Berkunjung ke Thailand, Mempererat Hubungan Negara ASEAN

Belakangan ini negara tetangga kita Thailand sedang mendapat ujian berat berupa bencana banjir besar. Bencana yang sudah terjadi sejak Juli lalu itu telah menelan lebih dari 600 korban jiwa. Sedikitnya ada 1,9 juta keluarga kehilangan tempat tinggal, serta lahan-lahan pertanian di hampir 50 provinsi rusak, dalam musibah bencana alam tersebut.

Selasa, 22 November 2011 pekan lalu, saya terbang ke Bangkok. Saya berkunjung ke Thailand untuk bertemu pimpinan partai politik dan pejabat pemerintahan di sana. Saya ke Thailand bersama dengan beberapa petinggi Partai Golkar. Di sana saya didampingi Duta Besar RI untuk Thailand, Muhammad Hatta.

Kunjungan ini sama dengan kunjungan Partai Golkar ke berbagai negara sebelumnya. Sebelumnya, kami sudah ke Tiongkok, bertemu Partai Komunis Tiongkok, Partai UMNO (United Malays National Organisation) di Malaysia, serta Partai Demokrat dan Partai Fretilin (Frente Revolucionária de Timor-Leste Independente) di Timor Leste.

Saat saya tiba di negeri Gajah Putih itu, banjir sudah surut, dan warga setempat telah beraktivitas seperti biasa. Aktivitas di kantor-kantor pemerintahan sudah kembali normal. Bandar Udara Suvarnabhumi, yang sempat terganggu pun, kini sudah pulih.

Tetapi, Bangkok, yang merupakan ibu kota negara tersebut, sesungguhnya masih siaga. Di sejumlah kawasan –seperti di kantor-kantor pemerintah, pusat perbelanjaan, permukiman penduduk– tampak tumpukan karung putih berisi pasir yang digunakan untuk menghambat air masuk jika sewaktu-waktu banjir datang lagi. Pemandangan yang sama juga terlihat di kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia di sana.

Atas bencana itu, saya sampaikan rasa simpati dan duka cita yang mendalam untuk rakyat Thailand. Saya sampaikan langsung hal itu ketika bertemu Perdana Menteri Yingluck Shinawatra di Gedung Parlemen, di Bangkok, pada Rabu sore, 23 November 2011.

Bencana nasional tersebut merupakan ujian yang tidak ringan, bukan hanya bagi rakyat Thailand, tetapi juga bagi pemerintahan Perdana Menteri Yingluck, yang belum genap setengah tahun. Saya katakan, meski tidak sama, musibah tersebut hampir menyerupai yang dialami Indonesia di awal pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, ketika terjadi bencana gempa-tsunami di Aceh pada 2004.

Kepada Yinluck, saya yakinkan, pemerintah Thailand pasti mampu mengatasi bencana banjir terparah dalam 50 tahun terakhir itu. Perdana Menteri Yingluck berterima kasih dan mengaku senang karena merasa mendapatkan dukungan untuk mengatasi musibah itu. Dia bahkan mengaku berkomitmen untuk tidak mengurangi jumlah ekspor beras, atau pun menaikkan harga beras, ke Indonesia.

Perdana Menteri Yinluck ini merupakan pemimpin baru pemerintahan Thailand yang terpilih Agustus lalu. Dia merupakan adik dari mantan PM Thailand Thaksin Shinawatra yang digulingkan lewat sebuah kudeta militer. Sejak terpilih, banyak yang bilang Yinluck adalah pemimpin pemerintahan tercantik di dunia.

Dia memang muda dan cantik. Saat bertemu dengannya, saya katakan pada dia bahwa dia menjadi buah bibir di mana-mana. Khususnya di Indonesia, banyak yang bilang dia cantik.

Selain soal bencana banjir, dalam pertemuan dengan PM Yinluck, saya juga membicarakan banyak hal lain. Kami membahas hubungan dan kerja sama kedua negara: Indonesia-Thailand, yang meliputi, di antaranya, perdagangan, investasi, masalah penangkapan ilegal ikan (illegal fishing), dan terutama juga tentang pertanian/agrikultur/hortikultura, dan lain sebagainya.

Untuk hal terakhir itu, harus diakui bahwa Thailand lebih maju ketimbang Indonesia. Hasilnya banyak kita lihat dan kita nikmati di Tanah Air, bukan cuma beras, tetapi juga komoditas lain. Kita tentu sangat mengenal sejumlah komoditas buah-buahan impor dari Thailand, sebut saja misal, pepaya Bangkok, jambu Bangkok, durian Bangkok (atau lebih populer dengan sebutan durian montong), dan lain-lain.

Karenanya, saya sampaikan kepada PM Yingluck, bahwa akan sangat bermanfaat jika Thailand bersedia berbagi ilmu dan pengalaman untuk Indonesia tentang pengembangan sektor tersebut.

Masalah konflik bersenjata di Thailand Selatan juga menjadi salah satu topik perbincangan kami. Ini memang bukan perkara sederhana, sebab konflik tersebut telah berlangsung cukup lama, dan hingga kini telah memakan ribuan korban jiwa. Ia berakar pada keinginan masyarakat muslim di wilayah tersebut untuk mendapatkan hak mengatur tanah dan wilayah mereka sendiri.

Saya sampaikan kepada Perdana Menteri, mengatasi masalah sensitif tersebut memang harus sangat hati-hati, tidak bisa dengan cara-cara kekerasan. Kami tidak punya banyak waktu untuk membahas masalah itu lebih terperinci. Tetapi, saya katakan, kami, Partai Golkar maupun masyarakat dan pemerintah Indonesia, amat tidak keberatan untuk membantu jika pemerintah Thailand menginginkannya. Indonensia akan dengan senang hati berbagi ilmu dan pengalaman dalam penyelesaian konflik, tentu dengan cara-cara damai.

Dalam hal ini, saya katakan kepada dia, Indonesia memiliki lebih banyak pengalaman daripada Thailand. Misal, konflik di Aceh, Poso, Papua, dan sebagainya. PM Yingluck pun menyambut baik hal tersebut, dan ia mengatakan akan membicarakannya dengan para menteri.

Selain bertemu dengan PM Yinluck, di sana kami juga melakukan pertemuan dengan Pheu Thai Party, partai politik berkuasa di Thailand dan pendukung utama pemerintahan PM Yingluck. Pertemuan kami dengan Pemimpin Pheu Thai Party, Yongyoot Wichaidit, di kantor pusat Partai, dilakukan sehari sebelum saya bertemu PM Yinluck.

Dalam perbincangan dengan Yingluck maupun dengan Yongyoot Wichaidit, tercapai kesepakatan kerja sama antara kedua partai, di antaranya, dalam bidang pengkaderan, tata kelola organisasi partai, dan kajian tentang politik-pemerintahan. Bagi kami, ini penting untuk memperkuat organisasi partai masing-masing. Dalam negara demokrasi, keberadaan partai politik sangat penting sebagai sarana bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya. Karena itu, partai politik harus kuat sehingga mampu menjalankan fungsinya dengan maksimal.

Partai Golkar maupun Pheu Thai adalah sama-sama partai pendukung pemerintah berkuasa sekarang. Golkar merupakan partai politik anggota koalisi pendukung pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sedangkan Pheu Thai ialah partai pendukung utama Perdana Menteri Yingluck. Meski partai baru, yang didirikan pada 2008, Pheu Thai adalah partai mayoritas di Parlemen Thailand. Ia memenangkan 265 kursi dari 500 kursi Parlemen. Pesaingnya, Partai Demokrat, hanya mampu merebut 160 suara.

Kerja sama kedua partai pendukung pemerintah negara masing-masing ini, menurut saya, tidak hanya bermanfaat Partai Golkar maupun Pheu Thai, melainkan juga bagi kedua negara. Kesamaan visi dan misi masing-masing, sedikit atau banyak, tentu akan membantu memperkuat hubungan kedua negara, juga hubungan negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN).

Hal yang sama juga terungkap saat saya bertemu dengan Ketua Parlemen Thailand, Somsak Kiatsuranon, pada Rabu pagi, 23 November 2011. Dia pun menginginkan hubungan kedua negara lebih erat lagi, terutama dalam menyambut ASEAN Community (pembentukan komunitas politik dan keamanan di kawasan Asia Tenggara) pada 2015.

Khusus mengenai hal itu, memang sudah menjadi ranah negara/pemerintah, bukan masing-masing partai politik. Karenanya, Fraksi Partai Golkar akan terlebih dahulu membicarakannya pada pimpinan DPR RI, yang selanjutnya dibahas pada forum pertemuan parlemen tingkat Asia atau Asian Parliamentary Assembly (APA) nanti. Kebetulan, Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Setya Novanto, juga ikut dalam kunjungan kami ke Thailand. Jadi, tinggal menindaklanjutinya saja pada para pimpinan DPR RI.

Itulah isi pertemuan kami dengan partai dan pemerintah Thailand selama kunjungan ke sana. Semoga pertemuan dan kerjasama yang dihasilkan tidak saja mempererat hubungan dua partai, namun juga hubungan dua negara, juga negara-negara kawasan ASEAN lainnya.

Zamrud Katulistiwa

Pidato Politik HUT Partai Golkar ke-47. Istora Senayan, 29 Oktober 2011

Bapak Presiden RI dan Ibu Negara Ani Bambang Yudhoyono yang saya muliakan

Bapak Wakil Presiden RI dan Ibu Herawati Boediono

Bapak dan Ibu Pimpinan Lembaga-lembaga Negara

Pimpinan partai politik dan menteri KIB II

Bapak Gubernur DKI Jakarta beserta Ibu

Duta Besar negara-negara sahabat

Pimpinan partai-partai politik negara sahabat

Pimpinan DPD Partai Golkar se-Indonesia yang saya banggakan

Kader dan simpatisan Partai Golkar yang saya cintai

Hadirin yang saya hormati

Assalamualaikum Wr. Wb.

Salam sejahtera buat kita semua

Perkenankanlah saya memulai pidato ini dengan mengajak hadirin semua untuk memanjatkan syukur kehadapan Allah SWT atas izin dan berkahnya sehingga kita dapat bersama-sama pada malam yang berbahagia ini merayakan Hari Ulang Tahun Partai Golkar yang ke-47.

Selain itu, saya juga ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Presiden dan Ibu Negara Ani Bambang Yudhoyono, Bapak Wakil Presiden dan ibu Herawati Boediono, serta kepada seluruh tamu, undangan, serta sahabat-sahabat Partai Golkar. Saya juga ingin mengucapkan salam hangat kepada seluruh pemirsa di manapun berada.

Tidak lupa pula, saya ingin mengungkapkan kebanggaan dan apresiasi saya kepada seluruh pengurus dan kader-kader Partai Golkar yang berasal dari begitu banyak daerah yang hadir pada malam yang berbahagia ini.

Saya bangga, sebab pengurus dan kader-kader kita di semua daerah telah bekerja keras di wilayah masing-masing untuk merebut hati rakyat serta mengharumkan nama partai kita.

Saya telah menyaksikan sendiri sepanjang tahun ini upaya dan kerja keras kader-kader Partai Golkar. Saya telah melakukan perjalanan menempuh puluhan ribu kilometer, mengunjungi ujung Sumatera, pelosok Kalimantan, pulau-pulau di Sulawesi dan Maluku, mengunjungi Papua, NTT, NTB, Bali dan hampir semua wilayah di Pulau Jawa.

Saya telah melihat dan merasakan tekad, semangat serta kehendak yang sungguh-sungguh dari ribuan kader kita di seluruh penjuru Tanah Air untuk melangkah bersama, melanjutkan perjuangan dalam merebut kembali kejayaan dan kebesaran partai yang kita cintai ini.

Sebagai Ketua Umum dan pimpinan tertinggi Partai Golkar, saya instruksikan: lanjutkan perjuangan kita. Rapatkan barisan. Satukan langkah. Tahun depan, saya berjanji untuk berkeliling mengunjungi lebih banyak lagi daerah di seluruh penjuru Tanah Air. Insya Allah, atas seizin Tuhan yang Mahabesar, saya akan mengabdikan sisa hidup saya, berupaya sejauh mungkin melanjutkan perjuangan bersama saudara-saudara.

Tidak ada gunung yang terlalu tinggi. Tidak ada laut yang terlalu dalam. Tidak ada sungai yang terlalu lebar. Dengan tekad yang kuat serta dengan manyatukan hati, kita akan mencapai pelabuhan tujuan kita di tahun-tahun mendatang.

Bapak Presiden dan Wakil Presiden yang saya muliakan

Hadirin yang saya cintai

Kejayaan Partai Golkar tidak ditujukan hanya untuk kader dan pengurus semata, tetapi dipersembahkan kepada seluruh bangsa Indonesia. Golkar adalah anak kandung semangat pembaharuan Indonesia. Golkar lahir sebagai benteng Pancasila. Golkar lahir sebagai pengawal NKRI, UUD 45, dan prinsip mulia Bhineka Tunggal Ika. Jika Golkar semakin kuat, Indonesia akan semakin kuat. Jika Golkar semakin besar, insya Allah rakyat Indonesia akan semakin maju, damai, bersatu dan sejahtera.

Karena itulah, saya juga menghimbau kepada sahabat-sahabat kita di partai lainnya. Marilah kita berlomba dalam kebaikan. Marilah kita berkompetisi dalam suasana yang bersahabat untuk mengabdi kepada Ibu Pertiwi.

Tahun lalu, saya mengatakan bahwa langit masih tetap biru tetapi padi sudah mulai menguning. Tahun ini saya laporkan bahwa alhamdullillah padi terus menguning semakin matang, dan akan menjadi beras pada tahun 2014.

Namun demikian, sebagai sahabat, kita juga berdoa agar matahari terus bersinar di bawah langit yang biru, serta pohon dan rumput juga tumbuh hijau royo-royo, di antarkan dengan suasana indah di ufuk timur yang berwarna kemerahan, serta diterima penuh syukur oleh jiwa suci yang putih.

Indonesia adalah bangsa yang besar. Partai Golkar mengajak kita semua untuk melihat warna-warni yang kaya tersebut sebagai spektrum keindonesiaan, sebuah mozaik indah yang menaungi gugusan pulau di Nusantara, sebuah zamrud katulistiwa yang berada di antara dua benua dan dua samudra.

Kemarin bangsa Indonesia merayakan sebuah hari besar, yaitu Sumpah Pemuda. Momen ini, yang dimotori oleh kaum pemuda 83 tahun yang silam, adalah sebuah peristiwa pertama ungkapan kebersamaan, sebuah momen yang dikatakan oleh sejarawan Prancis Profesor Ernest Renan sebagai le desir d’etre ensemble, sebuah kehendak dari rakyat untuk menyatukan diri dalam Tanah Air, Bangsa, dan bahasa yang satu.

Dengan momen historis ini, kita diingatkan kembali pada seruan Bung Karno bahwa ungkapan “Dari Sabang Sampai Merauke” bukan semata-mata rangkaian empat kata tanpa makna. “Dari Sabang sampai Merauke” adalah satu kesatuan wilayah, satu kesatuan administratif, serta satu kesatuan hukum dan politik. Tetapi yang lebih penting lagi, “Dari Sabang sampai Merauke” adalah satu kesatuan semangat, satu cita-cita untuk memajukan bangsa yang sama, yaitu bangsa Indonesia.

Itulah esensi nasionalisme Indonesia. Partai Golkar akan berdiri di garis terdepan untuk mengajak semua kalangan agar merawat dan terus mengaktualisasikan warisan mulia tersebut.

Bapak Presiden dan Wakil Presiden yang saya muliakan

Hadirin yang saya hormati

Dalam semangat untuk menjaga persatuan dan integritas bangsa, Partai Golkar mengajak kita untuk memperhatikan dengan seksama beberapa perkembangan di hari-hari terakhir ini. Di Papua, kerusuhan masih terus terjadi dan sekelompok orang telah memproklamasikan berdirinya negara transisi menuju negara yang terpisah dari Republik Indonesia.

Kita harus segera merespon perkembangan ini. Kita harus mengajak warga yang memproklamasikan negara transisi itu untuk kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Kita mencintai Papua. Papua adalah Indonesia, dan Indonesia adalah Papua, berikut ribuan pulau dan suku bangsa lainnya.

Di atas segala-galanya, kita harus tegaskan bahwa NKRI adalah harga mati. Integritas bangsa adalah pertaruhan tertinggi kita. Tidak sejengkal tanah pun di Republik Indonesia yang boleh dipisah-pisahkan oleh siapa pun. Pemerintah, dengan dukungan penuh masyarakat, harus bersikap tegas. Kita harus berani membela prinsip mulia tersebut dengan cara-cara yang terhormat.

Selain itu, kita juga harus arif dan berjiwa besar. Kita perlu merangkul dan, yang lebih penting lagi, kita harus sungguh-sungguh merebut hati rakyat, menciptakan kedamaian serta mendorong dengan sepenuh hati pembangunan dan kesejahteraan di Tanah Papua.

Secara khusus, Partai Golkar menghimbau agar publik jangan terlalu cepat menghakimi serta menyalahkan TNI dan Polri. Kalau ada peristiwa yang menyedihkan, oknum yang bersalah harus dihukum yang setimpal, tetapi semua itu tidak boleh mengurangi penghargaan kita pada institusi TNI dan Polri. Mereka adalah aparat keamanan negara dan petugas penegak hukum, yang dalam pekerjaannya terkadang harus mempertaruhkan nyawa. Kita harus ingat bahwa dalam situasi krisis di mana negara berada dalam keadaan bahaya, kepada kekekuatan dan ketegasan merekalah kita semua menggantungkan harapan.

Selain isu Papua, masih banyak lagi perkembangan yang perlu diperhatikan dengan seksama, seperti masalah hubungan antaragama, konflik di perbatasan, perkelahian pelajar di kota-kota besar, narkoba, dan masih banyak lainnya.

Secara khusus, Partai Golkar mengingatkan bahwa perjalanan demokrasi Indonesia telah menempuh jarak yang cukup jauh. Kita telah membuktikan bahwa Islam dapat berdampingan dengan modernitas dan demokrasi modern. Kita juga sudah menyaksikan bahwa kemajemukan Indonesia memungkinkan berjalannya otonomi daerah yang semakin matang. Demikian pula, kaum menengah yang mandiri sudah bermunculan di kota-kota besar Indonesia dan mulai menjadi pendorong berkembangnya demokrasi lokal yang sangat dinamis.

Dengan semua itu, dan masih banyak lagi lainnya, pencapaian kita sudah cukup membanggakan. Namun demikian, Partai Golkar masih mencatat beberapa hal, terutama dalam bidang penegakan hukum, keadilan dan penciptaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Partai Golkar tidak pernah berhenti mengingatkan bahwa rakyat sudah sangat merindukan pemerintahan yang semakin bersih dan berwibawa – berwibawa karena benar; berwibawa karena adil; berwibawa karena jujur dan berani serta sungguh-sungguh membela kepentingan rakyat.

Dalam hal ini, saya ingin mendudukkan sebuah persoalan yang beberapa saat lalu menjadi kontroversi nasional, yaitu peran dan masa tugas Komisi Pemberantasan Korupsi, yang dikenal dengan singkatan KPK.

Partai Golkar menghimbau agar dalam membicarakan persoalan ini kita mengedepankan akal sehat. Kita harus memberi ruang gerak yang memadai agar lembaga ekstra seperti KPK dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Tetapi kita juga tidak boleh lupa pada konteks kelahirannya: KPK lebih dimaksudkan sebagai lembaga temporer, bukan untuk hadir selama-lamanya.

Demokrasi yang matang adalah demokrasi yang berfungsi dengan mengandalkan lembaga-lembaga formal, seperti lembaga kehakiman, kejaksaan dan kepolisian. Lembaga-lembaga vital ini tidak akan bisa belajar untuk menjalankan tugasnya dalam memberantas korupsi jika tidak pernah diberi kepercayaan dan ruang yang memadai untuk tumbuh semakin matang.

Karena itu, kita harus segera merumuskan sebuah jangka waktu, sebuah periode peralihan yang tidak terlalu lama, agar kita tidak terus terjebak dalam periode transisi, tetapi sudah mulai memasuki tahapan konsolidasi demokrasi.

Dalam bidang ekonomi, kita tidak boleh membiarkan kesenjangan kaya dan miskin semakin melebar. Segala cara harus kita kerahkan untuk mendukung pemerintah dalam upaya mengangkat rakyat kita dari perangkap kemiskinan. Kita harus memastikan bahwa anak-anak mereka menikmati kehidupan dan pendidikan yang lebih baik di masa depan.

Demikian pula, kita harus berhati-hati membaca perkembangan krisis ekonomi yang terjadi di Uni Eropa dan di Amerika Serikat. Kita harus memperkuat ekonomi domestik, agar krisis apapun yang terjadi di dunia, dampaknya tidak akan terlalu negatif terhadap kehidupan di negeri kita.

Karena itulah, kita perlu segera melangkah dan menyusun prioritas yang tepat. Kita harus menghentikan derasnya arus barang impor, membuka lapangan pekerjaan, mempertajam prioritas agar pembangunan infrastruktur dan sektor energi segera dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Kita juga harus merumuskan kembali peran investasi asing yang sesuai dengan kepentingan kita, bukan yang sesuai dengan kepentingan mereka semata.

Indonesia harus bergerak cepat. Negara-negara lainnya juga sedang memacu diri. Jangan membuang-buang waktu dalam kebimbangan dan kekaburan prioritas. Jangan terlalu banyak bertukar kata-kata dan mengambil sikap yang saling menjatuhkan. Kita harus saling mengangkat dan membesarkan hati, bukan saling mengecilkan. Partai Golkar menghimbau agar kita semua mengedepankan kerja dan karya nyata dalam mendorong kemajuan Indonesia.

Bapak Presiden dan Wakil Presiden yang saya muliakan

Hadirin yang saya hormati

Belum lama ini, Presiden Republik Indonesia, sebagai pimpinan eksekutif, melakukan reshuffle kabinet. Partai Golkar mengajak semua pihak untuk berpikir positif, mendorong serta memberi kesempatan pada kabinet hasil reshuffle ini untuk bekerja dengan baik. Kita semua berdoa dan berharap agar pemerintahan SBY-Boediono sukses menjalankan darma-baktinya hingga Oktober 2014.

Saya ingin menegaskan sekali lagi bahwa posisi Partai Golkar adalah posisi seorang sahabat yang sejati. Ramah tapi tegas; kritis tetapi loyal; lembut dan santun, namun keras dan berani manakala memang diperlukan untuk kebaikan semua.

Partai Golkar mengulurkan persahabatan kepada semua pihak, di dalam dan di luar pemerintahan. Partai Golkar akan menengahi, memediasi serta melembutkan perbedaan-perbedaan yang ada untuk mencari jalan keluar.

Dengan besar hati Partai Golkar siap memberi tempat kepada partai-partai lain yang ingin berada di depan. Tetapi manakala diperlukan oleh bangsa dan negara, Partai Golkar juga siap berdiri di garis terdepan, memimpin dengan tegas, memimpin dengan adil dan sungguh-sungguh membela kepentingan rakyat.

Perkenankanlah saya menutup pidato ini dengan mengajak kita semua untuk bersikap optimistis, sebab dengan optimisme kita sudah memenangkan setengah dari kehidupan itu sendiri.

Kepada Ibu Pertiwi, jangan meminta dan mengeluh, tetapi berusahalah memberikan kontribusi, betapapun kecilnya. Jangan mengutuk malam, tetapi nyalakanlah lilin untuk menerangi lingkungan di sekitar kita.

Suara Golkar suara rakyat. Atas restu Allah yang Mahabesar, seluruh kader Partai Golkar siap melangkah, siap bekerja keras untuk memberi kontribusi bagi kemajuan seluruh bangsa Indonesia.

Dirgahayu Partai Golkar

Selamat Ulang Tahun

Maju terus Partai Golkar

Maju terus Indonesia

Maju terus negeriku yang tercinta

Akhirnya, perkenankanlah saya memohon dengan hormat kepada Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberikan kata sambutan pada malam yang berbahagia ini. Untuk itu, mewakili seluruh kader Partai Golkar, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

Wabillahitaufiq walhidayah

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Soal Capres Golkar, Tahun Depan Saja

Partai Golkar mulai tanggal 26 sampai 28 Oktober 2011, menyelenggarakan Rapat Pimpinan Nasional 2011, di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta. Banyak isu yang berkembang, terutama bahwa Rapimnas kali ini akan menentukan calon presiden Partai Golkar.

Isu seputar calon presiden ini bukan hal baru. Pada Rapimnas sebelumnya, isu ini juga muncul. Hanya saja, kali ini isu soal capres ini lebih kencang dan menjadi perbincangan hangat. Penyebab lain, wacana capres mulai ramai karena laporan sejumlah hasil survei yang melansir nama-nama capres.

Setiap saya bertemu wartawan, pasti pertanyaan yang diajukan adalah soal itu: siapa calon presiden Partai Golkar dan apakah saya yang akan dijadikan capres Partai Golkar.

Sebenarnya soal capres Partai Golkar ini sudah sering saya jawab dan jelaskan. Di blog ini, saya juga sudah pernah tulis (baca di sini).

Tapi untuk memperjelas lagi, kemarin saya menjawab panjang lebar pertanyaan itu kepada wartawan dan sudah dimuat di berbagai media. Melalui blog ini, saya akan menjelaskan lagi masalah tersebut.

Mengenai calon presiden ini, sebagaimana sudah lama saya ungkapkan, Partai Golkar menggunakan survei untuk menentukan siapa calon yang akan diusung. Calon yang popularitasnya tinggi berdasarkan hasil survei itulah yang akan menjadi calon presiden Partai Golkar. Jadi, calon bukan ditentukan oleh keputusan rapat DPP misalnya, namun oleh rakyat melalui survei.

Metode ini sudah berjalan untuk pemilihan umum kepala daerah (Pilkada). Semua calon Partai Golkar, ditentukan oleh survei. Terbukti, mereka berhasil, dan sekarang Partai Golkar memenangi separuh lebih Pilkada di seluruh Indonesia.

Nah, untuk calon presiden hal yang sama juga akan diberlakukan. Jadi tidak bisa saya sebagai ketua umum otomatis maju. Demikian pula halnya ketua DPD, tidak bisa dia otomatis maju sebagai calon kepala daerah. Semua harus melalui survei.

Ada yang bertanya mengapa Partai Golkar tidak memakai model konvensi seperti yang dulu dilakukan?

Konvensi itu baik. Dulu saya juga mengikuti konvensi ini. Namun saat ini kami menilai survei lebih pas. Sebab survei ini memotret suara rakyat Indonesia, bukan hanya suara kader Golkar saja. Beda survei dengan konvensi, kalau konvensi yang menentukan kader atau elit partai saja, sedangkan survei yang menentukan rakyat.

Dalam pemilihan langsung seperti Pilpres atau Pilkada, yang memilih adalah rakyat Indonesia, bukan cuma kader partai atau golongan tertentu saja. Karena itu survei untuk membaca suara rakyat penting dilakukan. Surveinya tentu tidak boleh sembarangan. Lembaganya harus kredibel dan hasilnya harus dapat dipertanggungjawabkan. Kami tidak mau survei diatur-atur. Buat apa survei diatur-atur? Itu tidak ada gunanya, cuma menyenangkan diri sendiri saja.

Karena itu, kepada mayoritas kader yang menginginkan saya maju menjadi capres, saya berikan pengertian. Kepada mereka saya katakan, kita coba naikkan lagi suara Partai Golkar saat ini. Sebab, berdasarkan sejumlah survei terbaru, meskipun Partai Golkar berada di posisi paling atas, namun suaranya masih sekitar 18 persen.

Karena itu kepada kader saya katakan agar bekerja keras untuk menaikkan suara partai hingga minimal 25 persen. Dengan suara sebesar itu, maka barulah Partai Golkar bisa bicara mengenai rencana mengusung capres sendiri. Dalam Pemilu 2014 nanti, kita ingin seperti Partai Demokrat yang bisa mengusung capres sendiri tanpa perlu tergantung pada suara partai lain.

Dengan melihat itu semua, maka yang perlu dibicarakan dengan kader Partai Golkar adalah bagaimana memperbaiki popularitas partai agar bisa lebih besar. Dalam pidato pembukaan Rapimnas, saya bahkan menargetkan meraih 35 persen suara, agar kemenangan Partai Golkar sebesar PDI Perjuangan pada 1999 silam.

Di Rapimnas kali ini saya menyampaikan itu pada kader-kader saya. Selama setahun mendatang kita harus bekerja keras. Di Rapimnas 2012 nanti akan kita lihat peta dan peluang calon presiden dari Partai Golkar. Di situ kita akan tentukan siapa calon presiden Partai Golkar.

Jadi, soal capres, tahun depan saja.

Sosialisasi Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika

Pidato Pengarahan Ketua Umum DPP Partai Golkar dalam Acara Sosialisasi Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika”. JAKARTA, 20 Oktober 2011

Yth. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, Bapak H.M. Taufik Kiemas.

Ketua Korbid Kerjasama dengan ORMAS DPP Partai GOLKAR, Sdr. Rambe Kamarul Zaman, dan segenap Pengurus DPP Partai GOLKAR, yang saya hormati,

Para Pimpinan ORMAS HASTA KARYA dan Organisasi Sayap Partai GOLKAR, Para peserta “Sosialisasi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika” yang saya banggakan…!

Assalamu’alaikum Wr. Wb.,

Salam Sejahtera bagi kita semua,

Sebagai umat beragama, pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa, atas segala karunia dan nikmat-Nya yang senantiasa diberikan kepada kita sekalian, sehingga pada hari ini kita dapat menghadiri acara Pembukaan “Sosialisasi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika” yang diselenggarakan atas kerjasama Majelis Permusyawaratan Rakyat-RI dengan Korbid Kerjasama dengan Ormas DPP Partai GOLKAR.

Selanjutnya, selaku Ketua Umum DPP Paartai GOLKAR, saya ingin memberikan apresiasi dan penghargaan yang tinggi atas terselenggaranya kegiatan ini. Untuk itu, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI atas kerjasama penyelenggaraan acara ini.

Acara ini menjadi semakin penting, terutama ketika kita dikagetkan adanya sebuah peristiwa yang mengancam integrasi bangsa, yakni Gerakan Negara Papua Merdeka. Kongres Dewan Adat Papua III yang dipimpin oleh Sdr. Forkorus Yaboisembut, yang diadakan pada tanggal 16-19 Oktober 2011, di Jayapura, telah mengambil keputusan dan mendeklarasikan Negara Papua Merdeka, sekaligus membentuk Pemerintahan Transisi Negara Papua Merdeka, dengan Perdana Menteri Sdr. Edison Waromi. Karena itu, DPP Partai GOLKAR mengecam, menolak dan menyesalkan adanya keputusan dan deklarasi gerakan tersebut, dan sebaliknya mengajak kepada semua Pencetus, Penggerak dan semua pihak yang terlibat dalam gerakan Papua Merdeka untuk dapat menyadari kesalahannya, dan kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi yg kita cintai bersama ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Peristiwa Deklarasi Negara Papua Merdeka tersebut, semakin meyakinkan Partai GOLKAR, bahwa bukan hanya sekedar sosialisasi, tapi lebih jauh daripada itu, kita harus melakukan revitalisasi dan reaktualisasi nilai-nilai empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Sehingga seluruh komponen dan elemen bangsa, dari Sabang sampai Merauke, tidak hanya sekedar memahami 4 pilar bangsa, tapi mereka juga dapat merasakan manfaatnya hidup dalam masyarakat yang ber-bhineka tunggal ika, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Karena itulah, sekali lagi saya ingin menekankan bahwa kegiatan ini sangat penting dan mendasar, sebagai wujud kesungguhan dan komitmen nyata Partai GOLKAR guna membangun kembali “kesadaran kolektif” segenap anak bangsa, untuk senantiasa menjaga, melestarikan, sekaligus mengamalkan nilai-nilai empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hadirin yang Berbahagia,

Sebagai awal sambutan ini, saya ingin menegaskan, bahwa Partai GOLKAR hadir sebagai respons dan reaksi terhadap adanya gerakan yang merong-rong, bahkan ingin mengganti ideologi Pancasila, terutama dengan ideologi Komunis. Karenanya, Partai GOLKAR merupakan partai yang senantiasa berdiri di depan dalam menjaga dan mempertahankan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara, serta memiliki tanggung jawab dalam upaya pengamalan nilai-nilai Pancasila di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Sejak awal kepemimpinan saya sebagai Ketua Umum DPP Partai GOLKAR, saya memiliki concern yang tinggi terhadap upaya menyegarkan kembali paham kebangsaan dan revitalisasi nilai-nilai 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada Pidato Politik Penutupan Munas VIII tangga 8 Oktober 2009 di Pekanbaru, Riau, misalnya, selaku Ketua Umum terpilih, saya sudah menegaskan bahwa, “Partai GOLKAR adalah pengamal utama Pancasila, pengawal terdepan Kebhinekaan dan semangat toleransi dari negeri yang kita cintai, serta partai kekaryaan yang ingin memberi bukti konkret dalam pembangunan kesejahteraan buat semua”. Demikian pula, pada Pidato Politik Akhir Tahun 2009, Saya kembali mengingatkan dan memberi warning bahwa kesenjangan yang paling mendasar dihadapi bangsa ini adalah kesenjangan ideologi, dimana Pancasila dalam realitas politik tidak lagi menjadi dasar dan orientasi perjuangan politik.

Selain itu, pada Pidato Ulang Tahun Partai GOLKAR 20 Oktober 2010 dengan judul “Merah Putih yang Abadi”, Saya juga menegaskan bahwa, “Bagi Partai GOLKAR, manakala soalnya adalah 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, manakala pertaruhannya adalah nasib dan kemajuan anak-anak Indonesia, maka seluruh komponen bangsa harus bersatu merapatkan barisan.

Bahkan dalam Sambutan pada Pembukaan Seminar “Menyegarkan Kembali Paham Kebangsaan”, yang diadakan oleh Bidang Penanganan Kerawanan Sosial DPP Partai GOLKAR tanggal 20 Desember 2010, Saya kembali menegaskan, bahwa “pada saat ini amat terasa gejala memudarnya pilar-pilar kebangsaan kita. Sikap dan perilaku dalam hidup berbangsa tidak lagi mencerminkan nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah bangsa dan ideologi negara. Jarang sekali nilai, makna atau sekedar kata Pancasila dikutip dalam pidato-pidato tokoh negeri ini. Saya menyimak, lebih sering kata “liberalisasi”, “globalisasi”, dan kata sejenisnya yang sering dikutip, dan dengan demikian menempatkan kata “liberalisasi” dan “globalisasi” bisa lebih “sakral” daripada ruh Pancasila itu sendiri sebagai nilai fundamental bangsa”.

Pada Sambutan Seminar Pendidikan F-PG DPR-RI “Reaktualisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Pendidikan Untuk Pembentukan Karakter Bangsa”, tanggal 22 Juni 2011 yang lalu, selaku Ketua Umum DPP Partai GOLKAR, saya telah meminta kepada Pimpinan FPG di DPR memperjuangkan agar Pancasila menjadi mata pelajaran wajib pada semua tingkat pendidikan.

Dan yang terakhir, adalah dalam pidato politik menyambut peringatan HUT RI 2011, saya kembali menyampaikan keprihatinan saya, bahwa pada saat bangsa kita memperingati hari kemerdekaannya yang ke 66, hal yang sangat memprihatinkan adalah masih terasa adanya krisis kepercayaan antar sesama anak bangsa. Interaksi sosial lebih diwarnai sikap saling curiga, mudah diadu domba, dan berita negatif lebih disukai ketimbang berita positif. Kesemuanya itu, menjadi pertanda esensi persatuan bangsa terkoyak dan keropos. Karena itu, marilah kita kembali merajut rasa percaya di antara kita, trust building, dengan senantiasa konsisten mengimplementasikan nilai-nilai dasar kehidupan bangsa.

Hadirin yang berbahagia

Pengungkapan kembali point penting isi beberapa pidato saya selaku Ketua Umum DPP Partai GOLKAR tersebut untuk mempertegas keyakinan Partai GOLKAR, bahwa “bangsa Indonesia akan maju dan jaya, apabila tetap konsisten mengamalkan nilai-nilai 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, sebaliknya akan terpuruk dan bercerai berai, apabila mengabaikan nilai-nilai 4 pillar kehidapan berbangsa tersebut”.

Dalam kaitan itulah, sungguh sangat relevan jika penyelenggaraan acara ini digelar oleh Partai GOLKAR bersama dengan Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS) yang mendirikan dan yang didirikan GOLKAR serta organisasi sayap Partai. Relevansi tersebut dapat ditinjau dari tiga prespektif.

Pertama, secara historis kelahiran GOLKAR, atau lebih tepatnya Sekretariat Bersama (Sekber) Golongan Karya, pada tanggal 20 Oktober 1964 merupakan respons terhadap adanya upaya dari golongan atau kelompok lain pada masa itu yang ingin menyelewengkan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, Pancasila, dan UUD 1945. Pertarungan ideologis yang terjadi pada masa itu, ditandai oleh dinamika konfigurasi politik dimana penetrasi ideologi komunisme yang perlahan-lahan mulai merasuki sistem kehidupan bangsa. Keadaan tersebut memperoleh respons dari kelompok-kelompok masyarakat yang memandang penetrasi ideologi komunisme tersebut, harus diantisipasi dengan mengembalikannya pada Pancasila dan UUD 1945.

Kedua, secara ideologis, dalam AD/ART Partai GOLKAR secara tegas dan eksplisit dinyatakan bahwa Partai GOLKAR bertujuan dan berfungsi sebagai partai yang akan mempertahankan dan mengamalkan Pancasila dan menegakkan UUD 1945, menciptakan masyarakat adil dan makmur, merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahkan dalam salah satu butir ikrar Panca Bhakti Partai GOLKAR juga dinyatakan bahwa “Warga Partai Golongan Karya adalah pejuang dan pelaksana untuk mewujudkan cita-cita Proklamasi 1945, pembela dan pengamal Pancasila”. Selain itu, dalam Panca Bhakti butir kelima dinyatakan bahwa “Warga Partai Golongan Karya Setia kepada UUD 1945”.

Ketiga, perspektif kontemporer. Dalam hal ini, harus kita akui bahwa pasca orde baru, yakni di era reformasi ini, membicarakan tentang dasar-dasar kehidupan kebangsaan, Pancasila, seperti sesuatu yang tidak lagi dianggap penting. Era reformasi telah melahirkan pandangan dari kelompok tertentu, bahwa apa yang menjadi warisan era Orde Baru selalu dilihat sebagai sesuatu yang negatif, sekalipun jika dilihat secara substantif sesungguhnya sangat positif. Misalnya tentang pengajaran nilai-nilai Pancasila. Kita tahu pada zaman Orde Baru proses pengajaran nilai-nilai Pancasila dilaksanakan Penataran Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Jika P4, misalnya dinilai tidak tepat sebagai metode dalam pengajaran dan sosialisasi Pancasila, bukan berarti bahwa mengajarkan Pancasila kepada warga negara itu sama sekali ditiadakan. Negara manapun pasti memiliki nilai-nilai dasar negara yang harus dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Revitalisasi Pancasila berarti juga mendemistifikasi dan mendesakralisasi Pancasila. Sebaliknya, Pancasila dapat dipelajari dan ditelaah dengan mengedepankan nalar dan penyikapan yang rasional, serta tidak berhenti pada aspek indoktrinatif, sehingga mampu menjadi sumber inspirasi bagi hadirnya kebijakan dan langkah yang tepat bagi terwujudnya kemandirian dan kemajuan bangsa.

Hadirin yang berbahagia

Sebagai sebuah fakta, saya ingin menyampaikan hasil sebuah survei yang pernah dilakukan salah satu surat kabar terkemuka yang memaparkan, bahwa 48,4 persen responden berusia antara 17-29 tahun menyebutkan kelima Pancasila salah atau tidak lengkap, ada 42,7 persen responden berusia 30-45 tahun salah menyebutkan kelima Pancasila. Responden berusia 46 tahun ke atas lebih parah, yakni sebanyak 60,6 persen yang salah menyebutkan kelima sila Pancasila.

Hasil survei ini seharusnya menjadi keprihatinan kita semua sebagai bangsa, dan sekaligus memotivasi kita mengambil kepeloporan dalam upaya untuk memasyarakatkan 4 pilar kehidupan berbangsa kepada masyarakat di lingkungan kita sendiri, terutama dalam menghadapi tantangan hidup yang semakin kompleks pada era reformasi dan globalisasi dewas ini. Dalam perspektif itu, Revitalisasi dan reaktualisasi empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara harus dilakukan dalam tataran praksis yang lebih membumi, sehingga mudah diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan dan menjawab kompleksitas tantangan kehidupan bangsa di era reformasi dan globalisasi ini.

Hadirin yang berbahagia,

Dalam sistem politik yang demokratis, dipersyaratkan liberalisasi atau kebebasan, namun bukan kebebasan mutlak, melainkan kebebasan yang bertanggungjawab. Karenanya, kita harus mewarnai implementasi demokrasi di tanah air dalam kerangka penguatan empat pilar kebangsaan dan kenegaraan. Kita harus mampu memantapkan stabilitas politik dan kualitas demokrasi yang terbingkai oleh revitalisasi dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, memperkokoh NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

Sementara dalam konteks liberalisasi ekonomi dan globalisasi dewasa ini, kita harus mampu mengambil hal-hal yang baik dari globalisasi guna memajukan perekonomian kita, tanpa meninggalkan nilai-nilai Pancasila dan memperlemah pilar-pilar berbangsa dan bernegara lainnya. Pembangunan ekonomi kita mutlak harus bermuara pada perwujudan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Keadilan sosial hanya bisa terwujud, manakala jurang antara yang kaya dan yang miskin, yang kuat dan yang lemah, telah teratasi. Keadilan sosial meniscayakan keberpihakan dan pembelaan secara nyata, agar pelaku usaha dari golongan ekonomi lemah, tetap mendapat tempat, mampu eksis dan bersaing.

Dalam perspektif keadilan sosial, kita tidak boleh membiarkan golongan ekonomi lemah menjadi pentonton di tengah laju pembangunan dan bahkan menjadi korban persaingan. Sebaliknya, kita harus memberikan kesempatan kepada siapa saja, khususnya kepada pelaku usaha golongan ekonomi lemah untuk maju dan berkembang dalam suatu sistem dan mekanisme yang fair.

Keadilan sosial dapat diwujudkan manakala tersedia lapangan kerja yang lebih luas, upah buruh yang semakin membaik, birokrasi yang sehat dan efektif, infrastruktur pembangunan yang memadai, dan tidak adanya korupsi. Intinya, kita tidak boleh membiarkan mekanisme pasar mendefinisikan keadilan semata-mata versi hukum pasar. Liberalisasi harus kita kawal dengan peran negara yang lebih nyata dan pro-aktif dalam menciptakan keadilan sosial. Mekanisme pasar harus dibingkai dan dipagari dengan kerangka keadilan sosial.

Hadirin yang berbahagia,

Dalam kaitan inilah sosialisasi dan revitalisasi empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara penting untuk dilakukan secara terus-menerus kepada seluruh lapisan masyarakat untuk menjadi pedoman common denominator, common full resources, common platform, sekaligus common ideology kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bangsa Indonesia akan survive dan maju dalam menghadapi persaingan global, apabila tetap konsisten pada penguatan empat pilar kebangsaan dan kenegaraan, sebaliknya akan bercerai berai, terpuruk dan bahkan terpinggirkan, apabila mengabaikan nilai-nilai Pancasila yang telah menjadi pandangan hidup bangsa dan memperlemah sendi-sendi pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan lainnya.

Karenanya, peran partai politik dan ormas sangat penting untuk mendiseminasikan dan mensosialisasikan empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut kepada masyarakat luas. Memahami, mengamalkan, mengajarkan dan menyebarkan Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, mempertahankan NKRI dan hidup dalam kebhinnekaan dan kemajemukan, merupakan tugas dan kewajiban yang melekat bagi semua keder Partai Golkar, karena hal tersebut merupakan panggilan historis dan ideologis bagi partai kita.

Karenanya, saya berharap semoga acara “Sosialisasi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika” ini bermanfaat untuk para peserta sekalian. Dan bagi para peserta dapat mengikutinya dengan baik, dan seksama hingga akhir acara.

Akhirnya, saya mengucapkan selamat mengikuti acara sosialisasi kepada seluruh peserta. Semoga acara ini dapat berlangsung dengan sukses dan lancar. Selanjutnya, dengan membaca BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM secara resmi acara “Sosialisasi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika” saya nyatakan dibuka.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Kuliah Kewirausahaan di Kampus Ganesha ITB

Saya kembali menginjakkan kaki di Institut Teknologi Bandung (ITB). Sabtu pagi, 15 Oktober 2011, saya menghadiri acara di sana. Tempat itu tidak asing bagi saya, sebab di kampus ITB, 30 tahun silam, saya menimba ilmu menjadi salah satu mahasiswanya. Sudah banyak yang berubah di bekas kampus saya itu. Meski demikian, saya tidak mengalami kesulitan untuk mengenalinya. Mungkin karena kampus ini menyimpan banyak kenangan bagi saya, terutama karena di situlah saya bertemu dengan wanita yang sekarang menjadi istri saya.

Dulu, setiap pagi saya datang ke kampus ITB untuk kuliah. Sabtu lalu, saya juga datang untuk kuliah, namun bukan saya yang kuliah, namun saya yang memberikan kuliah umum kepada para mahasiswa di sana. Seperti halnya dengan kuliah umum saya di beberapa kampus lainnya, saya memberikan kuliah umum tentang kewirausahaan.

Untuk di ITB, kuliah umumnya bertema “Kewirausahaan untuk Mempercepat Kebangkitan Bangsa”. Menurut Rektor, Bapak Akhmaloka, para mahasiswa yang mengikuti kuliah umum tersebut juga akan mendapatkan nilai, sebagaimana kuliah biasanya. Tapi saya tidak tahu dihitung berapa SKS materi kuliah saya.

Acara yang diselenggarakan di Aula Barat itu, sesungguhnya merupakan rangkaian kegiatan Pembukaan Sekolah Pengusaha Muda ITB. Ada 300 mahasiswa yang mengikuti sekolah tersebut. Saat memulai kuliah umum, saya mengutip sebagian pidato mendiang Steve Jobs, pendiri Apple, tentang kematian.

Jobs berpesan kepada kaum muda bahwa “waktu kalian terbatas, jadi jangan menyia-nyiakannya dengan bergantung pada kehidupan orang lain.” Sebenarnya maksud Jobs adalah jangan mudah terbawa pengaruh orang lain. “Paling penting, yakinlah akan suara hati dan intuisi kalian, karena mereka sudah tahu apa yang kalian cita-citakan,” kata Jobs.

Dengan mengutip Jobs, saya menyampaikan pesan kepada para mahasiswa yang masih muda-muda itu agar jangan menyia-nyiakan waktu yang terbatas. Lakukanlah apa yang disukai, dan jangan mengikuti kata-kata orang. Sebab, ketika kita dalam keadaan susah, hanya kita sendiri yang mampu mengubah keadaan: bangkit atau sebaliknya.

Ibarat bayangan: ketika kita di tempat gelap, dia akan hilang. Bayangan hanya setia kalau kita berada di tempat terang. Begitu pula dengan teman atau sahabat yang paling setia, mereka bisa pergi meninggalkan kita kala kita sedang dalam keadaan susah.

Dalam berwirausaha, seperti yang sering saya alami, pasti terjadi proses jatuh-bangun; gagal-sukses; untung-rugi, dan sebagainya. Tetapi, yang paling penting dari itu semua adalah kegagalan tidak boleh membuat kita menyerah. Jangan takut, jangan menghindar dari kenyataan, tetap hadapi dan ikuti terus keyakinan kita untuk selalu berusaha bangkit.

Saya mengingat betul pernyataan ayah saya, Achmad Bakrie, ketika saya memulai belajar berwirausaha, dan saat itu pula saya gagal, juga banyak utang. Ayah justru mentertawai saya, lalu berkata: “Ayah senang kamu gagal, karena kalau tidak pernah gagal, kamu tidak akan pernah sukses.”

Saya bercerita demikian bukan karena saya mengetahuinya dari orang lain, melainkan saya mengalaminya langsung. Saya ceritakan–seperti telah ditulis pada artikel sebelumnya–bahwa saya berulang kali mengalami kegagalan, bahkan pernah pula jadi lebih miskin daripada pengemis karena utang saya lebih banyak dibanding harta yang saya miliki, terutama ketika Indonesia dilanda krisis moneter pada 1998.

Tetapi kepada mereka saya tekankan, bahwa yang paling penting bukan kegagalannya, melainkan bagaimana cara kita berusaha bangkit dari kegagalan tersebut. Anak muda tidak boleh menyia-nyiakan waktu dengan menyerah kepada keadaan. Waktu yang terbatas, seperti dikatakan Jobs, tidak boleh digunakan untuk bergantung pada kehidupan orang lain.

Kita, bangsa Indonesia, membutuhkan banyak wirausaha, terutama dari kalangan muda. Sebab, saat ini kita saksikan betapa lambatnya kebangkitan wirausaha di Indonesia, khususnya dari kalangaan muda. Indonesia dengan segala sumber daya alam yang dimiliki ternyata hanya memiliki wirausaha tidak lebih dari 0,18 persen dari total penduduknya yang berjumlah 230 juta jiwa. Ini jumlah yang cukup jauh dibandingkan angka ideal wirausaha yang disarankan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yakni sekitar 2 persen dari jumlah penduduknya. Untuk negara maju, bahkan jumlah wirausaha umumnya sudah di atas 5 persen dari penduduknya.

Pertumbuhan wirausaha di dalam negeri harus dipercepat. Harus ada upaya serius untuk menciptakan orang-orang yang mampu mengambil peluang yang ada, dan menciptakan lapangan pekerjaan untuk dirinya maupun untuk orang lain. Lembaga pendidikan dan perguruan tinggi seperti ITB bisa berperan lebih banyak lagi untuk menumbuhkan semangat kewirausahaan dan membentuk orang-orang yang tahan banting dengan segala kesukaran yang dihadapi untuk membangun kemandirian.

Tanpa semua itu, Indonesia hanya akan menjadi pasar yang besar bagi produk dan korporasi asing. Kekayaan berupa potensi sumber daya alam akan lebih banyak dinikmati bangsa lain, sementara bangsa sendiri cukup puas mengonsumsi karya bangsa lain. Jika demikian, anak bangsa ini hanya akan menjadi penonton pembangunan di negeri sendiri.

Saat ini, kepemilikan asing di tiga sektor ekonomi strategis Indonesia dimiliki secara mayoritas oleh asing. Perbankan nasional, 80 persennya dikuasai asing. Sektor energi dan pertambangan, 90 persennya juga dikuasai asing. Sementara, sektor telekomunikasi yang merupakan sektor strategis juga dikuasai 90 persen oleh asing. Ini adalah ironi Indonesia saat ini.

Kewirausahaan, menurut seorang penulis, adalah suatu proses penciptaan sesuatu yang baru yang berbasis kreasi dan inovasi. Tujuannya adalah tercapainya kesejahteraan individu dan nilai tambah bagi masyarakat. Wirausaha mengacu pada orang yang melaksanakan proses penciptaan kesejahteraan dan nilai tambah, melalui peneluran dan penetasan gagasan, memadukan sumber daya, dan merealisasikan gagasan tersebut menjadi kenyataan.

Wirausaha seperti itulah yang seharusnya ditumbuhkan dan dikembangkan di Indonesia, supaya menjadi negara maju. Maka, perlu partisipasi dan sinergi dari pemerintah-pendidikan-bisnis-masyarakat. Sinergi ini diharapkan dapat menjadikan kewirausahaan sebagai sebuah kesadaran baru kebangkitan bangsa.

Di samping itu, perlu juga mengubah paradigma masyarakat agar peduli akan kewirausahaan dan mempunyai pola pikir kewirausahaan. Perubahan mindset ini tentu tidak bisa dilakukan secara instan, tetapi perlu proses dan dukungan dari banyak pihak.

Sering kali kita saksikan, tanpa kita sadari, kecilnya keberpihakan publik terhadap kemunculan pengusaha yang berasal dari anak bangsa sendiri. Keberpihakan yang kecil itu ditandai dengan banyaknya cibiran, kritik, ketidakpercayaan, dan memandang sebelah mata kepada para pengusaha nasional.

Ironisnya, kita senang dengan sebuah pertumbuhan ekonomi yang tinggi meski aktor pelakunya adalah pengusaha asing. Namun sebaliknya, sekali lagi tanpa disadari, kita kerap mempersoalkan, mengritik bahkan menyerang jika aktor pelaku dan pemenang perekonomian nasional adalah pengusaha anak bangsa sendiri.

Kita seolah sulit menerima jika ada pengusaha nasional tumbuh kuat, sukses dan besar serta mampu bersaing secara kompetitif dengan kekuatan-kekuatan ekonomi global. Padahal, tidak sadarkah kita bahwa keberadaan pengusaha nasional yang kuat yang didukung oleh segenap kekuatan nasional akan mampu mendorong dan membela kepentingan nasional, kepentingan rakyat Indonesia, tidak hanya di negeri sendiri tapi juga dalam percaturan ekonomi global.

Sekolah Pengusaha Muda, seperti yang digagas ITB, harus jadi momentum untuk membangkitkan wirausaha Indonesia. Gerakan kewirausahaan bisa mulai kita gencarkan ke seluruh penjuru negeri, merasuki dan menginspirasi kaum muda Indonesia. Dengan demikian, ke depan akan semakin banyak wirausahawan sukses di negeri ini. Dengan banyaknya wirausahawaan yang turut berkontribusi bagi pembangunan bangsa, maka kebangkitan bangsa pasti akan cepat dicapai.

Tentang Reshuffle Kabinet

Rabu sore, 12 Oktober 2011, saya menghadiri rapat Fraksi Partai Golkar DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta. Ini adalah rapat rutin saya selaku ketua umum dengan para anggota fraksi. Dalam rapat internal ini agendanya selain silaturahmi, saya juga menyampaikan arahan-arahan.

Seusai rapat, para wartawan sudah menanti untuk mengetahui apa saja yang dibicarakan tadi di dalam. Kepada mereka saya mengatakan ini adalah rapat rutin yang membicarakan berbagai hal terkait kebijakan yang akan diperjuangkan fraksi melalui komisi-komisi yang ada. Misalnya saja, kami membicarakan mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Saya mendengarkan laporan perkembangannya, dan saya meminta supaya BPJS segera diselesaikan. Saya juga minta anggota yang ada di dalam Pansus melaporkan perkembangannya kepada publik.

Ada juga yang menanyakan masalah Badan Anggaran DPR. Memang isu Banggar akhir-akhir ini ramai di media, terkait sikapnya yang akan mogok membahas anggaran. Dalam rapat, masalah ini kami bicarakan juga. Sikap dari Partai Golkar adalah Banggar harus terus melakukan pembahasan APBN sampai selesai karena ini menyangkut pembangunan dan nasib rakyat.

Soal masalah calon pimpinan Komisi Pemberantas Korupsi juga ada yang menanyakan. Saya jawab, bahwa mengenai masalah ini, petunjuk saya kepada anggota FPG yang ada di Komisi III adalah agar memilih pimpinan KPK yang lebih menitikberatkan pada aspek pencegahan, bukan penindakan atau hukuman. Ini bukan berarti penindakan atau hukuman tidak penting, namun bagi kami pencegahan terhadap tindakan korupsi perlu diperkuat lagi ke depan. Ini juga merupakan tugas KPK yang dirasa masih kurang.

Dalam kesempatan itu, pertanyaan yang lebih banyak diajukan kepada saya justru adalah masalah reshuffle kabinet. Maklum, masalah reshuffle akhir-akhir ini paling ramai diberitakan media kita terkait isu politik dan pemerintahan. Para wartawan menanyakan, apakah di dalam rapat dibicarakan mengenai masalah reshuffle itu? Saya kemudian menjelaskan kepada mereka bahwa soal reshuffle tidak dibicarakan sama sekali dalam rapat dengan fraksi.

Lalu ada yang bertanya, apakah saya selalu diajak bicara oleh Presiden SBY dalam soal reshuffle. Jujur saya katakan, saya selalu diajak bicara, tapi penentuan masalah nama, itu hak prerogratif presiden. Kepada Presiden, saya hanya mengatakan bahwa alangkah baiknya bila dalam melakukan reshuffle nanti memilih menteri yang berprestasi dan mempunyai track record yang bagus pada bidang yang akan dikerjakannya.

Jadi pertimbangan yang baik dalam memilih, menurut saya, bukan dilihat dari asal partainya. Asal partainya itu nomor dua, yang pertama adalah yang bersangkutan harus mampu untuk menjalankan tugas sampai 2014 mendatang.

Kemudian para wartawan menanyakan juga apakah di internal Golkar ada evaluasi terhadap menteri dari Golkar dan mengajukan pergantian pada Presiden? Untuk hal ini saya mengatakan bahwa mengenai masalah siapa menteri yang akan diganti, itu tentu diputuskan oleh Presiden. Parameternya tentu berdasarkan rapor yang bersangkutan. Bila rapor yang bersangkutan merah, kami mau bilang apa? Saya sendiri tidak tahu apakah ada menteri-menteri Golkar yang masuk dalam kategori merah atau tidak.

Mengenai menteri yang sebaiknya dari kalangan profesional, saya katakan bahwa Partai Golkar setuju dengan hal ini. Sebab di Partai Golkar sendiri banyak kalangan profesional. Sebagai contoh, bekas ketua umum HIPMI saja ada sembilan orang yang ada di Partai Golkar. Belum lagi profesional lainnya. Jadi profesional di Golkar banyak. Kalau Beliau menghendaki, maka kami siap menyediakan profesional untuk mengganti, bila ada anggota Partai Golkar di kabinet yang akan diganti.

Lalu bagaimana jika kader Golkar di kabinet diganti, namun gantinya tidak diambil dari Golkar, dengan kata lain jatah Golkar akan berkurang? Saya dengan tegas menjawab tidak jadi masalah. Bagi Partai Golkar: “Suara Golkar, Suara Rakyat”. Kami berani mengatakan tersebut karena kami ingin melaksanakan apa yang dimaui rakyat. Kami tahu rakyat menghendaki pembangunan berjalan dengan baik. Jika pembangunan jalan, maka rakyat akan makin sejahtera. Menteri yang kerjanya baik, tentu akan membuat pembangunan jalan, dan ini sejalan dengan apa yang diperjuangkan Golkar.

Karena itu, kalau menteri-menteri beasal dari kalangan profesional, why not?! Bagi Golkar yang utama adalah itu semua untuk kepentingan bangsa dan negara ini.

Ada pula yang menanyakan apa benar Wakil Ketua Umum Partai Golkar Cicip Syarif Sutardjo diajukan Golkar sebagai salah satu kandidat menteri? Saya katakan benar, bahwa Sdr. Cicip merupakan salah satu calon yang diajukan bilamana ada pergantian dari Partai Golkar.

Partai Golkar menyerahkan sepenuhnya masalah reshuffle kepada Presiden karena ini memang hak prerogratif Presiden. Yang terpenting bagi Partai Golkar adalah bagaimana mendukung pemerintahan ini agar berjalan baik. Jika pemerintahan berjalan baik, maka pembangunan akan berjalan dengan baik, dan rakyat akan sejahtera.

Papua Butuh Pendekatan Kesejahteraan, Bukan Keamanan

Dalam berbagai acara, saya sering ditanya mengenai masalah Papua. Apalagi beberapa waktu lalu saat terjadi gejolak di Papua, banyak yang bertanya kepada saya, baik di acara maupun secara pribadi, bagaimana saya melihat Papua dan bagaimana menyelesaikan masalah yang ada di sana.

Karena itu, melalui blog ini, saya akan kembali mendiskusikan mengenai Papua, baik menyangkut pengalaman, maupun cara pandang saya terkait solusi permasalahan di sana. Sebenarnya di blog ini, saya juga sudah menulis mengenai Papua, yaitu cerita pengalaman saya selama tinggal di sana saat menangani kelaparan di Yahukimo. Selengkapnya…

Mengunjungi Bumi Timor Lorosa’e

Saya baru saja kembali dari kunjungan ke Timor Leste. Nama Timor Leste tidak asing lagi bagi orang Indonesia, karena negara ini pernah menjadi salah satu propinsi Indonesia yaitu Timor Timur. Timor Leste menjadi negara setelah memilih merdeka dalam jajak pendapat, 30 Agustus 1999 silam, dan diakui secara internasional sebagai negara pada 20 Mei 2002 silam.

Saat menjejakkan kaki di Bandara Nicolau Lobato, di Ibukota Dili, pada Rabu siang, 8 September 2011, saya tidak merasakan berada di sebuah negeri asing. Rasanya seperti berada di satu daerah di Indonesia. Selain karena suhunya sama-sama panas seperti di Jakarta, juga warga setempat masih bisa berbahasa Indonesia. Bahasa resminya memang bahasa Tetun dan bahasa Portugal, namun sebagian besar dari mereka masih fasih berbahasa Indonesia.

Saat ini, Timor Leste telah menjadi sebuah negara mandiri yang perlahan tumbuh, sebagaimana negara berdaulat lainnya. Untuk ukuran negara yang belum lama merdeka, pembangunan di Timor Leste cukup pesat. Memang sejauh mata memandang, sebagian besar wilayah di sana berupa kawasan persawahan, lahan kosong, atau laut. Tetapi di kota Dili, sudah terlihat hasil pembangunan itu. Misalnya saja kawasan perumahan, gedung perkantoran, gedung sekolah, infrastruktur jalan raya, pelabuhan, dan lain sebagainya. Lalu lintas di pusat kota tidak sepadat di Jakarta, tapi cukup ramai. Sesekali terlihat lalu-lalang mobil jenis SUV berwarna putih yang bertuliskan “UN” (United Nations) atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sejak merdeka, negara ini memang masih berada di bawah pengawasan PBB, hingga sekarang.

Kunjungan saya ke sana, sesungguhnya kunjungan balasan Partai Demokrat Timor Leste. Sebab, pada 11 Juli 2011, Ketua Umum Partai Demokrat Timor Leste, Fernando La Sama de Araujo, dan sejumlah politisi partai itu, berkunjung ke kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar di Jakarta. Dalam kesempatan kunjungan ini, sekaligus saya manfaatkan untuk bertemu dengan banyak pihak yang merupakan pemangku kebijakan di negara itu.

Agenda pertama saya di negara yang juga dikenal sebagai Timor Lorosa’e itu adalah ke kantor pemerintah pusat Republik Demokratik Timor Leste. Sang Perdana Menteri, Xanana Gusmao, sedang berada di luar negeri. Jadi, saya dan rombongan bertemu Wakil Perdana Menteri, Jose Luis Guteres. Saya didampingi sejumlah pejabat teras DPP Partai Golkar, antara lain Wakil Ketua Umum Theo Leo Sambuaga, Wakil Ketua Umum Sharif Cicip Sutardjo, Ketua Bidang Keagamaan Hajriyanto Yassin Thohari, Ketua Bidang Hubungan Internasional Iris Indira Murti, Ketua Bidang Pertahanan dan Keamanan Agus Gumiwang Kartasasmita, Wakil Sekretaris Jenderal Lalu Mara Satriawangsa, dan lainnya.

Di gedung kantor pemerintahan yang disebut Palacio De Governo itu, kami berbicara banyak hal, terutama soal keinginan Timor Leste untuk menjadi anggota Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN), dan upaya kerja sama antara Indonesia dengan Timor Leste di bidang pendidikan dan ekonomi (investasi dan perdagangan). Tak terlalu lama kami berbincang-bincang dengan Wakil Perdana Menteri, sebab kami harus segera pergi ke Istana Presiden untuk bertemu Presiden Jose Ramos Horta. Nyaris tidak ada kemacetan, sehingga rombongan segera sampai di kantor Kepala Negara itu. Kami pun tiba lebih cepat dari jadwal yang sudah ditentukan. Kami diterima dengan ramah oleh Presiden Ramos Horta, yang ketika itu mengenakan kemeja motif kain tenun setempat. Penampilannya tampak bersahaja.

Di ruang kerja Presiden itu, kami cukup lama berbincang-bincang. Topiknya tidak berbeda dengan ketika pertemuan dengan Wakil Perdana Menteri, yakni seputar keinginan Timor Leste untuk masuk dalam keanggotaan ASEAN, juga penjajakan kerja sama antara Indonesia dengan Timor Leste di bidang pendidikan serta investasi dan perdagangan. Khusus masalah keanggotaan Timor Leste di ASEAN, kami sampaikan kepada Presiden Ramos Horta bahwa Partai Golkar sangat mendukung. Partai Golkar sebagai anggota partai koalisi akan mengupayakan agar Pemerintah Indonesia lebih intensif mendorong Timor Leste secepatnya menjadi anggota ASEAN. Bagi Partai Golkar, masuknya Timor Leste sebagai anggota ASEAN akan menciptakan suasana yang lebih kondusif bagi politik diplomasi regional. Maka, diharapkan dengan sendirinya memberi manfaat positif bagi kerja sama Timor Leste dengan negeri-negeri sahabat di kawasan Asia Tenggara.

Meski begitu, Pemerintah RI juga harus terlebih dahulu melakukan pendekatan serta membahasnya dengan negara-negara anggota. Sebab, saat ini ada satu negara anggota yang belum menyetujui masuknya Timor Leste ke dalam ASEAN. Karenanya, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai Ketua ASEAN, diharapkan dapat membantu mempercepat prosesnya hingga Timor Leste bisa segera bergabung dengan perhimpunan negara-negara Asia Tenggara itu.

Dalam Konferensi Tingkat Menteri Ke-16 Gerakan Non Blok di Nusa Dua, Bali, 23 Mei 2011 lalu, Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa mengatakan satu negara anggota ASEAN masih berkeberatan dengankeinginan Timor Leste bergabung di ASEAN. Menteri Luar Negeri tidak menyebutkan nama negara tersebut. Dia hanya mengatakan, negara tersebut adalah salah satu negara besar di ASEAN.

Mengenai bidang ekonomi, kami menilai, pengelolaan ekonomi dan perdagangan Timor Leste menuju ke arah yang benar dengan sistem perekonomian yang lebih terbuka. Bahkan, dalam beberapa hal, misal, rezim perpajakan dan investasi, Timor Leste telah mengambil langkah-langkah yang sangat maju. Saya sampaikan, Partai Golkar akan menyampaikan kabar baik tersebut kepada dunia bisnis di Indonesia agar mereka mencari kemungkinan investasi dan perdagangan di Timor Leste, sebelum pengusaha dari berbagai negeri lainnya berebut mendapatkan kesempatan mengembangkan bisnis di Timor Leste.

Partai Golkar juga akan terus mendorong agar Pemerintah RI memperluas kerja sama bilateral kedua negara, khususnya dalam bidang pendidikan, yang selama ini telah terbukti berjalan dengan baik, terutama pada pendidikan tinggi. Merupakan kebanggaan tersendiri bagi Indonesia untuk memberi tempat bagi putra putri Timor Leste untuk mencari dan memperdalam ilmu pengetahuan di berbagai universitas di Indonesia, baik di Jakarta, Bandung, Bogor, Surabaya, Malang, Makassar, Yogyakarta, atau kota lainnya.

Presiden Ramos Horta menyambut baik dan mengaku sangat gembira atas dukungan Partai Golkar bagi usaha Timor Leste untuk bergabung ke dalam ASEAN. Demikian pula prakarsa Partai Golkar dalam upaya penjajakan kerja sama, terutama di bidang ekonomi. Selepas bertemu Presiden Ramos Horta, saya dan rombongan DPP Partai Golkar mampir di kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Dili. Kami hanya sempat minum teh di sana karena sudah ada agenda makan malam dengan pimpinan Partai Demokrat Timor Leste. Karenanya, kami bergegas menghadiri undangan makan malam dengan politisi partai terbesar kedua di negara tersebut.

Esok harinya, Kamis, 9 September 2011, saya dan rombongan masih berada di kota Dili. Pukul delapan pagi, kami bergegas ke kantor pusat Partai Fretilin (Frente Revolucionaria do Timor-Leste Independente). Di tempat itu, kami menghadiri Kongres ke-3 Partai Fretilin, yang diikuti lebih dari 500 kader Partai se-Timor Leste. Di sana pula, kami bertemu petinggi utama Partai Fretilin, yakni Ketua Umum Francisco Guteres Lu-Olo dan Sekretaris Jenderal Marie Alkatiri. Marie Alkatiri adalah mantan Perdana Menteri Timor Leste. Saya cukup lama mengobrol banyak hal dengan dia sebelum memasuki arena kongres. Dalam forum kongres itu, saya mendapat satu kehormatan, yakni diminta menyampaikan pidato singkat seputar hubungan Partai Golkar dengan Partai Fretilin, dan hubungan Indonesia dengan Timor Leste. Dalam pidato singkat saya kepada para pimpinan dan ratusan kader Partai Fretilin, saya tegaskan bahwa Partai Golkar mendukung Timor Leste untuk masuk menjadi anggota ASEAN.

Agenda berikutnya saya di Timor Leste adalah menandatangani naskah kesepahaman kerja sama (MoU) antara saya, sebagai Ketua Umum Partai Golkar, dengan Fernando La Sama de Araujo, sebagai Ketua Umum Partai Demokrat Timor Leste. Bentuk kerja samanya ialah Partai Golkar akan memberikan pelatihan dan pengkajian materi politik partai kepada kader-kader Partai Demokrat Timor Leste. Golkar akan berbagi pengalaman dan ilmu seputar politik kepartaian untuk partai politik terbesar kedua di negeri Timor Lorosa’e tersebut.

Diharapkan, melalui kerja sama itu, Partai Demokrat Timor Leste dapat meningkatkan kualitas kader. Fernando yang juga Presiden Parlemen Timor Leste menyebut pentingnya aspek pengkaderan anggota partai serta pengkajian materi politik dan sistem penataan organisasi partai. Diakuinya, pengkaderan dan pengkajian materi politik bagi anggota Partai merupakan aspek mendasar karena nantinya dapat melahirkan pemimpin handal bagi kepentingan bangsa dan negara.

Seusai penandatanganan naskah MoU, Pak Fernando secara lisan mengundang saya untuk menghadiri Kongres Partai Demokrat Timor Leste pada Desember 2011. Itu merupakan kedua kalinya Pak Fernando mengucapkan hal serupa, setelah yang pertama ketika berkunjung ke kantor DPP Partai Golkar di Jakarta pada Juli 2011. Kepadanya saya katakan, siap datang kembali, karena saya senang mengunjungi Bumi Timor Lorosa’e.