksa, dan hakim untuk melakukan tugas mereka.

Tapi realitas berkata lain, dan masyarakat rupanya mengganggap bahwa kondisi penegakan hukum sekarang belum berada dalam zaman normal. Begitu banyak kelemahan, kekurangan dan penyimpangan yang terjadi.

Karena itulah, lewat konsensus nasional di parlemen dan di eksekutif, maka dilahirkanlah lembaga-lembaga ekstra yang bersifat temporer, seperti KPK dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Tugas mereka diatur secara spesifik, tidak bersifat umum, dan dengan kewenangan bukan tak terbatas.

Agar lembaga-lembaga ekstra tersebut suskes memainkan perannya, seperti yang terjadi di Hongkong, maka dibutuhkan beberapa prasyarat. Yang terpenting di antaranya adalah kredibilitas, kapabilitas, serta keberanian tokoh-tokoh yang dipilih menduduki posisi di lembaga tersebut. Mereka dituntut untuk mampu memainkan peran secara efektif, bukan dengan menciptakan banyak kontroversi, pertengkaran yang tidak perlu, apalagi menggunakan kewenangan secara brutal untuk tujuan-tujuan yang bersifat pribadi, serta menggunakan media dan opini publik untuk mengubah diri menjadi selebriti dan media darling.

Jika itu semua terjadi, maka raison d’etre, alasan kehadiran kedua lembaga ekstra tersebut kemudian akan dipertanyakan oleh banyak orang. Sayangnya, pada tingkat tertentu, gejala itulah yang akhir-akhir terjadi.

Karena itu, Golkar sekarang harus berkata, mari kita bersikap arief, melihat kembali potret besar insititusi penegakan hukum kita, pelembagaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa yang ada dan riil kita miliki. Kita membutuhkan KPK dan Satgas untuk membangkitkan dan menjaga harapan. Tetapi jika yang kita dapati adalah polemik dan pertukaran kontroversi terus menerus, maka harus ada suatu sikap yang jelas. Apakah kita harus melakukan revisi total dari cara kita selama ini, atau kita tetap melakukan perbaikan-perbaikan seperlunya, doing more or less the same?

Pertanyaan itulah yang mendesak untuk kita jawab sekarang. Dan Golkar, atau pun juga MKGR, tidak boleh memandangnya secara sambil lalu. Hukum adalah tiangnya negara, dan penegakan hukum serta pemerintahan yang bersih adalah the leitmotif dari Republik Indonesia. Sukses atau tidaknya republik kita di masa-masa mendatang salah satunya ditentukan oleh seberapa baiknya kita menjawab persoalan dan pertanyaan tersebut.

Bapak dan Ibu Saudara Sekalian Peserta MUBES MKGR

Dalam kehidupan demokrasi, salah satu pilar utamanya adalah partai politik. Partai politik merupakan institusi yang berfungsi sebagai wadah perjuangan penyaluran aspirasi rakyat dan melakukan pendidikan politik bagi masyarakat. Partai politik juga berperan sebagai wadah rekruitmen pemimpin-pemimpin bangsa. Namun, partai politik tidak bisa berjuang sendiri untuk menjalankan peran-peran tersebut. Dibutuhkan dukungan dari seluruh komponen masyarakat untuk mewujudkan peran mulianya tersebut.

Disinilah pentingnya ORMAS sebagai kekuatan masyarakat madani atau civil society untuk ikut serta berpasrtisipasi aktif dalam mewujudkan demokrasi yang berkesejahteraan. Partai politik, termasuk Partai GOLKAR memiliki keterbatasan dalam memerankan kiprahnya dalam kehidupan bermasyarakat karena aturan-aturan yang membatasinya.

Saya berharap ORMAS MKGR dapat berperan menjadi kekuatan yang dapat melakukan karya-karya nyata di masyarakat. Membangun bangsa tidak hanya terbatas dengan kekuasaan semata, tetapi dibutuhkan juga munculnya inisiatif, inovasi dan kreativitas dalam masyarakat. Sehingga dengan begitu akan lahir kemandirian masyarakat yang pada gilirannya dapat mewujudkan kemandirian bangsa.

Memang kemandirian itu tidak bisa diminta-minta dan tidak pula ada pihak yang secara sukarela memberikan kemandirian tersebut. Mewujudkan kemandirian itupun harus dengan arah yang jelas sesuai dengan jati diri bangsa, seperti kemandirian ekonomi, kemandirian politik dan kemandirian budaya. Oleh karena itu, kemandirian harus tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dan inipulah yang menjadi komitmen perjuangan Partai Golongan Karya.

Bapak dan Ibu Saudara Sekalian Peserta MUBES MKGR

Sekali lagi saya berharap kepada ORMAS MKGR, melalui Musyawarah Besar yang Ke-VII ini, untuk dapat merumuskan berbagai program-program yang dapat membangun kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. Saya percaya dengan kader-kadernya yang tersebar di seluruh Indonesia, ORMAS MKGR dapat mewujudkan harapan yang saya sampaikan.

Akhirul Kalam, saya mengucapkan selamat mengikuti MUBES ORMAS MKGR kepada seluruh peserta MUBES. Semoga acara MUBES ORMAS MKGR dapat berlangsung dengan sukses dan lancar. Demikian, atas perhatiannya haturkan terimakasih. Dengan pembacaan BISMILLAH saya buka acara MUSYAWARAH BESAR ORMAS MKGR ini dengan resmi.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Memimpin Adalah Memilih

Selama ini banyak orang bertanya kepada saya mengenai kiat menjadi pengusaha sukses. Dalam berbagai forum, mereka bertanya bagaimana memulai usaha, dengan maupun tanpa modal. Pengalaman saya jatuh bangun membangun usaha sudah saya singgung dalam sejumlah tulisan di blog ini.

Selain kiat menjadi pengusaha, banyak yang bertanya kepada saya mengenai kepemimpinan. Kepemimpinan, pada dasarnya mempunyai pola yang sama, baik memimpin dunia usaha maupun memimpin negara. Hanya perlu improvisasi di sana-sini.

Dalam kepemimpinan, saya menyukai ungkapan mantan Presiden Perancis Charles de Gaulle. Dia mengatakan “to govern is to choose”, memerintah adalah memilih. Artinya, seorang pemimpin harus mampu mengambil keputusan atas pilihannya.

Dalam bisnis seorang pemimpin perusahaan harus bisa memilih mana yang akan dijalankan perusahaannya. Demikian pula dalam kepemimpinan negara, dibutuhkan kemampuan kepala negara untuk mengambil keputusan tepat dan berani. Memilih dan mengambil keputusan ini penting, sebab pilihan pemimpin akan menentukan masa depannya.

Memilih bagi seorang pemimpin berarti pemimpin telah mengambil keputusan mana yang diambil dari alternatif yang ada. Bukannya malah memberi alternatif untuk diputuskan bawahannya, tapi dia harus memutuskan dan berani mempertahankan keputusannya.

Tentu tidak semua orang suka dengan keputusan yang diambil. Tidak mungkin semua senang, pasti ada yang tidak senang. Karena itu dibutuhkan keberanian untuk mengambil keputusan dan harus berani mengambil resiko dari keputusan kita. Pemimpin tidak boleh ragu-ragu atau bimbang.

Untuk bisa mengambil keputusan dengan baik, seorang pemimpin negara harus memiliki pengetahuan semua permasalahan. Tentu hanya perlu mengetahui secara umum, secara garis besar saja, dan tidak perlu tahu detail dan teknis. Misalnya jika seorang presiden, dia tidak perlu tahu cara menanam padi, tapi presiden harus tahu padi perlu ditanam dengan metode yang modern, agar kebutuhan padi tercukupi.

Meski demikian seorang pemimpin juga harus mengerti perkembangan terakhir. Kita ambil contoh seorang presiden, dia harus memahami perkembangan terkini tidak hanya di dalam, namun juga di luar negeri. Misalnya di ASEAN, bagaimana sikap Indonesia terhadap Myanmar, terhadap Iran, dan lain-lain. Ini penting agar kita bisa memilih bersikap. Sehingga bisa berdiri sendiri tapi dihormati oleh negara lain. Mungkin teknisnya menteri luar negeri, tapi kita juga perlu tahu secara garis besar.

Hal yang sama juga berlaku untuk masalah ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Intinya seorang pemimpin harus memiliki visi secara garis besar untuk memerintah dan mengatasi masalah bangsa.

Menjadi seorang pemimpin harus mampu menjadi pemimpin semua pihak. Jika dalam kehidupan bernegara, pemimpin negara berarti menjadi pemimpin seluruh warga negara. Karena itu pemimpin harus memiliki dukungan yang kuat. Dukungan kuat dapat diperoleh jika dia merangkul hati rakyat. Pemimpin juga harus merangkul semua golongan.

Kalau pemimpin hanya mewakili satu golongan, atau satu daerah, maka dia sulit diterima, dan tidak akan mendapat dukungan yang luas. Maka pemimpin haruslah sosok yang bisa membangun kerjasama dengan orang dari kalangan berbeda-beda; beda agama, beda daerah, dan sebagainya. Jika kita lakukan itu, kita akan populer dan orang akan memilih kita.

Dalam memimpin, seorang pemimpin juga harus menegaskan perannya sebagai pimpinan tunggal. Dalam satu negara, sama halnya dalam suatu perusahaan, tidak boleh ada dua matahari. Di tata surya saja cuma ada satu matahari. Maka dalam semua organisasi harus ada satu pemimpin, tidak bisa ada pemimpin kembar yang bisa membuat jalannya kepemimpinan terganggu.

Mari kita tengok sejarah kepemimpinan di Indonesia. Negara ini pada dasarnya masih berproses untuk melahirkan kepemimpinan bangsa yang ideal. Beda dengan Amerika Serikat yang sudah ratusan tahun merdeka, Indonesia baru merdeka pada tahun 1945. Jika dibandingkan, tentu kalah jauh.

Dalam sejarah kepemimpinan Indonesia, saya lihat ada dua tipe pemimpin. Pertama jenis pemimpin dari tokoh pemikir, yang kedua jenis pemimpin dari tokoh aktivis, tokoh yang bergerak di lapangan.

Pada kepemimpinan pertama setelah kemerdekaan dua jenis ini bergabung. Tokoh pemikir ada pada Bung Hatta dan tokoh pergerakan pada Bung Karno. Kepemimpinan pertama ini melakukan hal yang sangat penting dalam membangun semangat kebangsaan, membangun semangat persatuan dan kesatuan dari republik atau nation.

Ini sangat penting dalam sebuah negara atau organisasi bagaimana kita membangun semangat persatuan dan kesatuan di dalamnya. Yang anggotanya adalah rakyat, rakyat mau bersatu, rakyat mau bersama dalam NKRI.

Kepemimpinan tentu berbeda dalam setiap masa. Masa kini atau mendatang tentu berbeda dengan masa awal negara ini ada. Lihat saja saat ini, arus globalisasi dan teknologi informasi begitu cepat. Dari satu tempat kita bisa tahu apa yang terjadi di tempat lain, di luar negeri, bahkan di gunung pun kalau ada internet kita bisa tahu informasi dunia luar. Semua bisa memantau apa yang terjadi.

Di era demokrasi seperti saat ini, pemimpin tidak bisa lagi melakukan instruksi semena-mena, dia tidak bisa lagi menangkap atau memenjarakan orang yang tak sejalan dengannya. Dia hanya bisa meyakinkan pada rakyat bahwa kebijakan yang diambilnya adalah benar.

Demokrasi akan terus bersama kita. Jangan heran bila demonstrasi akan terus ada. Televisi atau media yang mengritik pemerintah juga akan selalu ada. Karena itu, pemerintah harus mengerti apa kemauan rakyat. Pemimpin harus membuktikan dan meyakinkan dia mensejahterakan rakyat.

Untuk meyakinkan rakyat, pemimpin harus bisa memberi harapan dan memenuhi harapan rakyat. Pemimpin harus bisa mengambil hati rakyat. Karena itu Partai Golkar yang saya pimpin memakai slogan “Suara Golkar, Suara Rakyat”.

Dalam memimpin kita harus mendekati dan menyelami apa yang dibutuhkan rakyat. Kita harus dekat dan memperhatikan mereka. Tidak bisa hanya saat menjelang pemilu baru memperhatikan mereka. Setelah mengetahui keinginan rakyat, kita mampu memilih kebijakan apa yang tepat untuk mensejahterakan mereka.

Soal Golkar dan Tikus

Akhir-akhir ini ramai pemberitaan Partai Golkar dan analogi tikus. Wacana tikus ini muncul dari pemberitaan di media yang mengutip pidato saya saat membuka Rapat Koordinasi Partai Golkar Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (NTB) di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Minggu, 4 Juli 2010 lalu.

Saya tidak menduga analogi tikus ini menjadi wacana sangat ramai. Dalam pemberitaan dan tanggapan dari berbagai pihak, tergambar seolah-olah saya meminta supaya kader Partai Golkar menjadi seperti tikus yang selama ini identik dengan simbol koruptor. Nah, melalui blog ini saya ingin menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya.

Bila Anda mendengar pidato saya secara langsung saat itu, pasti tidak akan menangkap kesan negatif soal tikus. Sebenarnya saat itu saya justru bermaksud memotivasi kader Golkar bahwa dalam berjuang di berbagai bidang, termasuk politik, ada tiga prinsip untuk sukses. Prinsip yang pertama berfikir cerdas, kedua bekerja keras, dan yang ketiga kita bermain taktis.

Saya katakan pada mereka, ini prinsip perjuangan dalam hidup saya, dan sudah terbukti banyak membawa keberhasilan. Maka saya ingin kader Golkar mengamalkan tiga prinsip tersebut. Nah, dalam kaitan politik dan pemenangan Pemilu atau Pilkada yang dibahas dalam Rakornis itu saya meminta prinsip bermain taktis itu harus dijalankan.

Maka saya pun menjelaskan apa yang saya maksudkan dengan ‘bermain taktis.’ Agar mudah dipahami, saya memakai analogi tikus. Karena kebetulan hewan itu menurut saya memiliki sifat taktis. Analogi itu diajarkan ayah saya sewaktu Beliau masih hidup, untuk menjelaskan pentingnya sikap taktis dalam berbisnis.

Saat itu saya katakan pada kader Golkar begini: “Dalam bermain kita harus taktis. Jangan dalam bermain itu kita gigit terus. Saya ingin menyampaikan satu hal yang penting yang disampaikan saat ayah saya masih hidup. Ayah saya mengatakan hidup itu meski memakai ilmu tikus. Katanya kalau dia tidur di bale-bale, pagi-pagi kaus kakinya sudah bolong, bagian jempolnya bolong digigit tikus, tapi tidak terasa. Kenapa begitu? Karena tikus itu sebelum menggigit dia mengendus dulu, lalu digigit sedikit. Endus lagi, gigit sedikit lagi. Terus begitu. Kalau dia langsung menggigit, dia langsung dipentung mati. Saya kira Partai Golkar juga mesti begitu,”.

Itulah yang saya katakan pada waktu itu. Kebetulan saya ada rekamannya. Rupanya dalam pemberitaan hanya disampaikan sepenggal-penggal saja. Seolah saya meminta supaya kader Golkar mencontoh tikus yang diidentikkan dengan koruptor. Padahal yang saya maksud bukan sifat tikus yang rakus, tapi sifatnya yang taktis.

Soal menggigit, yang saya maksud adalah saat saling serang di pilkada atau politik, hendaknya kita melakukannya secara santun. Dengan demikian serangan tidak terasa menyakitkan dan tidak menimbulkan perpecahan.

Menganggap tikus jelek itu adalah persepsi. Semua mahluk diciptakan Allah dengan kekurangan dan kelebihan. Dari mereka kita selalu bisa belajar hal-hal positif yang ada pada perilaku mereka. Itu yang selama ini saya lakukan.

Makanya soal analogi atau filosofi, saya punya banyak. Bukan cuma tikus. Dalam berbagai hal, juga di hadapan kader Golkar, saya sering mengajarkan filosofi melalui analogi hewan atau tumbuhan. Misalnya saya sering memakai analogi kepiting untuk menganalogikan persaingan internal terkait pilkada.

Dalam pidato saya di daerah, saya selalu mengatakan janganlah kita seperti kepiting. Kalau lima kepiting kita taruh di baskom, mereka akan berusaha naik dan lari. Tapi biasanya kalau ada satu yang naik, di bawah empat kepiting yang lain menarik temannya supaya gagal naik. Dalam persaingan internal menuju pilkada juga sering begitu. Satu calon dihambat yang lain karena iri. Maka saya minta agar mereka tidak begitu, tidak memakai cara kepiting. Mereka harus fair dan harus mendukung calon yang sudah diputuskan partai.

Selain itu, saya juga memiliki filosofi hidup seperti pohon dan rumput. Dalam berbagai pidato saya saya juga sering mengatakannya. Jika kita perhatikan sebuah pohon, semakin tinggi dia tumbuh, maka semakin besar angin yang menerpanya. Demikian pula dalam perjuangan, baik dalam hidup maupun dalam politik, semakin kita menanjak maka akan semakin besar gangguan dan rintangan.

Kepada kader Golkar dan siapapun yang mendengar pidato saya, saya selalu mengatakan agar kuat menghadapi rintangan dan cobaan. Kalau kita memegang filosofi itu, maka kita akan melihat rintangan itu sebagai sesuatu yang wajar dan harus dihadapi. Kita tidak boleh lemah dan menyerah dengan rintangan. Karena semakin tinggi posisi kita, semakin besar rintangannya. Kalau kita tidak mau menghadapi rintangan, kalau kita takut dengan cobaan, maka kita tidak pantas ada di posisi tinggi. Kita jangan jadi pohon jika tidak mau diterpa angin kencang, cukup jadi rumput saja.

Rumput menempati tempat yang rendah. Tentu saja angin yang menerpa rumput tak sebesar angin yang menerpa pohon yang tinggi. Tapi ingat, siap jadi rumput juga harus siap dengan konsekuensinya, yaitu diinjak-injak orang.

Analogi hewan dan tumbuhan itu sering sekali saya katakan di mana-mana. Maksudnya tidak lain selain untuk memotivasi kader saya dan siapa saja. Jika kemudian ada persepsi lain, atau ada persepsi negatif yang sengaja dibangun dan dibuat untuk menyerang saya, itu wajar saja. Saya biasa menghadapi serangan-serangan seperti itu. Semua itu saya anggap angin yang menerpa pohon. Makin tinggi pohon, makin kencang anginnya.

Tetap Optimis di Tengah Krisis

Pidato Motivasi pada Jambore Karya Tunas Nusantara (KTN). Sumedang, Jawa Barat, 2 Juli 2010

Saya merasa bangga pada malam ini, sebab saya bisa bertatap muka dengan generasi muda Indonesia yang telah membangun karya dan membangun prestasi yang mulai menonjol dalam berbagai aspek kehidupan. Setiap kali saya bertemu dengan generasi muda berprestasi, semangat dan gairah saya lalu bangkit kembali. Demikian juga, setiap kali bertemu dengan generasi muda, selalu diingatkan kembali bahwa Indonesia dan negeri yang penuh potensi, dengan harapan-harapan yang besar di masa-masa mendatang.

Kalian semua berada di sini adalah tunas-tunas dari Nusantara ini, tunas-tunas bangsa kita yang telah mulai berkarya. Kalian adalah bagian dari generasi muda yang terpilih dan telah menunjukkan satu potensi yang besar dalam membangun negeri yang sangat kita cintai ini. Dalam usia yang muda, hidup masih panjang, masih terbentang. Jangan sia-siakan waktu! Nikmatilah kehidupan. Hidup adalah rahmat. Karena itu, selamilah sedalam-dalamnya lika-liku yang akan saudara alami.

Usia muda juga identik dengan satu semangat eksplorasi, semangat untuk mencoba sesuatu yang baru, keinginan untuk mencari-menemukan esensi kehidupan itu sendiri. Pada kesempatan ini, kalau ada yang bisa saya katakan, yang mungkin akan saya garis bawahi adalah harapan itu ada.

Saudara-saudara, anak-anak dan adik-adikku sekalian harus penuh dengan optimisme untuk menjadi manusia yang terus membuka harapan, menjadi manusia yang terus optimistis melihat masa depan. Kita tidak boleh takut pada masa depan. Betapa pun masa depan, tantangan-tantangan kita, persoalan-persoalan yang membentang di masa depan, kita tidak boleh takut.

Beranilah menghadapi persoalan dan jangan mudah mengeluh atau pun putus asa. Kemajuan suatu bangsa tidak ditentukan oleh emas atau pun harta tersembunyi lainnya. Kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh kualitas manusianya.

Anak-anak dan adik-adikku sekalian adalah pemimpin-pemimpin bangsa masa depan. Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh otak dan hatinya. Otaknya harus cerdas dan kreatif. Hati dan jiwanya harus tegar. Saudara-saudara tidak boleh menyerah, harus tahan banting dan senantiasa melihat aspek-aspek positif dalam perjalanan kehidupan.

Memang, perjalanan hidup tidak selalu berjalan lurus. Terkadang kita menghadapi berbagai persoalan, berbagai tantangan maupun krisis. Kita harus menjadi bangsa yang tangguh. Kita harus mampu menghadapi menghadapi segala persoalan dengan kepala tegak. Saudara-saudara harus berani menghadapi persoalan dengan kepala tegak.

Kalau kita jatuh-terpuruk, kita harus mampu bangkit kembali dan tumbuh lebih baik lagi dari sebelumnya. Jatuh, bangun lagi. Jatuh, bangkit lagi. Dengan begitu, kita akan menjadi teruji, ditempa oleh hidup dan kehidupan, untuk menjadi satu manusia dan bangsa yang tangguh.

Saya memberikan kata-kata ini untuk anak-anak dan adik-adikku sekalian, bahwa bangsa ini adalah bangsa besar, bangsa ini adalah bangsa yang punya harapan, bangsa ini adalah bangsa yang mudah pecah.

Saudara-saudara sekalian, mereka yang tidak pernah mengalami pahitnya sebuah kegagalan tidak akan mengerti manisnya keberhasilan. Hanya dengan kualias seperti itu, kita semua akan mampu menjadi bangsa maju yang bisa bersaing dengan bangsa-bangsa maju lainnya.

Kalau kita baca koran, menonton televisi, berita atau pun ulasan, sering yang kita lihat dan kita dengar, umumnya adalah peristiwa-peristiwan dan komentar-komentar negatif. Kita lihat, misal pembunuhan, kereta api tabrakan, demonstrasi, korupsi dan sebagainya. Seolah-olah semua masa depan suram. Kita lihat televisi dan koran bahwa negara kita begitu banyak persoalan. Begitu banyak pelanggaran hukum, korupsi dan malapetaka. Bagi pers, hal itu tentu menjadi news: bad news is good news; peristiwa buruk ada berita baik.

Juga kita lihat di berbagai media, hampir semua orang mengeluh, mencari sisi yang negatif, saling mengeritik, mengejek dan menegasikan satu dengan lainnya. Begitu banyak keluhan. Begitu banyak suara-suara yang mengajak kita untuk melihat sisi yang kelam dari kehidupan ini.

Saya tidak ingin mengatakan bahwa media massa harus memuat yang baik-baik saja, tetapi perimbangan rasanya sudah terlalu ekstrim, yang pada akhirnya memberi kesan pada kita semua, pada generasi muda bahwa seolah-olah Indonesia sudah kehilangan harapan. Seolah-olah Indonesia adalah sebuah negeri yang sudah rusak dari dalam, tanpa kemungkina untuk maju dan berkembang.

Kepada generasi muda seperti anak-anak dan adik-adik sekalian yang hadir di sini, saya mengimbau agar kalian menolak dan tidak larut dalam pesimisme dan negativisme yang seperti itu. Buktikanlah bahwa di balik begitu banyak persoalan yang ada bahwa Indonesia adalah satu negeri yang penuh harapan, sebuah negeri yang menjadi tumpuan harapan yang kita cintai bersama, kita cinta Indonesia.

Kaum yang pemimis, pada 10-15 tahun yang lalu, menyatakan dan meramalkan bahwa Indonesia akan hancur, gagal atau pecah berkeping-keping. Saat kita memulai reformasi pada 1998, banyak orang yang meramalkan –di dalam dan di luar negeri—bahwa Indonesia akan menyusul Yugoslavia dan Uni Soviet, menjadi bangsa yang terpecah-pecah oleh konflik-konflik separatisme dan sektarianisme.

Apa kenyataannya? Kita masih menjadi bangsa yang utuh, yakni bangsa Indonesia. Kita tidak terpecah-belah. Setelah sekian lama hancur, kita bukannya hancur, malahan demokrasi kita tumbuh dengan baik, semakin baik dan tumbuh dengan mengejutkan banyak orang di dunia ini.

Contoh pesimisme lainnya bisa kita lihat saat penjajahan Belanda, sejak awal ke-20. Kaum elite Belanda dan sebagian kaum elite pribumi beranggapan bahwa Indonesia tidak akan mampu merdeka, tidak mampu berdiri sendiri, belum siap luar-dalam untuk mengelola kebebasannya sendiri. Kita bersyukur bahwa tokoh-tokoh bangsa kita dan pejuang-pejuang kemerdekaan kita tidak larut dalam pesimisme seperti itu.

Mereka pada umumnya adalah anak-anak muda, seperti kalian semua, yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Soekarno berjuang mulai usia pertengahan 20-an. Hatta dan Sjahrir malah lebih muda lagi. Mereka menolak pesimisme. Menjauhi negativisme.

Sebaliknya, mereka aktif seperti saudara-saudara sekalian. Mereka bersemangat seperti anak-anaku dan adik-adikku sekalian, yakin dalam melangkah, meraih cita-cita, yang waktu itu dianggap tidak mungkin. Banyak yang menganggap bahwa kemerdekaan Indonesia tidak mungkin terjadi, atau belum saatnya terjadi. Mereka menolak semua itu. Tokoh-tokoh muda kebangsaan kita menggantungkan cita-cita setinggi langit. Bekerja sungguh-sungguh untuk mewujudkan cita-cita tersebut, apa pun tantangan dan risiko yang ada di depan mereka.

Hidup terkadang harus menghadapi satu risiko yang besar. Cita-cita yang tinggi. Padangan yang optimistis. Itu yang saya harapkan dari kalian semua. Elemen kehidupan yang saya harapkan dari kalian semua. Tidak tanpa risiko. Tidak ada langkah yang tidak mengandung risiko, tidak ada langkah yang tidak mengandung persoalan, bahkan pengorbanan sendiri.

Tetapi, jangan berhenti melangkah karena ada risiko besar yang menghadang. Jangan berhenti bermimpi dan bercita-cita yang tinggi hanya karena perjalanan untuk mencapainya begitu sulit, hampir tidak mungkin dicapai, atau karena pertaruhan dan pengorbanannya begitu besar.

Kita belajar dari sejarah. Lihatlah pengorbanan yang harus ditanggung oleh tokoh-tokoh bangsa kita. Dr Tjipto Mangunkusumo mengorbankan kariernya yang cemerlang dalam pemerintahan colonial. Karena perjuangannya, . Dr Tjipto dibuang dan diasingkan ke sebuah pulau kecil yang terpencil di Jawa Timur, di pulau Bandanera.

Selama 12 tahun ia melewati hari-hari yang sepi, terasing dari di pulau itu. Itulah pengorbanan yang tidak kecil. “Itulah harga dari sebuah keyakinan.” Kalau kita yakin bahwa kita bisa bangkit, percayalah, kita memang bisa bangkit. Pengorbanan harus terus ada.

Soekarno dan Hatta juga demikian. Soekarno dibuang dan diasingkan selama 14 tahun. Hatta diasingkan ke Boven Digoel, tanah merah yang penuh malaria, di tengah belantara hutan Papua, yang berbatasan dengan Papua Nugini. Itulah perjuangan. Risikonya besar. Mereka tidak pernah patah, tidak pernah pesimistis dan menyerah. Mereka yakin, mereka terus semangat, mereka terus berjuang, hanya karena tekad dan optimism.

Maka, Indonesia akhirnya meraih kemerdekaan, berdiri di atas kaki sendiri, memutus belenggu penjajahan, yang berabad-abad menjajah kita. Tanpa kemerdekaan, kita semua tidak akan pernah berada di sini. Tanpa kemerdekaan, kita tidak bisa berdiri tegak.

Karena itulah, pada setiap peringatan kemerdekaan 17 Agustus, setiap tahun, kita mengenang pengorbanan, tekad dan semangat seperti itu. Kita merayakan kemerdekaan bukan untuk sekedar mengikuti perayaan, bukan sekedar untuk menjalani tradisi, tetapi untuk mengenang agar kita semua terinspirasi dan termotivasi.

Hidup adalah perjuangan, hidup adalah perbuatan, hidup adalah serangkaian langkah-langkah yang berani, yang harus dijalani dengan penuh semangat dan keyakinan yang teguh serta dengan pandangan jauh ke depan dan terbuka.

Generasi muda sekarang, anak-anak dan adik-adikku sekalian, harus menjadi catatan sejarah kita bukan sekedar etalase peristiwa masa lalu. Jadikan sejarah ini sebagai pelajaran. Jadikan sejarah dan tokoh-tokoh sejarah sebagai sumber inspirasi. Dengan begitu, tokoh-tokoh kebangsaan kita tidak akan pernah mati, tetapi terus hidup di sanubari kaum muda. Semangat, cita-cita dan keteguhan sikap mereka terus membimbing dalam menyusun langkah-langkah kita ke depan.

Setiap jaman memiliki kehendaknya sendiri. Demikian juga setiap generasi memiliki konteks dan tantangannya sendiri. Dr Tjipto, Soekarno, Hatta, Sjahrir dan lain-lain, berjuang demi kemerdekaan politik serta persatuan dan kesatuan bangsa. Itulah tantangan terbesar mereka. Sekarang, anak-anak dan adik-adikku sekalian, dengan perubahan jaman, tantangan terbesar kita adalah kemajuan ekonomi, kompetisi bisnis, kemajuan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi dan sebagainya.

Indonesia sekarang membutuhkan pejuang dan tokoh-tokoh di berbagai bidang; tokoh bisnis, cendekiawan, politikus, negarawan, dan sebagainya, yang mencintai dan berhasil di bidangnya masing-masing.

Saya sudah jauh lebih tua. Saya sudah lebih lama hidup daripada anak-anak dan adik-adikku sekalian yang hadir pada kesempatan ini. Dalam hal beberapa pengalaman hidup saya, walau pun tidak seheroik tokoh-tokoh kebangsaan kita, juga mengajarkan saya pada satu hal, yakni risiko tidak boleh dan tidak dapat membuat kita takut. Krisis dan kegagalan yang kita hadapi tidak boleh membuat kita pasif dan pesimistis.

Saya pernah mengalami saat yang kelam. Pada 1998, ekonomi Indonesia mengalami krisis yang besar, krisis moneter –yang juga mengimbas pada negeri lainnya. Karena krisis itu, perekonomian bergejolak dan begitu banyak bisnis besar yang tumbang dan bangkrut. Termasuk perusahaan saya bangkrut pada waktu itu.

Secara tiba-tiba pada waktu itu, langit seperti runtuh. Bisnis saya yang selama bertahun-tahun sukses besar, tiba-tiba berhenti dan terancam pada titik yang paling sulit. Utang saya besar dan jauh lebih besar dari aset yang saya miliki. Artinya, harta saya bukan hanya habis, tetapi malah negatif. Saat itu, saya lebih miskin daripada pengemis yang paling miskin sekali pun.

Saat itu, saya memiliki bisnis yang besar, pegawai saya puluhan ribu. Karena krisis itu, saya betul-betul terjepit, terdesak oleh satu kenyataan yang pahit. Untungnya saya tidak kehilangan harapan. Saya tidak larut dalam melankoli krisis. Saya terinspirasi pada sebuah ungkapan klasik: Jangan biarkan dirimu berada di tempat gelap, kalau kita jatuh, jangan biarkan dirimu terus berada di tempat gelap, sebab di dalam kegelapan, bayanganmu pun akan lari, apalagi kawan.

Kalau kita berada di tempat gelap, bayangan kita tidak ada. Kawan akan lari. Bayangan saja lari, apalagi kawan. Kalau saya berdiri di tempat terang seperti ini, bayangan saya ada. Tetapi di tempat gelap, bayangan akan lari. Setiap kali ke mana kita pergi, ada bayangan, tetapi kalau di tempat gelap, bayangan kita akan lari, apalagi kawan-kawan kita. Karena itu, saya bertekad bahwa saya harus bisa bangkit kembali.

Saudara-saudara sekalian, ingat, rejeki ada di tangan Tuhan. Roda perekonomian selalu naik dan turun. Karena itu, kita harus terus mencari peluang, mencari celah. Kita harus terus berusaha dan berdoa. Dengan cara itu semua, jalan pasti akan terbuka.

Akhirnya, setelah dua tahun krisis, pada 2001, saya melihat ada peluang baru. Dibukalah pikiran oleh Allah bahwa ada peluang baru. Kita tidak perlu banyak mengeluh, tidak perlu larut dalam melankoli dalam krisis. Saya mempertaruhkan segalanya untuk merebut peluang itu dengan melakukan bisnis baru, yakni bisnis di bidang pertambangan, yang pada waktu itu tidak banyak diminati. Demikian pula lanjutnya, pada 2004, roda mulai bergerak.

Saya menceritakan ini kepada anak-anak dan adik-adikku sekalian agar melihat bukan sebagai orang yang selalu sukses. Saya juga seperti orang lain, pernah jatuh, jatuh sampai miskin sekali. Tetapi, saya tidak berhenti. Saudara-saudara adalah harapan bangsa. Saudara-saudara adalah pemimpin masa depan.

Kalau kita selalu mengatakan bahwa negara ini jelek, negara ini susah, bangsa ini bangkrut, dan sejenisnya, maka kita tidak pernah bisa bangkit. Saudara-saudara, generasi muda harus terus berjuang, harus terus berkarya. Saya berterima kasih pada KTN (Karya Tunas Nusantara), yang telah mengumpulkan saudara-saudara, memberikan harapan baru. Saya kagum dengan kata-katanya: Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa, Ragam Karya.

Selamat buat anak-anak dan adik-adikku sekalian. Selamat buat KTN. Mudah-mudahan KTN terus berjalan mengumpulkan pemuda-pemuda Indonesia, untuk berkarya demi bangsa kita, demi negara, dan rakyat. Terima kasih.